Hadiah Dari Tuhan?

1072 Words
Di sebrang kembali hening. Namun secercah tawa kecil dengan nada berat menyeruak dari sana. Sang ayah terkekeh, berpikir putra kekanak-kanakannya tengah mengancam dengan cara anak balita. Bunuh diri? Anak penakut seperti dia mana berani melakukan itu. "Ya.. Terserah kau saja." Sahut pria itu asal. "Papa! Benar-benar mau melihatku mati, ya?!" Putranya menggelegar. "Papa mau melihatmu dewasa, nak. Memangnya kau mau menggunakan surat tanah itu untuk apa? Kau tau tanah-tanah itu berkaitan dengan pemerintah. Papa tidak mungkin memberikannya padamu. Harusnya kau mengerti. Kau sudah umur 22 tahun. Tolonglah nak.. Berhenti bersikap kekanakan." "Sudahlah! Papa banyak kerjaan. Intinya, mulai detik ini papa tidak mau memanjakanmu lagi. Permintaanmu makin lama makin diluar nalar! Dapatkan apa yang kau inginkan dengan usahamu sendiri!" Lanjut sang ayah sebelum menutup telepon. Tidak harus menunggu lama, untuk pria di atas kasur tadi dengan cepat dan kasar menghampiri pria bernama Hendra itu dan menarik kerah kemejanya kasar. Pria tersebut memiliku rambut cepak, bertelanjang d**a dan tubuhnya dipenuhi tato hingga ke leher. Ia juga terlihat kuat dari tubuhnya yang tinggi besar disertai otot-otot terlatih. "Lalu kau bisa apa sekarang?! Bagaimana dengan uangku?!" Ia berteriak tepat di wajah Hendra. Entah ia sudah sikat gigi atau belum. "Be.. Beri aku waktu. Kau bisa melakukannya, kan? Kau juga tidak kekurangan uang.." Jawabnya terbata dengan bodohnya. Memang ia pikir sedang berhadapan dengan siapa? Detik itu juga ia langsung dihadiahi sebuah tinju tepat di wajahnya hingga ia langsung jatuh terjengkang. Kamera langsung bergoyang tanda si perekam bereaksi atas kejadian itu. Namun tampaknya tidak ada satu pun orang yang berani melerai mereka atau pun membuka suara sedikit pun. "Sialan kau! b******k! Kau kira aku sudih memberikan waktu pada bocah sepertimu, hah?! Dari awal kau sudah bertingkah sombong, padahal kau hanya berlindung dibawah ketiak papamu!" Nampaknya omongan pria cepak itu melukai harga diri Hendra hingga emosinya terpancing. Ia langsung berdiri bertatap muka denganya. "Kau juga sama! Kau juga berlindung dibawah ketiak ayahmu yang kaya! Bedanya kau adalah anak haram!" Buakhh!! Sebuah tinju kembali melayang di ulu hatinya. Kali ini, tinju itu diberikan berkali-kali. Pria cepak itu nampak sangat teramat marah. Ia mencari sesuatu di atas ranjang dan langsung menemukannya, sebuah ikat pinggang. Hendra yang masih terhuyung tidak sanggup menghindari sosok pria besar yang langsung meninju wajahnya lagi hingga ia kembali tersungkur di lantai. "Bos!!" Dua orang pria menghampiri, namun mereka tidak berani menyentuh kedua orang itu sama sekali, hanya berdiri memeperhatikan karena takut pada bos mereka. Si perekam juga tampak berdiri, mulai melangkah mendekat namun tidak bersuara apa lagi melerai. Pria cepak itu menatap mereka satu persatu dengan wajah teramat beringas. "Jangan menghalangiku! Atau kubuat kepala kalian bolong sekarang juga!" Dengan gerakan bagai orang kesetanan, ia langsung melilitkan ikat pinggang tadi ke leher Hendra yang memiliki postur tubuh jauh lebih kecil darinya, sambil menduduki badanya dengan lutut menekan diantara d**a dan perutnya. Ia menarik kepala dan ekor ikat pinggang itu dengan kuat, mencekik leger Hendra. Pria itu meronta namun tidak berdaya sama sekali. Wajahnya memerah dan urat bermunculan jelas di leher dan keningnya hingga wajahnya terlihat bengap. Tidak lebih dari lima menit, rontaan Hendra kian melemah hingga akhirnya berhenti sama sekali. Kedua matanya masih terbuka disaat tubuhnya tidak lagi bergerak. Ia meninggal. Pria cepak itu membunuhnya. Tidak ada yang berkutik. Kamera tetap menyorot sosok Hendra yang masih membuka mata, menatap kosong pada langit-langit. Ia sudah tidak bernyawa, pria cepak itu bangkit dengan nafas menggebu-gebu. "K.. Kau membunuhnya?!!" Teriak seorang wanita. Kamera berputar ke arah ranjang. Ternyata ada seorang wanita yang sepertinya tanpa busana, duduk di atas ranjang tersebut sambil menutupi tubuhnya dengan selimut. Raut mimiknya terkejut bercampur takut dengan mata terbelalak. Wajahnya tidak asing bagi Nana.. Kalau diingat-ingat, ia adalah seorang aktris tanah air yang cukup terkenal. "Diam! Kau mau mati?!" Bentak si cepak, langsung membuat wanita itu diam seribu bahasa. "Tidak ada orang luar yang boleh tau tentang kejadian ini." Ujarnya. Lalu ia menunjuk ke salah satu pria yang berdiri di dekatnya. "Sam! Ambil mayatnya, buat seakan-akan ia bunuh diri. Dengar kalian semua! Siapa pun.. Siapa pun orang luar yang tau tentang hal ini akan aku bunuh! Jaga mulut kalian!" Setelah berteriak-teriak, ia melangkah pergi ke pintu lain yang seperinya adalah kamar mandi. Tidak lama video itu akhirnya selesai, meninggalkan sesosok gadis kumal dengan rambut acak-acakan yang ternganga atas apa yang baru saja ia tonton. Adegan pembunuhan yang terlihat sungguh nyata. Jantungnya berdebar keras karena terkejut, ia jelas menghawatirkan keselamatan hidupnya. "Tidak mungkin.. Ini pasti film. Ya, benar. Pasti hanya film. Toh ada akrtisnya juga." Gumam Nana menenangkan diri. "Tapi film apa?" Tambahnya. Ia segera membuka internet dan mengetik nama artis tersebut "Vanesa Brelin". Setelah loading cukup lama akibat kartu dan paket yang ia gunakan adalah produk murahan, akhirnya muncul biografi wanita cantik berdarah campuran Indonesia Jerman dengan tubuh sexy itu. Nana segera mencari daftar film yang pernah ia bintangi, tapi tidak ada tanda-tanda kemiripan dengan adegan pembunuhan di video. Saat hendak menutup browser, bermunculan sorotan iklan artikel berita-berita yang sedang hangat dan heboh di bagian atas laman. Sebuah artikel menarik perhatian Nana karena judulnya yang terlihat mencurigakan. "Hendra Gustastyo, putra tunggal wakil DPRD Sumatera meninggal bunuh diri." "Hahhhh?!!!" Pekik Nana sembari membuka berita itu dan membacanya dengan seksama. Ia lebih ingin memastikan bahwa berita itu berasal dari sumber yang benar dan serius. Sialnya berita tersebut 100 persen benar adanya. Namun di sana disebutkan bahwa Hendra meninggal dengan cara menggantung dirinya sendiri di sebuah jembatan sepi yang melintasi sungai besar dan deras di sebuah desa. Mayatnya sendiri ditemukan hanyut membengkak di hilir sungai tersebut dengan cedera leher parah setelah ia dinyatakan hilang selama lima hari. Nana memang tidak pernah membaca berita selama ini. Ia tidak perduli bagaimana keadaan dunia dan sekitarnya. Yang ia perdulikan hanyalah bagaimana ia bisa melangsungkan hidup dan mendapatkan banyak uang agar panti asuhan tempatnya tinggal dulu bisa tetap berdiri. Ini adalah pertama kalinya ia menghabiskan kuota internet selain untuk membalas pesan chat atau mencari lowongan kerja. Ia merenung dengan ponsel masih di dalam genggaman. Kalau dicerna dengan baik, bisa dibilang saat ini hidupnya terancam dan riwayatnya sudah tamat. Entah siapa pemilik memory card ini, pasti orang itu berhubungan dengan mereka. Ternyata benda ini bukanlah hadiah dari Tuhan, melainkan masalah baru yang Tuhan berikan untuknya. Drttttt.... Drttttt... Getaran ponsel menyadarkan Nana dari lamunan. Ada telpon masuk dari nomor tidak dikenal. Tanpa pikir panjang, karena tidak pernah berpengalaman dan kurang wawasan, Nana langsung mengangkat telpon itu. "Ya, halo?" "Jadi kau yang mencuri memory cardnya? Katakan siapa kau! Apa mau mu?!" Jajal seorang pria dari ujung telpon.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD