Sebuah Video

1077 Words
Malam itu adalah malam yang sangat berat bagi Nana. Uang memang tidak pernah datang dengan mudah menuju dompet lusuhnya. Entah kapan keberuntungan akan singgah di bahunya, karena selama ini hanya ada masalah dan kesialan menghantui tiap-tiap ia melangkah. Nana yang sudah kelelahan luar biasa, akhirnya jatuh sakit setelah jam kerjanya di bar tiba-tiba bertambah karena harus membantu mebereskan lokasi yang porak poranda akibat pertarungan antar gengster bodoh semalam. Ia bekerja hingga jam 5 pagi, ia tidak kuat lagi jika harus lanjut bekerja di supermarket. Jika dipaksakan, mungkin ia bisa mati besok. Sampai di kostan, Nana langsung melempar tasnya asal dan mengganti baju. Tanpa pikir panjang lagi ia tersungkur di atas kasur busa yang tergeletak di lantai tanpa sebuah ranjang. Suhu tubuhnya sangat tinggi, ia meriang dan menggigil. Meski perutnya sangat lapar, ia tidak sanggup lagi mencari makanan dan obat. Nana hidup sendiri, tidak ada yang mengurus gadis itu, atau bahkan hanya untuk sekedar menanyakan bagaimana kabarnya. Nana berpikir, bahkan jika ia mati di tempat ini.. Tidak akan ada yang tau. Nana terbangun dengan keringat membasahi seluruh tubuhnya. Ia tidak mau tau lagi bau badannya seperti apa, kepalanya serasa habis dihantam batu bata. Denyutan sakitnya bagai mengikuti irama detak jantungnya sendiri. Ia melihat jam yang menunjukan pukul dua siang dan perutnya sudah keroncongan hebat. Nana perlahan berdiri meski sempoyongan dan melangkah ke kamar mandi setelah berusaha mengumpulkan nyawa dan keseimbangan tubuhnya. Ia segera mandi dengan asal dan setelah selesai, langsung pergi ke warteg terdekat untuk mencari sesuap nasi. "Nasi pakai telur dadar ya, pak. Disiram kuah terong balado juga." Pinta Nana pada bapak pemilik warteg. "Delapan ribu, neng." Bapak itu memberikan kantong plastik hitam berisi nasi bungkus. Nana segera membuka dompetnya yang berisi beberapa lembar uang sepuluh ribuan. Ia mengambil salah satunya dan menyadari ada sebuah benda hitam kecil di dalam sana. Oya! ini kan memory card semalam. Ia baru teringat akan benda itu, namun segera tersadar dari lamunan dan lanjut membayar nasi bungkusnya karena bapak pemilik warteg sudah menunggu. Setelah sampai di rumah, Nana langsung mengambil piring dan memakan nasi bungkus itu tanpa sendok. Akhirnya perut Nana terhibur dan berhenti mengeluarkan suara geraman lapar. Ia minum obat demam yang dibeli di warung saat jalan pulang dari warteg tadi, lalu mengecek ponsel namun tidak ada tanda-tanda dari Tari. Nana sangat membutuhkan uang saat ini untuk membantu ekonomi panti dan membayar sewa kost bulan ini. Mau tidak mau, Nana harus menghubungi Tari duluan untuk menagih bayarannya. Setelah mengirim pesan, Nana baru teringat sesuatu. Ia mengambil sebuah dompet kulit abal-abal seharga lima puluh ribuannya dan mengambil memory card yang ia temukan semalam. 'Ini punya siapa ya? Kutanya ke semua orang, tidak ada yang tau. Lumayan juga sih.. selama ini kan aku hanya mengandalkan memory internal ponselku. Akhirnya.. Bisa punya memory card secara cuma-cuma. Lumayan untuk simpan-simpan lagu.' Pikir Nana senang, mengingat-ingat semalam ia kesana-kemari mencari pemilik memory card tersebut namun berakhir nihil karena tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Tanpa pikir panjang lagi, gadis itu langsung berniat mengklaim benda itu sebagai miliknya dengan anggapan itu adalah hadiah dari Tuhan atas penderitaan yang ia terima selama ini. Sekali-kali ia boleh beruntung menemukan benda bagus geratisan. Nana langsung memasangkan memory card itu ke dalam ponselnya dengan anggapan mungkin ada isi foto-foto pemilik sebelumnya. Jika ia mengenal orang itu, ia bersumpah tetap akan mengembalikan MC tersebut. Meskipun miskin, ia tidak akan mencuri. Setelah memory terpasang, Nana membongkar apa yang tersimpan di dalam sana dengan harapan menemukan beberapa foto. Tapi ia cukup terkejut karena tidak ada foto sama sekali. Hanya ada satu buah file video dan dokumen aplikasi dengan logo aneh seperti logo sebuah game. Nana suka bermain game. Di ponselnya ia memiliki game offline seperti virtual peternakan dan ular-ularan. Logo aplikasi tadi memancing keingintahuan Nana untuk membukanya, siapa tau benar itu adalah game yang cukup seru. Namun saat ia membuka aplikasi itu, tiba-tiba layar ponselnya berkedip beberapa kali sebelum kembali normal. Tidak ada file mau pun aplikasi apa pun yang terbuka. "Loh.. Bukan apa-apa? Sebenarnya ini aplikasi apa, sih?" Gumamnya sendiri. Mungkin logo itu adalah sampah file dari aplikasi lain yang tidak ia mengerti. Nana menggidikan bahu dan beralih pada file lainnya. 'Hanya satu video? Video apa ya?' Pikirnya. Dengan penasaran, Nana memutar video tersebut. Dahinya mengkerut, diawal video tersebut menampilkan kesan yang aneh. Sepertiya video itu diambil secara diam-diam dari kamera yang diletakan dengan tersembunyi di dalam kantung baju si perekam. Ia seperti sedang berada di dalam sebuah kamar. Terdengar suara beberapa pria sedang mengobrol samar entah tentang apa. "Kau yang bilang tanah itu sebagai jaminan. Jadi omonganmu tidak bisa dipegang?" Suara seorang pria terdengar jelas, karena ia berbicara dengan nada tinggi. Terlihat seorang pria berkemeja biru donker masuk ke dalam tangkapan layar kamera. Ia menghadap ke sebuah ranjang yang hanya tertangkap sisi ekornya saja. Pria itu terlihat ketakutan dengan posisi tubuh sedikit membungkuk lemah. "I.. Iya. Kumohon beri waktu lagi. Aku sedang membujuk Papaku untuk memberikan surat tanahnya. Tidak kusangka ia tiba-tiba menolak, biasanya ia pasti memberikan apa pun yang kuminta.." Jawab pria itu. "Bulshit!! Kau tidak berdaya tapi berlagak sok jagoan di awal. Harusnya aku mendengarkan kata Remi, tidak perlu percaya pada omonganmu! Sekarang kau hubungi ayahmu dan ancam dia. Bilang kalau dia tidak memberikan tanah itu, kau akan bunuh diri." Perintah laki-laki yang sepertinya berada di atas kasur dan tidak tersorot kamera. "Ta.. Tapi.." Bugghh!! Sebuah bantal dilempar dengan keras ke wajah pria malang itu untuk memotong ucapannya. Ia masih berdiri kaku di sana dan mengambil ponsel dari saku celananya dengan tangan gemetar. Ia terlihat mengetik sesuatu dan menempelkan ponsel itu ke telinganya. "Loudspeaker." Ucap si pria yang berada di atas kasur tadi dan langsung dituruti oleh pria berkemeja biru. Nada sambung terdengar beberapa kali sebelum seseorang mengangkat telpon itu. "Ya?" Suara berat dan dalam, khas seorang bapak-bapak terdengar jelas. "P.. Pa! Surat tanahnya. A.. Aku butuh sekarang." Ucap pria itu berusaha tegas. Hening dari sebrang sejenak "Hendra, kalau kau bahas lagi tentang tanah itu, papa akan mengirimmu ke Jerman. Mengerti kau?!" "Itu hanya beberapa hektar, Pa! Hendra butuh, ada keperluan mendesak! Tolonglah, Pa! Aku janji ini permintaanku yang terakhir kali." "Ya.. Memang kau selalu bilang seperti itu, kan? Sudah berapa ratus kali kau bilang kata 'terakhir kalinya' tapi tetap saja melakukan masalah." Pria yang kelihatannya bernama Hendra itu menatap beberapa detik ke arah kasur di depannya. Lalu ia kembali fokus pada ponsel yang ia pegang. "Kalau papa tidak memberikan tanahnya, aku akan bunuh diri!" --- Hai teman2.. tolong komen jika cerita ini cocok dilanjutkan disini yah.. trimakasihh.. hehehe
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD