Sidak

743 Words
"Udah gue cari." Dion duduk di kursi panjang, cowok itu mengangkat satu kaki dan mencomot gorengan yang ada di tengah meja. "Udah gue cek anak-anak IPS, kaga ada tuh yang nemuin rokok. Sergio menghela napas kasar, dia juga sudah mengecek ransel anak-anak IPA milik teman satu angkatannya dan hasilnya nihil. Sekarang tinggal menunggu laporan dari Bisma dan Tio yang ia tugaskan untuk mengecek ransel anak kelas sepuluh dan sebelas. Lando melirik Sergio, cowok itu kemudian mendekat sambil berbisik, "lo ada duit kan?" Sergio balas menatap Lando kemudian menggeleng pelan. Jika dia punya uang, Sergio tidak akan segelisah ini. "Pinjem Abi?" Sergio langsung mendengus keras sampai Dion yang duduk di seberang mereka menatap keduanya bingung. Sergio mengambil tahu isi, menyodorkan kepada Dion. "Makan-makan, gue yang bayar." "Pecel juga?" Sergio nyaris mengangkat kepalan tangannya jika ia tidak ingat Dion sudah membantunya. "Pesen dah." Dion langsung girang berjalan menuju stand yang menjual berbagai macam makanan warteg di Kantin Sekolah. "Abi pasti minjemin," kata Sergio sambil bersandar di kursi. "Tapi pertanyaannya gak bakal habis. Ribet. Udah kayak nyokap gue mulutnya." "Berarti lo balik?" Sergio mengangguk tapi ucapannya berkata lain. "Semoga enggak." Dari kejauhan Sergio bisa melihat Bisma dan Tio baru saja memasuki area Kantin. Sergio menyipitkan mata begitu melihat Bisma yang tampak memegangi saku celana seragamnya seperti menyembunyikan sesuatu. Dan saat keduanya sudah berdiri dekat dengan meja yang Sergio tempati cowok itu langsung bertanya, "dapet Bis?" Bisma mengangguk. Berjalan memutar menuju Sergio lalu merogoh saku celana dan mengeluarkan kotak rokok dari dalam sana. Sergio buru-buru mengambil kotak tersebut dari tangan Bisma, mengecek isinya, dan segera mendengus keras. "Gak ketemu Bang, gue beliin di Warung depan tuh," kata Bisma tanpa dosa sambil menepuk bahu Sergio sok akrab. "Gak usah diganti Bang, gak apa-apa. Sekali-kali gue bantuin elo kan?" *** Sasha kembali ke Kelasnya setelah istirahat kedua— setelah berhasil menyelesaikan semua tes berbau fisika. Ketika Sasha masuk ke dalam Kelas, hal pertama yang ia dengar adalah u*****n dari segala arah. "Udah gila kali Sergio! Bisa-bisanya geledah tas orang sembarangan!" "Tau! Lagi sidak juga kaga!" Sasha memperhatikan Farah yang tidak kalah emosi dengan lainnya. "Haduh! Buku catatan biologi gue mana sih?! Bener-bener dah, Sergio. Gue laporin ke Bu Sri baru tau rasa!" Sasha duduk di tempatnya menatap Kiara yang sama kusutnya dengan Farah. "Kenapa sih, Ki?" "Biasalah Sergio berulah." Kiara memutar bola matanya jengah. "Tiba-tiba ngegeledah tas kita, gak tau cari apaan." "Terus?" "Ya anak-anak pada kesel dong, Sha!" "Nggak... maksud gue, dia nemuin apa yang dicari?" Kiara mengedikan bahu. "Gak tau deh." Sasha mengangguk mengerti. Dia memindahkan ranselnya ke bawah meja, membiarkan tergeletak di bawah sana agar tidak menarik perhatian. "Lo jadi ke Bali kapan, Sa?" tanya Kiara menanyakan kabar mengenai olimpiade sains nasional yang akan diikuti teman satu bangkunya itu. "Tiga bulan lagi." "Perwakilannya masih sama kan, ya? Elo... Sinta, Farhan." Sasha mengeluarkan buku tugas matematika miliknya kemudian mulai membuka halaman terakhir tempat ia menuliskan lima buah soal yang diberikan Bu Mega kemarin— berbeda dengan murid bertittle anak olimpiade yang lain Sasha jauh lebih santai dan lebih merakyat hanya karena tidak terlalu disiplin dan terkadang mengerjakan tugas di Sekolah. Meskipun mereka tetap berbeda karena mayoritas murid yang mengerjakan tugas di Sekolah dikarenakan ingin menyalin tugas temannya yang lain, sedangkan Sasha secara mandiri mengerjakan tugas-tugasnya. "Ada anak baru." "Oh ya?" Sasha mengangguk. "Anak kelas sebelas, gak tau deh siapa namanya." "As always." Kiara terkekeh pelan. Dua tahun duduk satu bangku dengan Sasha karena mereka berdua selalu berada di kelas unggulan yaitu IPA 1 dan kini tahun ketiga mereka berada di kelas yang sama membuat Kiara paham betul bagaimana sikap tidak peduli dengan keadaan sekitar menyebabkan Sasha kerap kali disebut angkuh oleh teman-temannya yang lain. Kiara merogoh saku seragam mengeluarkan ponsel dari sana untuk membunuh waktu sembari menunggu kedatangan Bu Mega yang entah mengapa selalu terlambat setiap hari Senin. "Ki?" Kiara melirik Sasha sejenak. "Hm?" Sasha menghentikan gerakan tangannya yang menuliskan sederet rumus matematika beserta turunannya. Perempuan itu kemudian menoleh ke samping menatap Kiara lekat. "Sergio itu... yang mana sih?" Ada hening beberapa detik sebelum Kiara mengerjap dan memasang wajah bingung. "Lo nggak tau Sergio, Sa? Enggak-enggak." Kiara menggeleng cepat begitu sadar akan suatu hal. "Ngapain lo nanyain orang yang lo sendiri gak tau wajahnya gimana." "Ya kali gue gak tau," elak Sasha kembali melanjutkan pekerjaannya. "Lah? Itu tadi?" "Gue tau... cuma gak yakin aja." "Hah? Gimana sih maksudnya, Sa? Jadi lo tau atau enggak?" Sasha menghela napas pelan lalu mengedikan bahu. "Yaudahlah, gak penting." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD