"Ayo bangun, Mas" bisikku sembari mengusap wajahnya. Mas Hanan ijin tidur sebentar di atap setelah kami berbagai peluh dan bergumul dengan ganas. Sebenarnya tempat ini cukup tertutup dari pandangan mata, hanya bagian atap yang terbuka. Hanya saja terasa aneh melakukan hal pribadi di tempat seperti ini. Saat aku mengajak Mas Hanan turun, suamiku itu hanya menarik selimut yang kebetulan di jemur dan menutup seluruh tubuh kami. Dasar tak sabaran. "Jam berapa ini?" tanyanya dengan malas. Matanya masih terpejam. Bahkan aku pun tak tahu jam berapa, yang pasti sudah cukup lama Mas Hanan terlelap dan aku puas memandangi wajahnya. Atau jangan-jangan malah baru jam sepuluhan. Kami naik ke sini jam delapan, bukan menikmati keindahan purnama malah perang. Siang tadi kami menghabiskan waktu tan

