PROLOG

425 Words
Hari itu, Nara yang baru berusia sepuluh tahun pertama kalinya diajak oleh ayah dan kakaknya hadir dalam sebuah pertemuan. Entah apa yang ayah dan kakaknya sedang rundingkan dengan dua lelaki lainnya yang terlihat sedikit lebih tua dari kakaknya. Kedua lelaki itu memakai topi fedora berwarna hitam dan setelan jas hitam rapih, begitu pula dengan lelaki lelaki lainnya yang menunggu diluar ruangan. Melihat gaya berpakaian orang orang itu, Nara langsung membandingkan dengan pakaian yang ia, ayah dan kakaknya kenakan. Mereka memakai pakaian yang terbuat dari kulit hewan, agak kuno, namun masih terlihat bagus dan cocok untuk orang orang dari Utara seperti mereka. Saat sedang asik membandingkan gaya berpakaian orang orang Utara dengan lawan bicara ayahnya, tiba tiba Alex, ayah Nara, memanggil Nara yang sedari tadi berdiri di sudut ruangan. "Kemarilah, Nak. Kau sudah cukup umur untuk ikut andil dalam bisnis ini." ucap Alex, sambil tersenyum kepada putrinya. Memenuhi panggilan ayahnya, Nara menghampiri meja perundingan tersebut. Tanpa rasa takut, Nara menatap mata kedua orang bertopi hitam di hadapannya. "Apa kau yakin akan melibatkan anak sekecil ini, Alex?" tanya salah satu orang bertopi, yang memiliki kumis. "Dia putri ku, dia juga seorang Northent, darah ku mengalir juga dalam dirinya. Sama seperti Aaron." balas Alex, dengan nada bangga sambil memegangi bahu Nara dari belakang. "Berapa usia mu, Anak manis?" tanya pria bertopi yang lainnya, kepada Nara. "Sepuluh." jawab Nara, dengan mantap. Mendengar jawaban Nara, kedua pria bertopi itu saling bertukar pandang. Terlihat raut keraguan dalam wajah mereka berdua. "Beritahu mereka, apa yang aku ajarkan kemarin, Nara." kata Aaron. Nara tersenyum mendengar kalimat kakaknya. Kemudian Nara langsung mengambil anak panah di dalam tas yang tergantung di punggungnya, lalu memasangkan anak panah itu ke busurnya. Ia mengarahkan busurnya ke pohon apel yang ada diluar jendela. Ia membidiknya dengan tenang lalu melepaskan anak panahnya keluar. Anak panah Nara melesat keluar dengan cepat, tapi tak terlihat ada satu pun buah apel yang terjatuh karena tembakan anak panah Nara. "Dia bahkan tak bisa memanah apel." bisik pria berkumis. "Aku tidak membidik apel." balas Nara, dengan nada dingin mendengar kalimat pelan itu. Dua detik kemudian seekor burung jatuh dari pohon apel tersebut dengan anak panah yang menancap tepat di mata burung itu. "Aku lebih suka makan daging daripada buah." lanjut Nara, ketika burung itu sudah tergeletak lemah di tanah. Aaron dan Alex tersenyum lebar mendengar ucapan Nara. Gadis itu memang selalu bisa membuat kejutan di setiap aksinya. "Baiklah kalau begitu, kami terima kesepakatannya." ucap pria yang diketahui adalah pemimpin dari kelompok Black Hat tersebut. "Good job, Sister." bisik Aaron, sambil mengusap usap pucuk kepala Nara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD