Hari pertama bekerja

1025 Words
Tamara menarik lalu membuang napasnya untuk menutup meditasinya pagi ini. "Terima kasih, Tuhan, terima kasih semesta!" Wanita itu bersyukur dengan ceria, lalu dia beranjak dari tempat tidurnya dan menuju ke kamar mandi. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja pada Gabriel, pria yang akan dia jadikan sebagai muse untuk tokoh novelnya. Kali ini Tamara ingin menulis sebuah cerita bukan hanya sekedar imajinasinya saja. Dia ingin memasukan sosok nyata di dalam ceritanya. Tamara mengusap lotion ke seluruh tubuhnya dengan aroma Lavender, lalu dua mengenakan pakaian dalamnya yang paling bagus, karena dia pernah membaca di majalah fashion tempat sahabatnya bekerja, bahwa pakaian dalan yang nyaman dan seksi akan membantu meningkatkan rasa percaya diri. Dan Tamara memerlukan rasa percaya diri yang tinggi menghadapi seorang Gabriel Soematri. Wanita itu mengenakan celana panjang berwarna hitam dan dipadu dengan blouse berkerah keluaran salah satu desainer favoritnya. Tamara mengoleskan alas bedak dengan warna natural di pipinya yang halus, setelah itu dia memakai peralatan make up lainnya. Tamara menyisir rambutnya yang panjang hampir mencapai punggung. Tamara memperhatikan penampilannya dan setelah tidak ada yang yang kurang menurutnya, dia meraih tasnya dan keluar dari kamar. Wanita itu pergi ke dapur, memasukkan makanan ke dalam microwave dan membuat kopi sambil menunggu makanan hangat. Dia tinggal di apartemen sendirian. Tamara menyukai kesendiriannya. Dia memang memerlukan suasana yang sepi jika sedang menulis. Keluarganya hanyalah Josephine sahabatnya itu dan keluarga sahabatnya itu. Tamara duduk sambil menikmati kopi dan juga bubur yang baru saja dia panaskan. Wanita itu mulai merenung sambil menikmati makannya dan berpikir bagaimana kira-kira respon rekan kerjanya di bengkel milik Gabriel. Tamara menggeleng dan membuang semua pikiran negatif, prasangka dan asumsi negatif yang hanya akan memberikan energi negatif juga dan hanya akan merugikan dirinya sendiri. Dia pun mencuci mangkok dan gelasnya, lalu mengeringkan tangannya dan mengambil tas yang tadi dia letakkan di atas meja makan. Tamara keluar dari apartemennya, dan menuju parkiran, dia berjalan ke arah mobilnya, tentu saja dia tidak akan memakai mobilnya ke bengkel milik Gabriel. Dia memakai mobil hingga ke stasiun kereta, lalu menitipkan mobilnya di sana. Di dalam kereta yang bergerak cepat, dipenuhi oleh banyak manusia yang mengejar sampai berkumpul dengan teman dan keluarga adalah hal yang sulit dengan alasan kesibukan. Tamara mengambil buku catatan kecil dari dalam tasnya dan menulis sesuatu seperti ide, atau inspirasi yang tiba-tiba datang di mana pun dia berada. Begitu sampai di stasiun tujuan, Tamara keluar dari kereta dan berjalan sekitar sspuluh menit dari stasiun menuju bengkel. "Selamat pagi, Pak Bayu," sapa Tamara kepada penjaga bengkel yang sedang duduk sambil menghisap rokoknya. Pak Bayu langsung meletakkan rokoknya di asbak dan membalas sapaan Tamara. "Selamat pagi juga, Mbak Rossa. Cepat sekali Mbak, sudah datang." Tamara yang awalnya bingung ketika dirinya dipanggil Rossa oleh Pak Bayu, sampai akhirnya dia sadar kalau dia memakai nama samaran yaitu Rossa selama bekerja di bengkel tersebut. "Aku lebih suka menunggu, Pak, ini kan hari pertama kerja jadi aku nggak mau tak disiplin pada hari pertama kerja," sahut Tamara sambil tersenyum. Pak Bayu mengangguk. "Kalau gitu, duduk dulu, Mbak, sambil menunggu Tio membuka kantor dan bengkel. Tamara pun duduk di kursi plastik warna biru sambil menunggu orang bernama Tio yang akan membuka kantor. Keduanya pun mengobrol, Tamara menolak dengan sopan ketika pak Bayu menawarkan kopi instan untuknya. Pak Bayu pun bercerita soal kelurganya yang dia tinggalkan di Bayuwangi dan mencari pekerjaan ke Jakarta yang awalnya dia terlunta-lunta di ibukota itu. "Untung ada mas Gabriel yang menolong saya, Mbak. Saya sudah hampir mati kelaparan di pinggiran jalan dan mas Gabriel tiba-tiba muncul di depan saya dan membawakan makanan dan teh hangat. Se umur hidup, saya tidak akan lupa saya kejadian hari itu. "Mas Gabriel menemani saya yang makan dengan lahap karena kelaparan. Begitu saya selesai makan, Mas Gabe tanya saya banyak hal." Tiba-tiba pak Bayu tertawa. Dia menatap Tamara dengan sungkan. Pak Bayu tak ingin dianggap oleh gadis cantik yang ada di hadapannya itu, "Maaf, Mbak, saya ketawa karena ingat malam itu, karena saya ketakutan begitu ditanyai banyak oleh mas Gabe. Saya takut sekali waktu itu, Mbak." Tamara menganguk paham. "Lalu mas Gabe menawarkan pekerjaan sebagai tukang sapu dan bersih-bersih. Saya senang Mbak, dan langsung saya terima. Intinya, mas Gabe itu sangat baik dan murah hati dibalik tubuhnya yang besar tubuhnya yang besar dan rambut panjang." Keduanya tertawa. "Sekarang Bapak jadi penjaga bengkel?" Pak Bayu mengangguk. "Benar, Mbak. Penjaga sebelumnya mengundurkan diri. Tapi ada satu orang lagi teman tukaran shift. Kalau kata mas Gabe karena dia percaya pada saya, jadi saya dijadikan di bagian ini, Mbak." Tamara kembali mengangguk. "Sudah berapa lama kerja di sini, Pak Bayu?" "Sudah lima tahun, Mbak. Lima tahun lalu bengkel ini juga baru berdiri Mbak Tamara. Awalnya ini hanya bengkel kecil dam berapa kali jatuh bangun, tetapi mas Gabe nggak menyerah dan lihatlah Sekarang, Mbak. Bengkel ini adalah bengkel paling besar di Jakarta dan paling terkenal," ucap Pak Bayu bangga. Tamara kembali mengangguk sambil tersenyum. Dia memperhatikan pak Bayu, dan Tamara sekarang langsung mendapatkan satu orang informan yang kenal dekat dengan Gabriel. "Pak Gabriel itu sudah menikah, Pak?" Pak Bayu menggeleng. "Belum dan nggak pernah bawa cewek ke sini, Mbak. Soal pacar, kami belum pernah melihat mas Gabriel membawa cewek ke sini ataupun ke acara-acara yang diadakan oleh bengkel." "Semoga Pak Gabriel menyukai cara aku bekerja ya, Pak?" "Sama mas Gabriel nggak susah, Mbak. Yang penting disiplin, seperti Mbak sekarang yang cepat datang, dia sangat suka. Dia katanya menyukai orang yang menghargai waktu. Lalu kejujuran. Mas Gabe paling benci sama orang yang suka bohong." Tiba-tiba Tamara menelan ludahnya dengan susah payah, seperti merasa ditegur. "Mas Gabe itu paling nggak suka sama orang yang suka berbohong. Kalau bikin salah lebih baik mengaku. Palingan kena marah sebentar, habis itu akan kembali baik," kata Pak Bayu menjelaskan. Tamara kembali mengangguk. Sedikit demi sedikt dia tahu karakter pria itu. "Soal anak-anak yang kerja di sini, semuanya baik, Mbak. Saya yakin, kalau Mbak Rossa akan betah di sini." "Iya, Pak." Tidak lama kemudian, orang bernama Tio pun muncul dengan membawa sepeda motor besar dan langsung menuju parkiran khusus pekerja yang terletak di samping pos penjaga. Tio turun dari motor besarnya, tubuhnya yang tinggi mengenakan jaket kulit dan celana Jeans usang tapi sangat bersih. Pria itu menatap Tamara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD