BAB 2 : Paman Gigolo

2521 Words
Arabelle  keluar dari mobilnya dengan gelisah, suasana rumahnya terlihat sangat sepi. Dia sangat berharap Nicholas sudah pergi untuk urusan bekerja karena biasanya ayahnya tidak pernah lama berada di rumah. “Nona” Liana menyambut kedatangannya di luar, terlihat jelas ada ketakutan di ekspresi wajahnya ketika Arabelle datang. “Tuan menunggu Anda di dalam.” Arabelle menarik napasnya dalam-dalam, “Aku mau menginap di rumah Nerissa” putusnya kembali membalikan badan. “Nona” Liana menahan tangannya dan mengusap lembut, “Sebaiknya Anda masuk. Jangan meninggalkan masalah, ini akan membuat nyonya Kate semakin menindas Anda.” “Kau benar. Kenapa aku harus takut di rumahku sendiri” ucap Arabelle dengan dagu terangkat angkuh, “Darahku mengalir nama Giedon!, aku terlahir dengan keberanian dan harga diri yang tinggi.” Liana tersenyum sedih melihat Arabelle yang langsung percaya diri memasuki rumah dengan berani, kepolosannya terlalu mudah membuat dirinya di manfaatkan. “Kenapa baru pulang?” Nicholas sudah duduk di kursi ruang tamu, tatapannya menajam mengintimidasi Arabelle yang baru datang. “Kau puas sudah membuat ulah lagi?” “Aku minta maaf Ayah. Aku ketiduran di jalan, aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.” Aku Arabelle dengan penuh tanggung jawab. Nicholas beranjak dan melewati Kate yang duduk dengan Mina, kedua wanita itu tersenyum puas melihat kemarahan Nicholas karena kebodohan anaknya. “Aku akan bic_” PLAK Satu tamparan keras di pipi Arabelle berhasil membuat gadis itu berhenti bicara. Ara mengusap pipinya yang terasa panas dan perih, “Ayahh..” panggilnya gemetar ketakutan melihat bagaimana tatapan jijik yang di berikan Nicholas  padanya. “Berterimkasihlah pada Mina, dia yang menyelamatkan nama baikmu.” “Ayahh.. sudahlah” Mina tersenyum lembut memeluk lengan Nicholas dan menyerigai jahat pada Arabelle, “Ara masih anak-anak, jangan kasar padanya. Tuan Raefal  tidak marah, dia memberikan perhiasan padaku untuk permulaan kedekatan keluarga kita. Itu artinya dia tidak marah.” Arabelle tertawa keras dengan tangan terkepal menertawakan keironisan nasibnya, “Baguslah kalau begitu. Kau bisa menggantikan aku untuk menikah” “Ara! Jaga sikap kamu!.” Teriak Nicholas naik pitam, “Sampai kapan kau akan seperti ini dan meninggalkan tanggung jawabmu!.” “Tanggung jawab apa?” air mata Arabelle terjatuh. Kemarahan Nicholas menyusut seketika berubah menjadi penyesalan, “Besok pergilah ke rumah keluarga Levine, minta maaflah kepada mereka.” Putusnya seraya menepis pelukan Mina dan berbalik pergi, tangannnya gemetar di penuhi rasa penyesalan atas perlakuan kasarnya pada Arabelle. “Aku akan pergi meminta maaf, jika Ayah minta maaf dulu padaku” jawab Arabelle menantang. Nicholas berdiri di anak tangga dan membalikan badannya, “Ayah minta maaf Ara. Pernikahan kalian akan tetap berjalan, jadi jaga sikapmu.” “Bagaimana jika aku memiliki kekasih?” Nicholas tersenyum meremehkan, dia tahu tidak ada satupun pria yang berani mendekati puterinya. “Bawa padaku, apa dia bisa melebihi calon suamimu” jawabnya memutuskan pembicaraan dan segera pergi hingga menyisakan Arabelle, dan kedua wanita yang paling tidak di sukainya. “Tidak tahu malu. Gadis tidak berguna sepertimu, siapa yang mau?” hina Mina dengan senyuman meremehkannya. “Kau benar. Jadi, jangan berhenti menggoda semua pria yang dekat denganku, jadi aku bisa tahu kumpulan b******n dan pelacur.” Hina balik Arabelle  dengan senyuman sombongnya, Arabelle membalikan tubuhnya kembali keluar rumah. *** “b******n, nenek sihir itu telah mengadu dombamu” geram Nerissa mengamuk marah, matanya berkaca-kaca mengusap pipi Arabelle yang merah. “Hikss..” Nerissa menangis memeluk Arabelle. “Aku tidak bisa menolongmu, Daddy tidak mau ikut campur.” “Tenanglah, aku sedang memikirkan jalan keluarnya. Menjauhlah, kau ingusan” Arabelle mendorong kepala Nerissa untuk segera melepaskan pelukannya, “Ke mana Endrea?.” Nerissa mengusap air matanya dengan punggung tangan, “Hikss..” Nerissa sesegukan dan mengusap hidungnya yang berair “Kenan menahannya.” “Kakakmu b******k” umpat Arabelle mengambil sebotol anggur dan menegaknya langsung untuk menyalurkan kekesalannya. “Di antara kita bertiga, hanya Endrea yang otaknya normal.” “Ayahmu sudah semena-mena. Kita masih sangat muda, mengapa pikirannya sangat kuno” “Kau benar, sepertinya Ayah sudah bosan mengurusku.” Arabelle menegak anggurnya lagi, “Dia malu memiliki anak sepertiku. Dia tidak percaya jika suatu saat nanti aka nada pria yang mencintaiku.” “Ara, bagaimana jika kau menyewa pacar bohongan?. Bukankah ini ide yang sangat bagus, atau kau hamil, perjodohanmu benar-benar akan batal.” Arabelle meneguk anggurnya lagi hingga habis, gadis itu meletakan botolnya kembali ke meja dengan wajah yang sudah memerah mulai mabuk, “Jika aku hamil, siapa yang akan mengurus anakku nanti.” “Anakmu akan memiliki tiga Ibu. Aku, kau dan Endrea.” “Siapa Ayahnya?” tanya Arabelle mulai serius. Nerissa memeriksa jam di handponenya, “Ara aku harus segera pulang. Daddy akan marah jika aku pulang terlambat, aku sudah memesankan hotel untukmu di bawah, jangan menyetir saat mabuk. Aku pergi” Nerissa terburu-buru pergi dengan panic. Arabelle menatap nyalang ruangan karaoke yang telah dia masuki setengah jam yang lalu, dia melirik anggur di meja yang sudah kosong. Gadis itu beranjak dan segera keluar. Suara musik romantis terdengar mengalun indah, lalu lalang orang terlihat bahagia menikmati pesta. Suasan hati Arabelle sangat buruk, semenjak kedatangan Kate ke dalam keluarnya. Rumah yang dulu Arabelle anggap tempat perlindungan, kini berubah menjadi neraka. Arabelle memasuki lift dan menuju lantai teratas menuju club, dia butuh mabuk dan berpesta. Orang-orang berpakaian mewah satu persatu memasuki club ekslusif. “Nona Arabelle” penjaga pintu membungkuk memberi hormat dan membukakan pintu tanpa berani meminta kartunya. Ini Tereskop Gold, pemiliknya adalah Julian Giedon. Paman Arabelle, dia dan Endrea sudah sering memasukinya bahkan mengosongkannya hanya berpesta pribadi. Musik terdengar lebih keras dari sebelumnya dengan irama yang menghentak, Arabelle duduk di sofa melihat orang-orang menari. Arabelle meminum anggurnya dan mengedarkan pandangan mencari-cari siapa yang cocok untuk dia ajak tidur demi melancarkan rencananya. Pandangan Arabelle tertuju pada punggung kokoh seorang pria baru keluar bersama seorang wanita yang terlihat lebih tua darinya. Mereka baru keluar dari kamar VIP, tidak berapa lama wanita itu memeluknya dan mengecup pipinya lalu pergi. Arabelle tersenyum lebar, “Pasti gigolo” tilainya dengan seksama. Pria itu duduk di kursi bartender dan memesan muniman. Dengan penuh keyakinan Arabelle beranjak dan melewati kerumanan orang-orang yang menari. *** “Aku akan bicara pada Greta. Kau pantas memilih pasanganmu sendiri Rae” cekikik Mandy memeluk lengan Raefal, “Ah.. sepertinya pamanmu sudah menunggu.” “Terima kasih bibi” Raefal tersenyum kaku. “Aku mengerti, santailah. Kau perlu berpetualang lebih jauh lagi” ucapnya seraya memeluk Raefal, “Aku pergi” katanya lagi di akhiri dengan kecupan di pipinya. Raefal mendengus geli, sejahat dan kasar apapun dirinya. Raefal tidak pernah bisa menentang dan membuat ibunya menangis, Raefal butuh bantuan bibinya untuk menangani ibunya. Hanya dia satu-satunya harapan Raefal. Raefal memilih duduk di kursi bartender dan memesan minuman, deringan di handponenya membuat Raefal sedikit gusar. Dia lama terdiam melihat siapa yang menelpon. “Rae.. kau tidak jadi datang ke apartemen?, aku sudah lama menunggu.” Suara manja seseorang di sebrang membuat Raefal memijat batang hidung. “Grace, aku sudah bosan denganmu. Jangan hubungi aku lagi” putusnya tanpa belas kasihan dan memberikan kesempatan orang sebrang bicara lagi. Raefal langsung menutupnya. Belum sempat dia bernapas lega, panggilan masuk di handponenya berdering lagi. “Hay Rose.” Sapa Raefal sedikit akrab, matanya bergerak kecil melihat kedatangan gadis kecil bergaun merah yang duduk di sampingnya. Gadis itu tersenyum lebar penuh harap, tangannya menopang dagu, sementara satu tangannya lagi mendorong sebuah kartu di hadapan Raefal. Hidung Raefal mengerut, dia merasa sangat terganggu. “Raefal, aku sedang di jalan. Sebentar lagi sampai” “Oke” Raefal menutup sambungan teleponnya dengan cepat. “Apa?” tanya Raefal bingung dengan sikap gadis kecil di haadapannya, wajahnya sudah merah setengah mabuk namun senyuman sombong di wajah cantiknya sedikit mengganggu. “Paman gigolo” Arabelle menarik sisi meja agar kursinya bergerak merapat ke Raefal, “Aku akan menyawamu malam ini.” Wajah tampan itu memucat, rasa malu dan marah menghantam harga dirinya. Berani-beraninya orang asing berkata kasar padanya. “Sebaiknya tutup mulutmu.” “Aku akan membayarmu berapapun!” Bentak Arabelle semakin angkuh. “Temani aku tidur malam ini!” perintahnya dengan angkuh seraya menunjuk dirinya sendiri. “Nona..” panggil bartender gemetar, dia sungkan meluruskan kebenaran status Raefal sebagai pengusaha muda, di tambah Arabelle adalah puteri Nicholas Giedon. “Diam, aku tidak memintamu ikut campur” pinta Arabelle semakin mabuk. Raefal berdecih tidak suka, permintaan Arabelle sudah sering dia alami ketika bertemu beberapa wanita. Mereka bersikap berpura-pura tidak kenal dengannya, namun pada akhirnya menarik Raefal ke ranjang. Raefal turun dari kursinya dengan perasaan kesal dan pergi. “Paman” teriak Ara berlari mengejar Raefal yang kembali masuk ke kamar VIP milikknya. “Paman.. aku mohonnn, aku mohon perkosa aku” tangis Arabelle penuh memohon dan menahan daun pintu ketika Raefal hendak menutupnya. “Kau pikir kau siapa?, berhenti berpura-pura dengan trik murahanmu itu. Babi kecil!.” Arabelle menatap tajam merasa terhina dengan kata-kata pedas Raefal, dalam satu dorongan kuat dia berhasil masuk ke dalam kamar Raefal. “Jaga bicaramu, seharusnya kau senang kedatangan pelanggan. Jadi gigolo jangan memikirkan harga diri!.” “Sialan, aku bukan gigolo” geram Raefal tersulut emosi. “Jaga bicaramu, atau kau akan menyesal” peringatnya penuh ancaman. Arabelle  tidak gentar sedikitpun dengan cepat gadis itu mengeluarkan semua uang dan kartu dari dalam dompetnya dan melemparkannya ke lantai. “Apa ini tidak cukup untukmu?” tanya Arabelle dengan sombong. “Paman, perkosa aku” titahnya lagi dengan angkuh. Raefal membungkuk mengambil lembaran uang dan black card yang berserakan di lantai. Banyak sekali wanita yang sering menjebaknya agar mereka hamil, namun gadis di hadapannya… Tubuh kecil berkepala cantik dan luar biasa angkuh itu terlihat memiliki banyak uang, penampilannya yang berkelas tidak perlu di ragukan. Namun apa motif gadis itu menjebaknya?. Raefal memungut semua kartu dan uangnya lalu berdiri, dengan kehormatan dan harga diri yang sudah terinjak, pria itu melemparkannya di depan muka Arabelle. “Aku tidak butuh uangmu.” “b******n!” Jerit Arabelle  frustasi, amarah dan mabuk membeludak di d**a dan otaknya. “Aku ingin hamil. Aku mohon” rintih Arabelle memelan  dan kehilangan kesombongannya. Tubuh kecilnya terjatuh ke lantai dan bersujud, “Aku ingin hamil, kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan menggagumu setelah ini.” Raefal duduk di sisi ranjang dan memperhatikan ke putus asaan di wajah cantik itu, “Cari pria lain.” Arabelle menggeleng, “Paman, kau salah satu gigolo yang paling tampan di sini. Jika aku di hamil pria jelek, bagaimana nasib anakku nanti” akunya terdengar sangat polos nyaris membuat Raefal tertawa terbahak-bahak. “Pergilah, aku tidak tertarik padamu. Dan satu lagi, aku bukan gigolo” tolak Raefal menyudahi kesalah pahaman. Arabelle  bangkit dengan kepala tertunduk, langkahnya gontai mendekati pintu. Tiba-tiba gadis itu menyerigai jahat penuh kepolosan, Arabelle mengunci pintu dan kembali berbalik. “Jika kau tidak mau memperkosaku, biar aku yang memperkosamu” Raefal tercengang dengan keberanian Arabelle yang tidak kenal takut, gadis itu berlari ke arahnya dan mendorong Raefal untuk terbaring, Arabelle terburu-buru mendudukinya dan tertawa puas bak preman yang akan memperkosa gadis lugu di gang. Sekali lagi Raefal tertawa kecil, dia tidak bergerak dan memperhaikan sejauh mana gadis itu mampu bermain-main dengannya. Arabelle mengusap pipinya yang tidak gatal dan tampak sedih, “Aku harus apa dulu?” bisiknya bingung. Hati Raefal membeludak, sudah cukup!. Dia tidak tahan dengan acting polos Arabelle yang memuakan dirinya. Dalam satu gerakan Raefal duduk dan mendorong Arabelle untuk menjauh. “Keluar” geram Raefal menarik paksa tangan Ara dan menyeretnya. “Engga mau” teriak Arabelle menangis kesakitan. Raefal tetap menyeretnya hingga menjangkau pintu, kaki Arabelle menjinjit memeluk leher Raefal, bibir ranumnya meraup bibir Raefal dan menciumnya. Raefal terdiam, bibirnya sedikit terbuka memandang wajah Arabelle lebih dekat. Gadis itu menciumnya dengan kaku tampak tidak berpengalaman, bulu matanya yang panjang tampak gemetar saat matanya terpejam, wajahnya merah karena mabuk dan malu. Perlahan Raefal memeluk pinggang Arad an mendorongnya ke pintu, bibirnya bergerak membalas ciuman gadis itu. Raefal mengerang dalam diam, merasakan kelembutan bibir itu yang berasa anggur, deru napas Arabelle  menyapu pipinya, aroma bunga bermekaran terasa menggoda Raefal. Tangannya bergerak kecil merasakan bagaimana lembutnya punggung Arabelle  yang menggoda Raefal untuk terus menyentuhnya. Arabelle merintih kecil dengan napas memburu, Raefal mengecupi setiap inch kulit di lehernya dan perlahan membawa gadis itu ke ranjangnya dan membaringkannya. Raefal  berubah pikiran, gadis itu tidak seburuk sifatnya. Tubuhnya terlalu indah untuk di lewatkan, dia seperti lukisan berharga yang indah hanya di jadikan pajangan dan tidak pernah tersentuh. Wajah Arabelle semakin memerah, jari-jarinya terkubur di helaian rambut Raefal ketika pria itu kembali menciumnya. Tangannya bergerak lembut menurunkan tali gaun Arabelle melewati bahunya. Raefal melepaskan ciumannya dan berpindah pada pertengahan d**a Arabelle, tangannya meremas d**a Ara yang sudah terekspos. “Pamannn..” desah Arabelle merasa gelisah merasakan cumbuan di kedua payudaranya, kakinya bergerak tidak nyaman dan memisahkan diri membiarkan Raefal menyingkap gaunnya hingga melewati pinggang. Tangan Arabelle meremas permukaan seprai, perasaan aneh menyerang kepalanya yang sudah pusing karena mabuk. Bibirnya setengah terbuka mengeluarkan desahan lagi saat jari Raefal menelusup masuk celana dalamnya. Tubuh Raefal merendah, menggigit dan mengulum daun telinga Arabelle untuk menggodanya di saat jari-jarinya yang ahli mempermainkan permukaan milik gadis itu yang sudah basah. Mata Raefal menatap dengan seksama setiap perubahan ekspresi di wajah polos Arabelle yang terlihat sangat menggoda dan membangkitkan gairahnya dengan mudah. “Ahh.. paman” Arabelle mengerang, mendapatkan pelepasannya pertamanya. Napas Arabelle  tidak beraturan dengan jantung yang bergerak lebih cepat. Cepat-cepat gadis itu mendorong Raefal untuk menjauh. Arabelle menaikan kembali gaunnya dan merapihkan penampilannya. Gadis itu menatap Raefal  penuh rasa terima kasih dan haru, “Paman, aku akan menjaga anak hingga tumbuh dewasa” ucapnya penuh tekad dan membungkuk memberi hormat seraya memeluk perutnya. Raefal melongo dan kehilangan kata-kata. “Akhirnya aku akan hamil” senyuman Arabelle melebar penuh kebahagiaan dan semakin membuat Raefal melongo, membeku di tempat. “Paman terima kasih, aku tidak akan melupakan jasamu!” Arabelle langsung berbalik mengambil tasnya dan berlari terbirit-b***t keluar kamar meninggalkan Raefal. “Dia bodoh atau polos?” tanya Raefal  bingung, kepalanya tertunduk melihat miliknya yang sudah menegang, “Bahkan aku belum memasukinya.” *** Arabelle tersenyum lebar penuh kelegaan, rasa pusing di kepala mengilang karena bebannya menyusut. Rasa mual di lambungnya mulai mendesak untuk keluar, Arabelle berlari semakin cepat dan memasuki toilet. Arabelle memuntahkan semua isi di lambungnya beberapa kali. Gadis itu melangkah gontai keluar dengan lemas, sejenak dia berdiri di depan cermin dan mebungkuk untuk berkumur. Arabelle membasuh wajahnya dan kembali menatap wajahnya di cermin. Tiba-tiba Arabelle tersenyum lebar, “Jangan-jangan aku langsung hamil” gumamnya penuh kegembiraan dan kebodohan. “Paman gigolo itu hebat sekali” pujinya tidak berhenti tersenyum. Arabelle  bersiul senang sesekali melompat gembira keluar dari gedung Tereskop Gold dan menyebrang menuju hotel di samping gedung itu. Rencananya untuk hamil berhasil. *** “Rae, kau kenapa?” tanya Rose mengguncang bahu Raefal cukup kencang, sejak tadi Rose bicara panjang lebar Raefal hanya bengong dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Raefal menggeleng dan tertawa sumbang, “Tidak ada apa-apa” dustanya dengan mulus. Sejak kepergian Arabelle, Raefal di buat bingung dan penasaran dengan gadis itu. Gelagatnya yang bodoh dan polos menunjukan jika dia wanita baik-baik dan tidak seperti yang Raefal pikirkan. Hanya saja gadis itu terlalu sombong dan angkuh. To Be Continue..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD