Terhina

1154 Words
Malam yang penuh kesialan, saat tawa tak lagi bahagia dan luka menganga semakin parah. Mungkin Tuhan sudah menggariskan nasib yang kurang beruntung pada laki-laki tampan yang sedang merenung sendiri di pelaminan. Senyumnya hambar dan wajah merah padam, hati dan tubuhnya dipaksa untuk tetap berdiri gagah malam ini dan menjadi pusat perhatian, bagaikan raja yang sempurna dan berwibawa. Tidak ada celanya laki-laki yang tengah memakai pakaian penganten khas Jawa itu, dia terlalu tampan untuk digelari sebagai manusia biasa, pahatan sempurna bagaikan Dewa. Ketampanannya berbeda dengan laki- laki Indonesia pada umumnya, dia takkan memiliki pesaing malam ini karena level ketampanan yang begitu tinggi dan membuat mata wanita terpana dan laki-laki menjadi iri. Namun, sayang, malam ini juga dia dibuang, dibuang tanpa keterangan dari istrinya sendiri. Tak ada aba-aba sebelumnya, tak ada firasat yang mengingatkannya, dan pada akhirnya dia mengukir sejarah sebagai pengantin pria yang ditinggalkan seorang diri di atas pelaminan. Kericuhan yang tak terbendung yang berasal dari beberapa orang yang berperan sebagai tuan rumah pada acara ini. Bisik-bisik miring para tamu yang menyaksikan penganten duduk sendirian, serta kepanikan sang mertua yang tak lain adalah majikannya sendiri, tengah mewarnai ruangan resepsi itu. Laki-laki yang malang itu adalah Riki, dia menyaksikan tragedi hari ini dengan mata berkaca-kaca. Cairan bening itu hampir saja tumpah ruah jika saja dia tidak menahan kedip matanya. Tangannya mengepal kuat, membungkam sakit yang kembali di ciptakan oleh wanita yang sama. Tidak cukupkah penderitaan yang dirasakannya selama ini? Dibuang orangtuanya sendiri, hidup menjadi anak jalanan selama lima belas tahun. Sekarang di hari yang sangat sakral, mempelai wanita kabur melarikan diri, meninggalkan Riki sendiri duduk di pelaminan yang menyedihkan. Pak Amin dengan sabar menjelaskan pada para tamu bahwa mempelai wanita sedang tidak enak badan, dia istirahat di dalam kamar dan resepsi malam ini hanya diwakili oleh Riki. Akan tetapi sebagian besar orang menampakkan wajah tak percaya, bagaimanapun, tamu bisa melihat keganjilan ekspresi Sang Tuan rumah yang berusaha tersenyum padahal dia sedang kalut. Para tamu banyak juga yang mengetahui seluk beluk keluarga ini, dugaan mereka Mazaya melarikan diri karena tidak mau menikah dengan Riki. Siapapun tau, laki-laki yang sedang berdiri di depan tidak sesempurna kelihatannya. Banyak pandangan mencemooh padanya, dari dulu dia dianggap tidak tau diri. Siapalah dia, anak terbuang yang dipungut pak Amin dari jalanan, diberikan pekerjaan sebagai supir anak gadis satu-satunya. Ya ... istrinya itu bernama Mazaya, nama yang cantik secantik orangnya, namun sayang, kecantikan yang di agung-agungkan setiap bujangan di kota kecil ini, tidak sejalan dengan akhlaknya yang buruk. Entah kenapa, Pak Amin yang awalnya hanya sebagai seorang majikan yang penyayang, memanggil Riki beberapa bulan yang lalu, kemudian dia dinikahkan dengan Mazaya, anak gadisnya sendiri, Pernikahan yang tak terduga dan menjadi cibiran banyak orang. Malam ini, takkan dilupakan Riki seumur hidupnya. Sebuah penghinaan yang sangat besar. Dia tau, semua ini dilakukan secara sengaja oleh gadis itu. Seharusnya dari awal wanita itu meninggalkannya, tak menganggukkan kepala saat Pak Amin ingin menikahkannya, tapi gadis itu tak sedikit pun menolak, bahkan ikut serta mempersiapkan pernikahan ini secara matang. Dari awal segala keanehan itu sudah dirasakan Riki, tapi dia tak menduga, perencaan Mazaya untuk menghancurkannya sangat rapi dan teliti. Atau dia sengaja membalaskan dendamnya selama ini pada Riki, menjatuhkan harga Riki sampai ke dasar jurang, menghancurkan setiap angan yang sempat dipupuk Riki di hatinya, bahwa Mazaya tidak sebenci itu padanya. Malam ini Riki baru sadar, bahwa kebencian Mazaya padanya sudah terbukti adanya. Walaupun mereka di besarkan dalam satu rumah, tak sedikit pun mereka bisa dekat. Dari dulu Mazaya menghindarinya bagaikan subuah penyakit menular yang mematikan. Mengganggap Riki adalah sumber kesialan, memandang jijik setiap berpapasan. Malam ini ... wajahnya sudah tercoreng, kesakitan ini takkan pernah bisa diobati dengan apapun, luka menganga dan berdarah. Riki memaksakan senyum setiap para tamu mengucapkan selamat kepadanya, selamat atas penghinaan yang sudah dilakukan Mazaya. Riki hanya membalas dengan anggukan, karena dia tidak pernah bisa mengeluarkan suaranya, dan tak pernah mendengar bagaimana bunyi suaranya. Dia tidak tuli, tapi bisu, entah apa yang terjadi di masa lalu, sehingga membuat pita suaranya tak berfungsi dan lidahnya tak bisa digerakkan. Jam berlalu, pesta selesai. Pak Amin mengusap punggungnya untuk menenangkan dan berkata sabar. Dia sudah sangat sabar selama ini, dia di anggap Mazaya sebagai benalu di rumah ini, karena dia mengira Pak Amin lebih menyayanginya dari pada anaknya sendiri. Padahal kenyataannya tidak seperti itu, sebagai orangtua tunggal, Pak Amin adalah ayah yang sempurna, sangat protektif pada anak gadisnya, itu makanya Riki dipekerjakan menemani gadis itu kemana pun dia pergi. Mazaya adalah anak pembangkang, susah diatur, dia sudah menampakkan sikap liar jika saja Riki tidak mengekorinya selama ini. Tak jarang Riki membawanya pulang dalam keadaan mabuk ketika dia berhasil memanipulasi Riki untuk masuk ke dalam diskotik. Kamar ini, seakan ikut mengejeknya. Dalam hati tak sedikit pun Riki menyukai Mazaya. Wanita itu angkuh dan terlalu sombong. Dia pun tak bahagia dengan pernikahan ini, tapi penghinaan seperti ini sudah sangat keterlaluan. Riki berjanji takkan pernah memaafkan wanita itu. Kelopak mawar bertaburan di kamar penganten yang didominasi oleh warna putih itu. Kamar ini milik Mazaya, tak bisa dilupakan Riki, bagaimana semangatnya wanita itu memilih warna kelambu yang akan menghias kamar ini, namun semua bohong, bohong dari awal sampai akhir. Tak ada satu pun yang benar- benar terjadi. Riki mengalihkan pandangannya, baju adat khas penganten masih melekat gagah di tubuhnya, asesoris pun menempel dengan indah. Perlahan, pintu terbuka, menampakkan wajah tua yang tak kalah lelah. Dia adalah Pak Amin, mantan majikan dan menjadi mertuanya saat ini. Pak Amin mengelus pundaknya, mencari ekspresi luka yang tergambar jelas di wajah Riki. "Maafkan Mazaya! dia pasti punya alasan melakukannya, sekarang walaupun dia kabur entah ke mana, dia tetaplah istrimu." Riki mendalami makna kalimat yang terucap dari bibir laki-laki tua itu. Apakah dia harus memaafkan lagi? ini adalah penghinaan terbesar yang dilakukan wanita itu, memperlakukan dia seperti benda mati yang tak punya perasaan. *** Wajah bak Dewa Yunani, terlihat bosan, jendela dibiarkan terbuka, udara malam yang dingin masuk menerpa, padahal sudah jam dua belas malam. Riki menatap komputernya bosan, selama dua tahun ini, dia bekerja di sebuah perusahaan yang cukup besar, perusahaan itu mempekerjakannya sebagai arsitek. Dia pria yang cerdas, memiliki kemampuan yang luar biasa, yang jarang dimiliki orang lain. Perusahaan tak mempermasalahkan cacat yang ada pada dirinya. Karena yang dibutuhkan adalah karya dari tangannya yang ajaib. Jangan ditanya, sudah berapa banyak bangunan-bangunan megah di Jakarta yang berdiri karena rancangannya. Dua tahun lalu Riki berhasil menyelesaikan kuliahnya di bagian Arsitek, dia lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Tapi sayang, hari yang paling bahagia itu juga menjadi hari yang paling menyedihkan buat Riki. Pada hari itu juga, Pak Amin yang sudah seperti ayah kandungnya meninggal dunia. Pak Amin yang merupakan orangtua angkatnya, pria yang penyayang, penuh kasih dan memperlakukannya bagaikan anak kandung, pergi untuk selamanya. Riki sedih, Riki terpukul, sangat berat menerima kenyataan bahwa dia telah menjadi benar-benar sebatang kara di dunia ini. Tak ada lagi teman untuk bercerita dan bertanya, tak ada lagi tatapan hangat yang menyejukkan hatinya. Kehilangan Pak Amin, adalah takdir yang paling memilukan baginya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD