Bab 2 Aku Masih Suci

1526 Words
"Regan, hentikan!" teriak papanya. Suasana menjadi hening seketika, saat aksi Regan terhenti dengan teriakkan papanya yang keluar dari kamar bersama sang istri. "Apa yang kalian berdua lakukan? Di alam buta seperti ini pun kalian masih berkelahi seperti anak kecil. Apa kalian sudah tidak waras?" hardik papa. Mas Raja dan Regan hanya saling diam tanpa menjawab pertanyaan papanya. "Raja, bukankah ini malam pengantinmu? Kenapa malah berkelahi dengan adikmu, dan kamu Regan! Baru pulang dari rumah sakit sudah main pukul saja. Apa yang sebenarnya terjadi pada kalian berdua? Ada yang bisa jelasin sama Mama?" Dengkus mamanya kesal. Kedua anak kesayangannya saling berkelahi. "Tanya sama anak kesayangan Mama ini. Apa yang sudah dia lakukan pada istrinya. Dia menjatuhkan talak dan mengusir kakak ipar di malam pertama," tukas Regan. Tangannya berkacak pinggang sembari mengusap darah yang menetes dari sudut bibirnya. Baju jas dokter yang Regan kenakan sudah terlihat kusut dan dibuang ke sembarang arah. Dalam pernikahan kami Regan tidak dapat menghadiri karena ada tugas yang mendadak dari rumah sakit. Ada pasien mengalami kecelakaan bus, semua penumpang mengalami luka parah. Pihak rumah sakit kewalahan dalam menangani korban kecelakaan sehingga memanggil dokter Regan Erlangga. Dokter Regan Erlangga sudah mengajukan cuti selama dua hari untuk mempersiapkan pesta pernikahan abangnya-Raja. Tapi, mendadak pihak rumah sakit menghubungi dokter Regan karena ada korban kecelakaan sebanyak seratus dua puluh orang dalam bus pariwisata. Tenaga medis sudah dikerahkan untuk membantu para korban kecelakaan, namun para dokter tidak cukup untuk menangani para korban kecelakaan. Maka dokter Regan pada saat akad nikah langsung ditelepon pihak rumah sakit untuk segera datang. "Raja!" seru papanya. "Apa benar yang dikatakan adikmu Regan?" Mas Raja menunduk lesu tanpa menjawab. "Raja!" hardik papanya. "Jawab pertanyaan Papa barusan. Apa benar yang dikatakan adikmu-Regan?" "Be … benar, Pa," jawab Mas Raja terbata-bata. Bibirnya bergetar mengucapkan kalimat. Papa dan mamanya yang mendengar jawaban Mas Raja membelalakkan mata, mereka saling berpandangan satu sama lain. "Kenapa, Nak?" tanya mamanya penasaran. Wanita cantik itu mendekat ke arah Mas Raja. Mas Raja terdiam. Satu detik .... Dua detik .... Tiga detik .... Di menit keempat barulah dia bersuara lantang. "Istriku tidak suci, Ma, Pa. Dia sudah membohongiku di malam pertama," jawab Mas Raja datar. Deg! Jantungku terasa berhenti berdetak, ada rasa nyeri yang meremas d**a ini saat mendengar ucapan dari pria tinggi jangkung itu, belum dua puluh empat jam resmi menjadi suami. "Apa?" teriak papa dan mamanya kaget. Kini pandangan keduanya mengarah kepadaku penuh selidik, seperti terdakwa yang menunggu vonis mati. Aku disidang sembari menunggu keputusan hakim. "Zahra, bisa kamu jelaskan semua ini?" tanya mama mertua gusar. Seakan belum puas mencari jawaban, wanita paruh baya itu mendesakku dengan pertanyaan bertubi-tubi. "Jawab, Zahra!" Aku menunduk meremas ujung hijab ini, bibir gemetar, lidahku kelu untuk membantah kalimat yang dilontar lelaki yang baru saja resmi menjadi mantan suami. "Bohong, Ma, Pa. Itu semua tidak benar. Aku masih suci. Wallahi … apa yang dituduhkan Mas Raja itu semua tidak benar," bantahku. Cairan bening yang tadi aku tahan akhirnya menetes juga m*****i kedua pipi. Ada rasa panas yang mengalir membasahi wajah. "Zahra!" Seru Mas Raja. "Jangan bawa-bawa nama Allah! Aku jijik mendengarnya dari mulutmu itu. Kau tak ubahnya perempuan murahan di pinggir jalan yang dibaluti busana tertutup tapi mengobral sana-sini," tandasnya. Ser! Sekali lagi derajatku jatuh di mata kedua orang tuanya. Seorang suami biasanya akan menjadi pelindung bagi istri, tapi Mas Raja malah menjatuhkan harga diri ini di depan keluarganya. Sakitnya tuh di sini! "Atas bukti apa abang mengatakan kalau kakak ipar sudah tidak suci?" tanya Regan menyela. "Di malam pertama aku melakukan hubungan pada Zahra tidak ada selaput dara mengeluarkan darah keperawanan. Seharusnya kalau memang dia masih suci pasti akan mengeluarkan itu saat kami melakukannya," jelasnya dengan secara gamblang. Cih. Regan berdecak memandang wajah abangnya. Matanya yang seperti elang memandang jijik ke arah saudara kandungnya. "Tidak semua gadis mempunyai selaput dara, Bang saat terjadi robekan. Darah keperawanan itu tidak diukur dengan literan, biasa terjadi pada wanita yang rawan selaputnya tipis karena pernah mengalami kerusakkan hingga menyebabkan terjadi sobekkan. Itu tidak bisa dijadikan fakta kalau kakak ipar tidak suci," jelas Regan. Faktanya seorang dokter lebih mengetahui daripada seorang awam. Mas Raja menunduk diam. Entah apa yang ada dalam pikirannya, rasa bersalah kab? Atau hanya sekedar mencari alasan untuk menolak ku karena adanya wanita lain. Setelah dia puas melampiaskan malam pertama bersamaku. Entahlah ... Aku tidak ingin berburuk sangka. "Mas, percayalah padaku! Aku masih suci. Aku tidak pernah melakukannya dengan lelaki mana pun. Aku selalu menjaga kehormatan dan menutup auratku demi mempersembahkan mahkotaku untukmu," isakku sembari memeluk lutut Mas Raja. "Maaf, Zahra. Aku tidak bisa mengubah keputusanku. Apa yang aku ucapkan tidak mungkin aku tarik kembali," tegasnya. Tubuhku ambruk luruh ke lantai, sekejam itu Mas Raja mencampakan. Seperti habis manis sepah dibuang. Mama dan papanya menjadi bingung dalam menangani masalah yang terjadi pada anak-anaknya. Di satu pihak adalah darah dagingnya sendiri, dan disisi lain ada menantu yang belum sehari resmi disandang. "Raja, apa kamu tidak bisa mempertimbangkan masalah ini lagi, Nak? Belum sehari kalian menikah sudah bercerai. Mau dikemanakan harga diri ayahmu ini, Nak?" wajah Papa Erlangga memelas. "Nak, benar apa yang diucapkan papamu. Kasihan Zahra. Dia anak yatim-piatu. Tolong pertimbangkan kembali keputusanmu!" ucap mamanya sembari mengelus pucuk kepala. Tangis ini seketika pecah dalam pelukkan mama mertua yang masih terbilang muda, meski umurnya menjelang separuh baya. Perempuan yang berkulit putih bersih dan berhidung bangir itu membelaiku lembut. Sementara Regan sudah menjelaskan panjang lebar tentang kerusakan selaput dara akibat sobekkan atau kecelakaan. Ini membuktikan kalau wanita tidak bisa diukur kesuciannya akibat robeknya selaput dara. "Bang Raja, kamu adalah seorang polisi, mestinya lebih tahu karena tugasmu di lapangan memeriksa kondisi korban. Apa begini seorang perwira dalam melindungi masyarakat yang lemah?" Regan mendengkus. "Diamlah, Regan! Semua bukan urusanmu. Kalau kau mau ambil saja Zahra menjadi istrimu!" pungkas Mas Raja sembari masuk kedalam kamar dan membanting pintu dengan kuat. Hingga menimbulkan bunyi yang sangat keras. Brugk. Suasana kembali hening. Hanya suara dentingan jarum jam yang berputar searah terdengar nyaring. Bahkan hiasan pesta dan juga umbul-umbul yang terpasang belum juga lepas dari pelaminan. Tapi, aku sudah ternoda lantas dicampakkan seperti s****h yang berbau busuk. "Zahra, maafkan Mama, Nak. Mama, tidak bisa membantumu dalam masalah ini. Kamu yang sabar ya. Besok Mama akan membujuk kembali Raja agar mau membatalkan talaknya padamu?" Bisik mama mertua sembari memeluk tubuh ini. Aku terisak dalam dekapan ibu mertua yang begitu baik. Sedari kecil aku tidak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tua. Bahkan tidak tahu siapa mereka yang sudah menyebakanku lahir ke dunia. Mereka hanya meninggalkan kertas yang mengatakan namaku dan juga nama Ayah dan ibuku, pada tengah malam diletakkan di depan panti asuhan milik Ibu Ayesha. Entah siapa yang tega meninggalkanku dengan keadaan kedinginan dan kelaparan, aku hanya terbungkus kain bedung yang tipis serta diletakkan dalam kardus bekas. "Zahra," tepukkan halus di pundakku menyadarkan dari lamunan. Aku menoleh ke arah Mama Renata-ibu mertuaku. "Ya, Ma," sahutku lembut. "Tidurlah di kamar tamu. Hari sudah larut malam. Besok kita akan bicarakan masalah ini kembali. Siapa tahu suamimu Raja berubah pikiran dan menarik ucapan talaknya kembali," tukas mama mertua. "Kakak ipar, jangan khawatir. Aku akan bantu penjelasan secara kedokteran pada Abang Raja. Besok datanglah kerumah sakit untuk pemeriksaan sebagai bukti kalau tuduhan Raja itu salah." Regan memberi titah. Aku memandang ke arah mama mertua untuk meminta pendapatnya. Alhamdulillah … wanita itu mengangguk setuju dengan usul Regan-adik iparku. "Mama mendukungmu, Nak," ucap mama mertua sembari mendongakkan dagu. Aku yang sedari tadi menunduk hanya bisa pasrah tanpa berani menatap wajah orang disekelilingku. "Ayo, Ma kita masuk! Lanjutkan masalah ini besok saja. Papa sudah sangat lelah ingin beristirahat," ucap Papa Erlangga. Mama kemudian berpamitan padaku untuk masuk ke kamarnya. "Zahra Sayang, maaf Mama harus kembali ke kamar. Kamu pergilah tidur di ruang tamu dengan diantar Regan di lantai atas. Mama dan Papa sudah mengantuk ingin merebahkan badan," tandas mama mertua yang baik hati. Seraya meninggalku yang masih duduk terkulai di lantai. Regan kemudian menghampiri dan membantu berdiri. Seketika pandanganku beradu dengan manik matanya yang hitam pekat. Brugk. Begitu aku berdiri dibantu Regan pandangan tiba-tiba menjadi gelap. Selanjutnya aku tidak tahu apalagi yang terjadi dengan diri ini. Hanya samar terdengar Regan memanggil namaku sembari menepuk halus kedua pipi. "Kakak ipar, bangunlah! Kakak ipar!" berulang kali Regan terdengar samar menyebut namaku. Akhirnya Regan menggendong tubuh ini, lalu masuk kedalam kamar tamu merebahkanku di sana. *** Keesokkan harinya aku terbangun karena aroma kopi yang tersedia di atas nakas terletak sebelah ranjang. Aku memang pencinta kopi apalagi kopi yang dicampur dengan s**u membuatku candu, aroma kopi menyeruak memenuhi cuping hidung. Saat mataku mengerjap, aku melihat Regan sudah ada di samping tersenyum sembari membawakan nampan berisi sarapan. Regan meletakan sarapan di atas nakas atas perintah ibu mertuaku. Sarapan roti yang diisi selai kacang mengeluarkan aroma makanan membuat perut terasa lapar. "Pagi kakak ipar! Sudah bangun?" tanya Regan mengulas senyum. Dia duduk di sofa setelah meletakan nampan yang dibawanya. Aku beringsut bangkit hendak menyambutnya, namun keseimbangan belum sepenuhnya kembali hingga mengakibatkan badanku hampir terjatuh. Untung Regan segera menangkap tubuhku, menahanya dengan gerakkan cepat hingga tidak sampai menyentuh dinginnya lantai. Pada saat kejadian itu tiba-tiba Mas Raja datang masuk ke kamar yang tidak dikunci. Dia terperanga melihat Regan memelukku sembari menahan tubuh ini yang hampir menyentuh ubin. "Regan?!" *** Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD