0

302 Words
Pagi itu disaat anak-anak BB mengeluh karena panasnya mentari, Yusuf Fairuz Amzari memasuki UKS dengan satu tujuan. Cowok itu tidak sedang mengalami pusing ataupun mual karena dia tidak sedang dan tidak akan hamil. “Gue taruhan sama sahabat tengik lo,” ucapnya sambil menghempaskan punggung ke ranjang yang tepat berada disebelah kanan ranjang yang ditempati oleh orang yang ia ajak bicara. “Taruhan bukan hal baru kan?” “Emang, tapi baru buat lo.” Gadis yang sedang berbaring di ranjang itu mengerutkan keningnya tidak mengerti. Ia sudah cukup pusing karena melupakan sarapan di pagi senin yang sangat sibuk ini dan sekarang teman sekelasnya itu makin membuat buminya berputar-putar. “Ngomong apa barusan?” tanya si objek taruhan dengan lagak menggertak “Gue”, tunjuk Ucup pada dirinya, “sama Fiki taruhan buat dapetin lo, Vanesha Biandra Mahardika.” “Dan udah jelas gue harus bantuin Fiki menang,” ucap Vani setelah berhasil menangani keterkejutannya. Ia sudah tau bagaimana sifat cowok bandel di depannya jadi tak ada yang harus dikejutkan. Sialan, tapi ia dijadikan barang taruhan. “Oke. Gue tau lo cerewet tapi dengerin gue dan jangan potong sebelum titik! Lo harus bantuin gue supaya menang. Kapan lagi lo bantuin gue? Dan ini bisa jadi kesempatan nyadarin si b**o Fiki kalo dia udah nyia-nyiain sahabat yang diam-diam suka sama dia.” “Sudah titik, belum?” tanya Vani dan dijawab dengan anggukan. Vani tersenyum miring, bagaimana mungkin ia menyukai Fiki disaat dirinya memiliki pacar yang sangat digilai oleh remaja satu NKRI? “Sumpah ya.. gangguin yang lain aja napa. Dan kapan lagi gue bantuin lo? tiap selesai KD gue bukannya bantuin lo?” ucap Vani yang sudah dalam posisi duduk. “Bantuin gue saat UH udah jadi tradisi dari jaman kita SMP kali neng.. pokoknya kali ini gue mau menang.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD