Part 1

1857 Words
Malam semakin gelap ketika Arka hendak memutuskan untuk pulang saja setelah menunggu Bintang yang sampai sekarang tidak menunjukan kehadirannya. Wajah tampannya terlihat lelah dan luyu, sorot matanya meredup ketika melihat ponsel serta jam tangannya yang tak menunjukan apa yang diinginkannya. "Lagi ngapain lo di sini? Nggak pulang?"tanya seseorang sambil duduk di kursi hadapan Arka. Ethan Nathaniel Skyes. Sahabat sekaligus Dokter muda sama seperti sang ayah, Nathan Skyes. Sekarang ini dia sedang mengunjungi Kafe Seven, kafe yang didirikan oleh ketujuh pria tampan yang tak lain adalah Arka, Noah, Hariz, Ethan, Fariz, Valen, dan Ariel. Sore tadi, setelah pulang dari Kantor. Arka sengaja pergi ke Kafe Seven untuk kencan dengan Bintang—gadis yang disukainya—tapi sampai sekarang Bitang belum juga datang. Hampir lima jam dia menunggu, tapi sampai sekarang Bintang belum juga menghubunginya. Atau sekedar memberinya kabar. Dan Arka hampir putus asa karenanya. Kalau saja dia tak terbiasa dengan kelakuan Bintang. Mungkin sekarang dia sedang marah-marah dan mengamuk tidak jelas atas ketidak hadiran gadis pujaannya yang sampai sekarang tidak bisa Arka miliki. Tapi karena Arka adalah lelaki yang penyabar dan pantang menyerah, maka dia akan mengejar Bintang ke manapun gadis itu pergi. Walaupun sekarang ia tidak tahu di mana Bintang sekarang. "Lo ngusir gue?" tanya Arka balik. Emosinya mulai terpancing gara-gara pikiran buruk yang hinggap ke dalam otaknya. Ethan tertawa pelan, matanya menatap geli ke arah sahabat baiknya. "Mana berani gue ngusir pemilik saham terbesar kedua setelah Noah. Yang ada nanti gue dipecat." Arka diam tidak menanggapi celotehan Ethan yang bagaikan angin lalu di telinganya. Mata zamrudnya menatap ke sekeliling kafe. Tampak sangat ramai oleh pengunjung. Sepertinya tidak salah jika Noah memberi ide untuk membuka sebuah kafe. Awalnya semua orang menentang ide Noah yang terkadang suka nyeleneh. Tapi dengan gigih Noah meyakinkan semua orang kalau usaha yang dirintisnya akan sukses besar. Dan setelah mendapat izin dari masing-masing orangtua akhirnya Kafe Seven didirikan oleh ketujuh pria tampan yang berasal dari keempat keluarga berbeda. Dan booomm. Pada saat pembukaan Kafe Seven, semua orang berbondong-bondong mengunjungi Kafe Seven dan maraup untung yang begitu besar. "Heyyy, malah ngelamun? Kenapa gagal kencan sama Bintang?" tegur Ethan. Bukan hal yang rahasia lagi jika melihat Arka selalu mengejar-ngejar Bintang. Berusaha untuk mendapatkan hati saudara kembar Valen. Padahal jelas-jelas Bintang sudah menolak Arka berulang kali. Tapi bukan Arka namanya jika dia mudah menyerah. Ethan tersenyum kecil. Seseorang yang merasakan apa jatuh cinta, pasti akan mengalami kegilaan akut. Sama sepertinya saat mengejar Cloe Alexander dan akhirnya menikahinya satu tahun yang lalu. "Lo yang ngelamun." Arka balik menegur Ethan yang ikutan melamun sepertinya. Bedanya jika Arka mengenang masa lalu saat membangun Kafe Seven bersama sahabat-sahabatnya. Sementara Ethan sedang memikirkan persoalan tentang jatuh cinta yang terkadang tidak dimengertinya. "Gagal kencan sama Bintang?" "Ya," jawabnya seraya mengangkat kedua bahunya. "Tapi sepertinya Bintang lagi sibuk. Jadi dia nggak datang malam ini." Wajah Arka menekuk. "Padahal gue udah siap-siap, loh."   Ethan mendecih pelan lalu meneloyor kepala Arka. Wajahnya terlihat usil. "Masih banyak wanita di luar sana yang lebih baik dari Bintang, Al. Ngapain juga lo terus-terusan ngejar Bintang yang jelas-jelas nggak pernah mandang lo, malahan dia terus manfaatin lo saja." "Kalau gue bisa, sudah dari dulu gue pergi, Than." Wajah Arka berubah luyu. Senyuman kecil terukir di bibirnya. "Mungkin gue belum nemu cewek yang cocok sama gue kecuali Bintang." "Lalu, jika lo sudah ketemu sama cewek yang bisa rebut hati lo dari Bintang. Apa lo bakalan nyerah memperjuangkan Bintang?" Arka tidak bisa menjawab pertanyaan Ethan begitu saja, bagaimanapun juga pertanyaan yang diajukan oleh Ethan terlalu rumit untuk dijawab. Jika Arka telah menemukan gadis yang bisa membuatnya berpaling dari Bintang. Apakah dia akan meninggalkan Bintang? "Jodoh, dan mati itu rahasia Tuhan, Than. Gue nggak tahu ke depannya bakalan gimana. Tapi, jika benar gue ketemu sama cewek yang bisa buat gue nyerah memperjuangkan Bintang ...." Arka menelan salivanya ragu. "Maka cewek itu jodoh gue." Wajah luyu itu berubah menjadi senyuman jenaka. Ethan tertular dengan senyuman culas sahabatnya. Dia menepuk pundak Arka memberinya semangat, jujur saja Ethan menyukai jawaban Arka yang satu ini. "Ya sudah, gue doain aja. Semoga lo ketemu sama jodoh lo, jika memang ada. Tapi jika nggak ada, maka perjuangkan Bintang." Arka hanya mengangguk mengerti. Tak perlu dinasehatin juga, Arka mengerti dengan ucapan Ethan. *** Setelah berbicara banyak dengan Ethan. Arka memutuskan untuk benar-benar pulang ke rumah yang ditinggalinya selama enam tahun belakangan ini. Arka pulang dengan membawa banyak pertanyaan yang hinggap diotak jeniusnya. Dan yang paling utama adalah pertanyaan tiba-tiba Ethan yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehnya. Sesampainya di rumah Arka menghidupkan saklar lampu yang padam, lalu menyimpan sepatunya di rak sepatu yang terletak di samping tembok pintu. Suasana rumah terasa begitu sepi, sangat berbeda dengan ruangannnya yang cukup besar. Sangat tidak cocok untuk ditinggali oleh pemuda berusia 26 tahun seperti Arka. Tapi apa boleh buat, dari pada dia harus tinggal di rumah orang tuanya. Lebih baik Arka tinggal sendirian di sini. Kadang juga Noah selalu tidur di rumahnya jika sedang berada di Indonesia. Jadi Arka tidak terlalu merasa kesepian. Arka masih berdiri di samping rak sepatu. Iris zamrudnya menatap sebelah pasang flat shoes hitam lusuh yang ditemukannya dua minggu lalu tepat ketika Arka menghabiskan sorenya bersama Hariz di Kafe Seven untuk membicarakan kontrak kerja samanya. Ingatannya melayang ketika seorang gadis aneh menubruknya dengan wajah ketakutan yang terlihat jelas di mata cokelat kayunya. Arka masih menyimpan flat shoes itu sampai sekarang. Ia merasa jika ia akan bertemu lagi dengan gadis itu dan jika mereka benar-benar bertemu. Arka akan langsung memberikannya pada gadis aneh itu. Pasti sekarang gadis itu sedang mencari-cari pasangan flat shoesnya yang tak sengaja ditinggalkannya. "Apa ngelamun jadi hobi lo sekarang?" tanya sebuah suara, cukup mengagetkan Arka yang masih berada di depan pintu. Arka melangkah masuk ke dalam, mendapati seorang lelaki yang tak kalah tampan darinya sedang duduk di sofa seraya memakan cemilan kentangnya. Arka memicingkan matanya, kerutan di dahinya semakin dalam mengamati visual wajah lelaki yang tak diharapkan kehadirannya itu. "Ngapain lo malam-malam di sini?" tanya Arka sewot. Noah terkekeh pelan, menyodorkan bungkus besar cemilan yang dimakannya pada Arka. Tapi saudara angkatnya itu menolaknya membuat kekehan Noah semakin terdengar jelas. "Caelah, ceritanya lo ngusir gue, nih." Arka mendecih kesal. "Percuma gue ngusir lo, sampai kapanpun lo nggak bakalan pergi jika bukan kemauan lo sendiri. Buang-buang tenaga saja." Kali ini Noah tertawa lepas. Dia menertawakan keadaan Arka yang begitu menyedihkan. Noah tidak tertawa atas ejekan yang dilontarkan saudara angkatnya itu, tapi Noah menertawakan keadaan Arka yang sensi karena gagal kencan sama Bintang. Noah menertawakannya karena hal itu sudah terjadi berulang kali. Jari-jari di kedua tangannya pun tidak akan cukup untuk menghitungnya. "Haha, kenapa sih lo sensi banget? Arka, Arka. Sampai kapan lo mau dimanfaatin sama Bintang? Gue jadi kasihan lihatnya." Arka mendelik ke arah Noah, geram karena lelaki itu selalu membaca pikirannya dengan sesuka hati. "Noah, stop!! jangan baca pikiran gue," keluhnya kesal. "Heh, tanpa gue masuk ke dalam pikiran lo, gue udah tahu kali. Wajah kusut lo yang menunjukan semuanya." Dan dia lah Noah Aldric Kennedy atau Noah Aldric Orlando. Lelaki yang sudah Arka anggap sebagai saudara. Saudara Arka yang paling menyebalkan dengan tingkahnya yang aneh dan tak berotak. Tapi dibalik semua itu Noah adalah lelaki yang tampan dan jenius saking jeniusnya, dia bisa membaca pikiran setiap orang. Dan juga pernah tidak naik kelas waktu SMA. Jadi hati-hati saja, jangan sampai kalian membiarkan Noah mengetahui rahasia kalian. Karena Noah mempunyai kemampuan yang terkadang membuat orang-orang sebal. Dan maka itu juga Noah bekerja sebagai agen mata-mata swasta dengan kemampuan tingkat tinggi, begitu juga dengan bayarannya yang jauh di atas Arka. Padahal gaji Arka sebagai Direktur Keuangan sudah sangat besar. "Terserah lo gue nggak peduli, sudah ah. Gue mau mandi dulu, lo tidur di kamar biasa dan ..." Arka berbalik menatap Noah. "Malam ini nggak ada jatah makan malam. Jika lo lapar, lo masak saja sendiri." Mendengar pernyataan Arka. Noah merosot, wajahnya menunjukan protes ketidak setujuan atas pernyataan Arka yang tidak menguntungkan sama sekali. "Ya, ya, Arka. Jangan gitu dong, masakin, ya? Please ... Gue belum makan nih dari tadi pagi." Arka cuek menanggapi tingkah absurd Noah dan melanjutkan jalannya. "Siapa suruh lo nggak makan dari pagi." "Nggak ada yang suruh, tapi gue nggak ada waktu buat makan." "Lo bisa delivery 'kan. Telepon saja sana." Arka tidak mendengar protes ataupun sahutan dari Noah. Dengan penasaran Arka membalikan tubuhnya, dia tidak melihat Noah di tempat sebelumnya. Melainkan di dapur sedang memotong bahan-bahan makanan. Senyuman simpul tercetak di bibir Arka. "Bukan gue yang masak, gue hanya nyiapin bahan-bahannya. Lo yang masak semuanya. Oke!" ucap Noah mematahkan pujian yang sempat dilontarkan oleh Arka. "Terserah," sahut Arka tidak tahu apa yang harus dikatakannya pada Noah. Terlalu lelah menghadapi sikap kekanakan Noah. Setelah mandi dan berganti pakaian. Arka menghampiri Noah yang sudah siap dengan bahan-bahan makan malamnya. Lelaki itu menggelengkan kepalanya, tapi tak urung melakukan bagian tugasnya untuk memasak bahan makanan yang sudah disiapkan Noah. "Oh iya, Al. Tadi pas gue masuk, gue lihat ada flat shoes tapi tinggal sebelah. Itu milik siapa? Kenapa bisa ada di elo?" Arka mengalihkan perhatiannya dari tumis ayam ke arah Noah. Lalu kedua bahunya terangkat. "Menurut lo?" "Yang pasti itu bukan milik Bintang. Mana mau cewek manja itu pakai flat shoes lusuh kaya gitu." Arka diam membenarkan tanggapan Noah. Lalu perhatiannya kembali fokus pada masakannya. Perlahan Arka kembali bercerita tentang pertemuannya dengan cewek aneh beriris kayu itu. "Itu milik cewek yang nggak gue tahu namanya. Gue nemu flat shoes itu waktu gue balik dari kafe. Nggak sengaja gue nubruk seseorang, eh nggak tahunya flat shoesnya ketinggalan. Ya udah gue bawa aja, siapa tahu kalau kita ketemu lagi, gue bisa langsung balikin flat shoesnya." Noah menganggukkan kepalanya mendengarkan penuturan Arka yang cukup panjang hingga mampu membuatnya mengantuk. Tak perlu mendengar Arka bercerita. Karena Noah sudah tahu semuanya lewat apa yang sedang dipikirkan saudara angkatnya itu. "Gue rasa, setelah ini lo bakal ngalamin hal-hal yang nggak kepikiran loh," ucap Noah tampak ambigu. Arka menaikan alisnya dan terkekeh pelan dengan cekatan dia memindahkan tumis ayam itu dari wajan penggorengan ke piring yang sebelumnya sudah ditata oleh Noah. "Oh ya? Menurut lo apa gue bakal ketemu lagi sama tuh cewek." Noah mengangkat bahunya, memasukan potongan daging ayam ke dalam mulutnya dan menatap Arka serius. "Percaya deh sama gue! Setelah ini hidup lo bakalan berubah. Lo tahu 'kan cerita Cinderella sama pangerannya." Noah mulai bercerita tak jelas yang anehnya selalu ditanggapi serius oleh Arka. Arka menganggukkan kepalanya, begitu antusias dengan apa yang sedang dipikirkan Noah. "Sang Pangeran bertemu dengan Cinderella secara tidak sengaja. Lalu Pangeran mengundang warganya untuk ikut ke pesta guna menemukan gadis pujaannya. Eh ... tapi setelah ketemu Cinderella-nya pergi tapi sebelah sepatunya ketinggalan gara-gara takut ketahuan sama Pangeran." Arka mengerutkan keningnya tidak mengerti. "Lahh, hubungannya sama gue apa?" "Dasar stupid!" ujar Noah memutar bola matanya. "Menurut gue kisah lo itu sama kayak Cinderella. Lo 'kan nggak sengaja nabrak cewek lalu cewek itu ninggalin sebelah flat shoes-nya. Yang artinya, lo harus cari tuh cewek sampai dapat." Sepertinya pembicaraan Noah semakin kacau. Mana ada cerita Cinderella di tahun sekarang. Lagi pula hati Arka sudah terkunci untuk Bintang jadi mana mungkin hatinya berpaling dengan mudah hanya karena gadis aneh pemilik flat shoes itu. "Jangan anggap remeh kuasa Tuhan, Al. Tuhan mempunyai rencana rahasia untuk umatNya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD