Pencarian

1032 Words
Sinar mentari menerobos masuk dari celah gorden abu gelap besar yang terjuntai hingga ke lantai dan menutupi sebuah kaca jendela yang terbentang di sepanjang dinding. Cahaya terang itu mengganggu sepasang mata tajam yang sedang terpejam, membuat alis tebalnya mengkerut karena merasakan silau. Sudah pukul sembilan pagi dan Frans masih tertidur, bebeda dari biasanya ia selalu bangun pagi-pagi sekitar jam 6 untuk berangkat ke kantor. Jelas ia kelelahan setelah pertarungan sengit semalam. Pria itu turun dari ranjang dengan hanya mengenakan celana boxer dengan panjang sedikit diatas lutut, yang adalah kostum tidurnya sehari-hari. Ia melangkah menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya dengan air dingin. Sampai di wastafel, Frans menatap cermin sebelum mulai mencuci wajahnya. Sebuah lebam kebiruan samar terbentuk di rahang kiri dan beberapa di pundaknya. Namun pemandangan itu sangat lumrah baginya, ia pernah mendapatkan luka jauh lebih parah dari ini. Itulah kehidupan gengster, ia sudah terbiasa. Setelah selesai, ia keluar dari dalam kamar dan mendapati Tora sudah duduk di sofa kulit hitam panjang di ruang tamu. Ia tau pria itu pasti sudah ada disana untuk menunggu dirinya bangun dan membuka hata karun mereka yang sempat hilang dicuri oleh k*****t tua yang tidak punya harga diri itu. "Selamat pagi." Tora mengeluarkan benda kecil dari saku celananya dan meletakannya di atas meja kaca yang terletak di depan sofa. Frans tersenyum dengan duduk di sofa single yang terletak di sisi lain tempat Tora duduk. Ia meraih kotak hitam tersebut dan membukanya dengan sangat mudah. Ya.. terlalu mudah untuk dibuka hingga ia tidak heran memory card di dalamnya sudah menghilang. Raib entah kemana. "Memory cardnya tidak ada." Frans berucap datar. Masalah apa lagi ini? "Apa?" Tora menyondongkan tubuhnya, tidak yakin dengan apa yang ia dengar. "Apa terjatuh disakumu?" Tora langsung memeriksa semua saku yang ada di baju dan celananya, namun tidak ada apa-apa selain dompet, ponsel, dan kunci mobil. Ia menatap Frans dengan nanar, jujur perasaan takut sedikit menggelitik dadanya. Ia pernah melihat Frans mengamuk satu kali dan tidak ingin melihat kejadian mengerikan yang sama. Meskipun ia tau bosnya tidak mungkin mengamuk semudah itu seperti dulu, tapi perasaan takut tersebut bagai sudah tertanam dan berakar di dalam jantungnya. Frans menghela nafas panjang seraya menghempas gusar punggungnya untuk bersandar. Susah payah ia merebut benda terkutuk itu semalam, lalu itu hilang lagi. "Maafkan aku bos. Akan kucari, pasti aku cari hingga ketemu." "Benda sekecil itu. Menurutmu bagaimana mencarinya? Sudah kemana saja kau melangkah sejak terakhir kita melihat benda sial itu? Dengan siapa saja ka..." Frans mengehentikan kalimatnya. Ada sesuatu yang terlintas di dalam kepalanya yang merupakan kejadian tidak penting yang terjadi semalam. Ia menatap Tora dengan tajam, layaknya Tora juga menatapnya seakan tau apa yang bosnya itu pikirkan. Kejadian itu juga terlintas dalam pikirannya. "Waiters club!" Ujar mereka bersamaan. *** Dalam alunan musik jazz yang merdu, seorang wanita bertubuh sexy dengan kulit eksotis kecoklatan tengah mengelap gelas-gelas wine dan menyusunnya ke atas rak marmer yang berdiri indah dibalik meja bar. Hari memang masih siang, manager menyuruh setengah pegawai shift malam agar datang membantu ke shift pagi untuk membereskan banyak hal yang masih berantakan. Semalam sempat terjadi kekacauan di tempat ini, namun hal itu tidak menghentikan mereka untuk menghibur jiwa-jiwa malam yang haus akan kesenangan. Karena itu pelayanan dan estetika tempat nista itu harus tetap berada dalam performa terbaik. "Maaf pak, clubnya belum buka." Seru salah satu pelayan pria yang tengah mengepel lantai marmer berwarna hitam dengan corak abstrak kepada dua pria tinggi yang tiba-tiba masuk seenak mereka. Kedua pria itu tidak menghiraukan. Mereka terus melangkah menghampiri pelayan wanita yang berdiri di balik meja bar. Jika diperhatikan dengan teliti, matanya yang tajam terlihat sedikit sembab namun berhasil ditutupi dengan baik oleh make-up. "Permisi, aku ingin bertemu dengan manager tempat ini." Kata pria berambut hitam dengan tubuh berbalut jas hitam yang tidak dikancing. Wanita itu mengerutkan dahi "Maaf pak. Ada keperluan apa ya? Nama anda siapa? Apakah sudah buat janji?" "Katakan padanya, Tora dari Vargnatt ingin bertemu. Tanpa tau apa keperluannya ia pasti langsung menghampiri kami." Wanita itu tampak sedikit ragu namun tetap meraih telepon kabel dari kolong meja bar. Ia memencet tombol nomor 1 yang adalah line langsung ke ruang manager dan mengatakan persis seperti yang pria bernama Tora itu sampaikan. Memang ia tidak boleh begitu saja mempercayai omongan orang lain, namun inilah lingkungan tempat ia bekerja. Seakan norma di luar sana berbeda dan tidak berlaku di tempat ini. Melihat cara berpakaian dan tingkal laku mereka, wanita itu bisa menembak betapa berbahayanya orang-orang ini. Tidak lama seorang pria yang tubuh agak gemuknya berbalut jas krem dengan dalaman kaos keluar dari balik pintu hitam bertuliskan 'staff only' ia tersenyum lebar dan terburu-buru melangkah menghampiri mereka dengan sopan. Saat itu juga pelayan wanita tadi mempercayai omongan para pria tampan itu. "Selamat sore, pak Tora.." Salamnya, kemudian terkejut melihat siapa yang berdiri tenang di belakang tubuh besar Tora. "Pak Earvin! Selamat datang! Mohon maaf jika ada pelayan kami yang kurang ajar. Mereka tidak tau club ini harus melayani anda 24jam." Jelas manager club itu cepat sambil terbungkuk-bukuk. Lebih baik ia membungkuk sekarang dari pada tulang belakangnya patah di kemudian hari. "Hey kau! Siapkan minuman eksklusif kita untuk pak Earvin dan pak Tora! Cepat!" Brian menunjuk pelayan wanita yang berada di balik bar tadi. "Tidak apa, Brian. Sebenarnya aku kesini bukan untuk minum. Ada beberapa hal penting yang ingin aku tanyakan padamu." "Silahkan, pak Earvin. Saya pasti jawab dan siap membantu dengan senang hati." "Kami ingin tau, waiters wanitamu yang tingginya sekitar 160cm dan badannya agak kurus. Kami ada keperluan dengannya." Jelas Tora. Brian tediam sejenak, ia menggaruk punuknya yang tidak gatal sama sekali. "Kira-kira ada ciri-ciri lainnya, pak? Karna ada beberapa pegawai wanita kami yang seperti itu." "Aku tidak punya banyak waktu. Bawa semua karyawanmu dan jejerkan disini. Aku masih ingat wajah wanita itu." Perintah Frans langsung dilaksanakan oleh Brian tanpa bertanya. Semua pegawai wanita yang ada, ia jejerkan di hadapan dua pria tinggi itu. Mereka memperhatiakan dengan seksama para wanita tersebut namun tidak menemukan wajah yang mereka cari. "Tidak ada orang yang kami cari. Apa ini sudah seluruh pegawaimu?" Tanya Tora. Brian mulai berkeringat dingin. Sebenarnya siapa pegawainya yang berani berurusan dengan Pak Earvin? Siapapun wanita itu, ia berada dalam masalah besar dan Brian tidak mau dirinya ikut terseret masuk ke neraka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD