Bab 2

1353 Words
Sandra mengunyah permen karet saat Ganindra meletakkan sepiring nasi goreng sosis dan segelas s**u coklat hangat di atas nakas samping ranjangnya.Walau sudah menikah hampir tujuh tahun Sandra dan Ganindra tetap tidur terpisah, Sandra di kamarnya sedangkan Ganindra di kamartamu. Selain sarapan Ganindra juga meletakkan beberapa obat yang harus dikonsumsi Sandra. Obat tidur dan juga penenang agar Sandra lebih tenang dan bisa dikendalikan. "Gue nggak suka sosis," ujar Sandra dengan angkuh dan sinis, Ganindra pun memisahkan sosis dari dalam nasi goreng lalu membuangnya ke dalam tong sampah. Sandra sengaja melepehkan permen karet hingga mengenai kaki Ganindra. "Upsss, sorry nggak sengaja," Sandra mengangkat bahunya dan bersikap acuh, Ganindra memungut bekas permen karet dan kembali membuangnya ke dalam tong sampah. Setelah membuang bekas permen karet tadi Ganindra kembali berdiri di samping Sandra, untuk memastikan Sandra menyantap sarapannya dan juga obatnya. "Bagi rokok," Sandra menengadahkan tangannya untuk meminta rokok ke Ganindra. Ganindra tetap diam dan tidak mengeluarkanrokoknya. "Hey bagi rokoknya, elo punya telinga kan?" Sandra mulai tidak sabar dan marah saat Ganindra memilih diam dan mengacuhkan keinginannya. "Loe!" emosi Sandra kian sulit terkontrol. Sandra lalu berdiri dari ranjangnya dan mendekati Ganindra, dengan kasar ia merogoh saku celana Ganindra untuk mencari rokok yang diinginkannya. Ganindra tetap diam membisu dan membiarkan Sandra memeriksa seluruh tubuhnya. Sandra mulai habis kesabaran menghadapi diamnya Ganindra lalu menginjak kaki Ganindra. Tidak ada reaksi kesakitan ditunjukkan Ganindra dan itu semakin membuat Sandra frustasi. Untuk melampiaskan kekesalannya Sandra menendang tulang kering Ganindra dan lagi-lagi tidak adareaksi. "Sialan!" maki Sandra kesal. Ia menjambak rambutnya dan kembali duduk di atas ranjang. "Mereka sudah bayar loe mahal untuk jadi suami gue dan sekotak rokok pun elo nggak punya?" teriaknya kesal. Kali ini Ganindra memutar tubuhnya dan menatap Sandra tajam, "Hanin benci bau rokok," balasnya singkat dan ia kembali ke posisinya semula. "Beliin gue rokok," ujar Sandrakasar. Ganindra tetap berdiri diposisinya. "Makan dulu dan jangan lupa minum obatnya," ujar Ganindra kaku. Sandra semakin muak dan melempar piring sarapannya ke lantai hingga berserakan di lantai kamarnya. "Keluar loe vdari kamar gue!" usirnya kasar. Ganindra lalu memungut obat yang ikut berserakan dari lantai. "Minum obatnya," ujarnya singkat. "Nggak akan, keluar!" usir Sandra lagi. Ganindra mendekati Sandra lalu memegang kedua tangan Sandra, Sandra meronta meminta Ganindra melepaskannya tapi tenaganya kalah dibandingkan tenaga Ganindra. "Lepasin gue! Elo mau gue bunuh hah!" tolaknya sambil meronta agar Ganindra melepaskannya, tapi sekuat apapun usahanya selalu gagal. Ganindra lebih kuat dan berhasil membuatnya terintimidasi, "oke oke gue minum," Sandra tahu apa yang akan terjadi kalau Ganindra memaksanya meminum obatitu. Sekeras apa pun ia menolak sekeras itu juga Ganindra berusaha memaksanya. Bahkan pernah Ganindra terpaksa memasukkan obat ke mulut Sandra via mulutnya dan sejak itu Sandra tidak pernah lagi menolak setiap Ganindra menyuruhnya meminum obat. Sandra mengambil obat dari tangan Ganindra lalu meminumnya, tidak lupa Sandra membuka mulutnya agar Ganindra bisa memeriksa apakah obat itu sudah ditelannya ataubelum. "Puas loe!" Ganindra pun meninggalkan Sandra sendirian di kamarnya, Sandra semakin kesal dan berteriak untuk melepaskan sakit hatinya. Tujuh tahun iamencoba membuat Ganindra menceraikannya tapi laki-laki sedingin dan sekaku robot itu tetap setia diposisinya. "Elo itu dibayar untuk menggantikan Alex, jadi jangan belagu di depan gue!" ujar Sandra, Ganindra berdiri di depan pintu kamar Sandra lalu menatap pintu kamar anaknya. Aku bertahan tujuh tahun demi Hanin, gumam Ganindra dalam hati. "Ayahhhhh," wajah kaku dan dingin Ganindra langsung berubah saat melihat Hanindiya keluar dari kamarnya. Hanindiya sudah rapi dengam seragam merah putihnya, rambutnya yang panjang sudah terjalin rapi ditambah bando pink yang dibeli Ganindra. "Cantik sekali anaknya ayah," puji Ganindra sambil merapikan anak rambut yang tidak ikut terjalin. "Ya dong, siapa dulu ayahnya ayah Ganinnnnn," balas Hanindiya panjang sambil mengangkat dua jempolnya dengan tinggi. Ganindra tertawa lepas lalu mengambil jaket serta tas kerjanya, pagi ini ia berencana mengantar Hanindiya ke sekolah dan setelah itu berkunjung ke pabrik untuk mengecek produk baru. Tugas yang selalu rutin ia lakukan setiap hari. Sejak menikah dengan Sandra selain bertugas menjaga Sandra dan Hanindiya, Ganindra juga diangkat sebagai Direktur Utama perusahaan keluarga Dharmawangsa menggantikan posisi Rabian yang memutuskan pensiun sejak kematianAlexander. "Yah, kita singgah ke rumah opa ya ... Hanin kangen banget sama opa," ujar Hanindiya dengan wajahmemelas. Wajah Ganindra kembali kaku, hal yang paling ia hindari saat ini. Bertemu Rabian dan Ayunda membuat dadanya sesak. "Kamu mau ke rumah opa?" tanya Ganindra. "Iya, boleh ya yah," Hanindiya mengedipkan matanya dengan harapan Ganindra mengabulkan permintaannya dan usahanya berhasil, Ganindra langsung luluh dan memutar mobilnya menuju rumah orangtua angkatnya. Selain meminta Ganindra menjadi suami Sandra, keluarga Dharmawangsa juga mengangkat Ganindra sebagai anak angkat dan secara hukum Ganindra adalah anaknya Rabian dan Ayunda. Sesampainya mereka di rumah Rabian, Hanindiya langsung mencari Rabian sedangkan Ganindra lebih memilih menunggu di luar, sambil menungggu Ganindra mengeluarkan rokoknya dan menghisapnya agar pikirannya lebih tenang. "Ganin, kenapa tidak masuk?" suara lembut Ayunda membuat Ganindra membuang rokoknya ke tanah. "Aku di sini saja," tolak Ganindra pelan. "Ayo masuk, bunda sudah masak makanan kesukaan kamu," ajak Ayunda lagi dan kali ini ia menarik tangan Ganindra untuk ikut bersamanya. Ganindra pun terpaksa ikut meski hati kecilnya menolak interaksi berlebihan dengan keluarga angkatnya. Ia tidak mau terlalu dekat dan menimbulkan rasa sayang hingga sulit baginya untuk pergi saat tugasnya sudah selesai. "Masakan oma enak-enak yah, kapan lagi kita sarapan selengkap ini. Selama ini hanya roti atau nggak nasi goreng. Hanin bosen menunya itu-itu saja," ujar Hanindiya dengan polos. Ayunda menatap Ganindra, "Sandra masih bersikap kasar ke kamu?" tanya Ayunda pelan. "Sayang, ada Hanin. Nanti saja kita bahas masalah itu," sela Rabian. Ganindra mengambil segelas air putih lalu meminumnya sampai habis, ia semakin tidak nyaman duduk semeja makan dengan Ayunda dan Rabian. "Ayo makan," Ayunda mengambil semangkok soto padang lalu meletakkan di depan Ganindra, "soto ini kesukaan Al ... ayah, ayo dicoba dulu." Kesukaan Alex?Bahkan kalian masih mempersiapkan makanan kesukaan Alex saat tahu aku akan datang ke sini, gumam Ganindra dalam hati. "Aku tidak suka soto," Ganindra menjauhkan mangkok soto tadi dan mengambil piring berisi lontong medan. Hanindiya menutup mulutnya menahan tawa mendengar kebohongan ayahnya. Ia sangat tahu kalau ayahnya sangat suka soto padang. Ayunda terlihat kecewa tapi tidak mempermasalahkannya, baginya melihat Ganindra datang ke rumahnya saja sudah cukup. Meski awalnya ia mengangkat Ganindra untuk menggantikan sosok Alexander tapi semakin berjalannya waktu rasa sayangnya ke Ganindra mulai tumbuh meski Ganindra menghindari interaksi di antara mereka. Mereka pun melanjutkan sarapannya dengan kaku, hanya suara Hanindiya terdengar memecahkan keheningan antara ayah dan oma opanya. **** Sandra keluar dari kamarnya dengan kondisi berantakan, rambutnya yang panjang tidak disisirnya hingga terlihat kusut. Wajahnya pucat tanpa sentuhan makeup, tubuhnya kurus hingga baju Alexander yang selalu dipakainya terlihat kebesaran di tubuhnya. Sandra lalu turun dari lantai atas menuji dapur, ia membuka tudung saji di atas meja dan hanya menemukan sebutir telur rebus. "Aduh, rese banget sih si Ganin," rasa lapar membuat Sandra terpaksa memakan telur rebus itu dan sayangnya cacing-cacing di perutnya meminta lebih. Dengan malas ia membuka kulkas dan menemukan banyak bahan makanan yang belum diolah. Sandra mengambil ponselnya dan menghubungi Ganindra. Ganindra yang sedang sibuk mengawasi produk terbaru di pabrik mengacuhkan panggilan Sandra bahkan merejectnya. "Sial! Awas loe!" Sandra membuang ponselnya ke sofa dan kembali memegang perutnya yang lapar. "Ibu lapar? Aku punya snack, ibu mau?" suara Hanindiya membuat Sandra menoleh, ia melihat Hanindiya berdiri di belakangnya dengan pakaian sekolahnya. Di tangannya ada bungkusan plastik. "Kok sudah pulang? Kamu bolos sekolah ya?" tanya Sandra saat jarum jam masih berada di angka 11 tapi Hanindiya sudah pulang dari sekolah. "Ada miss baru pengganti miss Ria, jadi kami dipulangkan lebih cepat," ujar Hanindiya dengan lugu, "Ibu mau snacknya aku?" sambungnya sambil menunjukkan makanannya. "Kamu pikir aku anak kecil," Sandra menolak tawaran Hanindiya. "Ya sudah kalau nggak mau," Hanindiya melewati Sandra dan duduk di sofa untuk menikmati snack yang didapatnya dari sekolah. Mata Sandra sesekali melirik Hanindiya tapi setelah itu ia kembali membuang muka. "Lapar banget," Sandra kembali mengeluh. "Tadi ditawari nggak mau," sindir Hanindiya dengan mulut penuh snack. "Apa kamu bilang?" "Nggak kok, kartunnya lucu banget hahahahaha," elak Hanindiya agar Sandra tidak marah. Sandra mendengus dan rasa lapar membuatnya kembali membula kulkas, ia mengeluarkan beberapa butir telur dan berencana membuat nasi goreng untuk menganjal perutnya sampai Ganindra memberinya makan siang. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD