Jujur

1124 Words
Keysa "Ini kenapa?." Tanyanya. "Ini bukan urusan lo." Jawab gue dan memakan mie yang sudah hampir mengembang. Tiba tiba dia menangkup wajah gue dengan sebelah tangannya dan mengusap pelan lebam di sudut bibir gue dengan ibu jarinya. "Bilang sama gue siapa yang ngelakuin ini sama lo?." Tanyanya serius. "Kalau lo tau siapa orangnya emang lo mau apain dia?." Tanya gue. "Gue akan buat dia ngerasain apa yang lo rasain juga." Jawabnya yakin. Sempat gue terkesima dengan ucapan yang seakan akan dia tak rela jika gue terluka dan berniat mau melindungi gue, tapi gue sadar diri itu ngak mungkin. "Gue akan sangat berterima kasih jika lo membalasnya, tapi Lo ngak akan bisa ngelakuinnya." Ujar gue melanjutkan makan dan memakai jaket gue kembali. "Yang jelas sekarang lo bilang dulu pelakunya." Ujarnya. "Lo makan dulu aja, tapi katanya tadi lo lapar." Ucap gue sambil mendorong tangannya untuk kembali ketempat duduknya. "Tapi lo janji harus beri tahu gue siapa." Ucapnya. "Iya iya." Balas gue. "Udah sana." Ucap gue. Bukannya pindah, dia malah menarik mienya dan makan bersebelahan dengan gue. Awalnya gue akan pindah, tapi dia menahan tangan gue dengan pelan, takut menyakiti gue. "Di sini aja." Ucapnya. "Mmm...Oke." Jawab gue kikuk. Tak lama setelah itu, akhirnya dia selesai makan. Sekarang dia menagih janjinya. "Siapa?." Tanyanya. "Sebelum itu lo janji dulu jangan pernah ceritain kesiapapun." Ucap gue. "Ngak akan, gue janji." Jawabnya cepat dan yakin. "Sebenarnya gue hanya kena hukum doang kok." Ucap gue sambil tersenyum kecut padanya. "Emang kesalahan apa yang lo perbuat sampai sampai harus diberi hukuman yang keterlaluan kayak gini?." Tanyanya kesal. "Benar keterlaluankan?." Tanya gue. Selama ini gue berpikir apa ini wajar bagi anak anak lain atau hanya gue yang merasa ini sangat keterlaluan?. Dan akhirnya ada orang yang memberitahu gue jika itu memang keterlaluan. "Apa lo pikir ini ngak keterlaluan?." Tanyanya kesal. "Apa ini masih bisa dibilang keterlaluan walaupun gue berbuat salah?." Tanya gue. "Emang lo berbuat apa?. Tapi menurut gue ini memang keterlaluan. Mau gimanapun lo juga cewek." Ujarnya. "Gue.. Numpahin air panas dan hampir celakain adek gue." Jawab gue sambil menundukkan kepala gue. "Apa?. Hanya gara gara itu?." Tanyanya terkejut. "Iya. Awalnya gue mau mindahin air panas ke dalam termos, tapi tiba tiba adek gue lari kearah kaki gue hingga airnya tumpah, agar tidak mengenainya gue dorong dia untuk menjauh dari tumpahannya. Tapi mama gue pikir gue mau celakain dia." Cerita gue dengan menundukkan kepala gue. Rasanya lega setelah menceritakan semuanya pada orang lain. Dan dia orang pertama yang mendengar keluh kesah hidup gue.  "Yang lakuin ini semua nyokap lo?." Tanyanya tak percaya. "Iya." Jawab gue pelan tapi masih bisa didengar olehnya. "Apa dia beneran seorang ibu?." Tanyanya menahan kesalnya. "Dia pernah bilang ke gue kalau gue hanya anak pungut. Awalnya gue sangat sedih, tapi kalau kaburpun gue ngak tau mau pergi kemana." Ucap Gue. "Apa lo masih mau kabur? Kalau gitu lo kerumah gue aja." Ucapnya yakin. "Makasih atas tawarannya, tapi gue ngak pa-pa kok." Jawab gue sambil tersenyum ramah padanya. "Lo yakin?." Tanyanya tak percaya dengan omongan gue. "Iya, seharusnya ngak pa-pa selagi gue ngak membuat kesalahan." Ujar gue. "Kalau lo bilang gitu, gue hanya bisa percaya sama lo." Ucapnya. "Tapi kenapa lo bisa sampai di sini?." Tanya gue penasaran. "Eh.. awalnya tadi gue liat lo di jalan, karena penasaran gue ngikutin lo deh." Jawabnya. "Oh gitu." Ucap gue sambil mengangguk anggukkan kepala. Dan terjadilah keheningan. ***** Dava.      Pagi ini ada sesuatu yang kurang di sekitar gue. Ternyata sesuatu yang kurang itu adalah tidak adanya Vano di dekat gue. Biasanya tu anak dimana ada gue pasti di situ ada dia. Tapi sekarang dia menghilang tanpa kabar. "Vano mana ya?, apa dia telat?." Tanya gue heran. Padahal sebelumnya Vano tidak pernah terlambat untuk datang kesekolah, tapi kali ini keberadaannya tidak terdeteksi sama sekali. "Entah. Di kantin kali." Jawab Redo sambil mengangkat bahunya menandakan dia juga tidak tahu. "Ga biasanya deh." Ujar Alva sambil memainkan ponselnya. "Coba hubungi aja, mana tau dia lagi sakit tapi ngak sempat kirim surat." Ujar Andra.      Seketika gue langsung menghubunginya, tapi dia tidak mengangkatnya sama sekali. Karena kesal panggilan gue ngak di jawab jawab juga, gue memutuskan untuk mengakhirinya saja. Palingan dia lagi senang senangan tidur di rumah di atas kasur yang empuk dan di bawah selimut yang hangat.      Saat keluar main, gue berpapasan dengan Qila yang sedang berjalan kaluar dari kantin. Langsung saja gue manghambat jalannya. Dia kekiri gue juga kekiri, dia kekanan gue juga kekanan. Gue sangat puas saat melihat wajah kesal yang dia tujukan ke gue.       Gue tau dia masih kesal karena album yang gue janjikan. Padahal gue hanya becanda untuk membuatnya kesal, tanpa gue duga ternyata dia beneran kesal di tambah marah sama gue. Lagian gue bukan tipe cowok yang suka ingkar janji. Apalagi sama cewek yang gue suka.      Setelah berjanji dengannya, malamnya gue sudah memesan apa yang sudah gue janjikan padanya. Hanya saja sebelum memberikannya gue ingin membuatnya kesal terlebih dahulu. Entah kenapa dan sejak kapan gue sangat suka melihatnya kesal. "Minggir ngak lo." Ujarnya sambil menendang kaki gue keras. Seketika gue mengadu kesakitan. "Aduh sakit. Lo kasar banget sih jadi cewek." Ujar gue sambil memegangi kaki gue yang baru saja dia tendang. "Bodo." Jawabnya dan berlalu meninggalkan gue yang sedang kesakitan karena perlakuannya. Teman teman gue bukannya menolong, tapi mereka malah menertawai gue dengan puas. Dasar teman durhaka memang.      Saat gue memulai makan gue, gue melihat Qila yang kembali ke kantin dan bergabung dengan teman temannya. Tapi ada satu hal yang membuat gue bingung, Key mana?. Gue tidak melihatnya sejak tadi. Apa dia sakit? atau gimana?.       Tiba tiba saja gue kepikiran dengan Vano. Apa mereka janjian untuk tidak datang hari ini?. Tapikan Vano tidak ada hubungan apa apa dengan Key. Jangankan hubungan, saling berbicara saja mereka belum pernah. Palingan itu hanya kebetulan saja.      Gue tersenyum saat Qila melihat kearah gue dengan menunjukkan wajah kesalnya dan setelah itu langsung membuang mukanya dari pandangan gue. Itu sangat terlihat imut bagi gue. Kenapa ngak sejak awal saja ya gue sadar jika ada cewek cantik nan imut ini di sekolah ini.       Kenapa gue harus suka Arra yang cantiknya biasa biasa saja dan prilakunya yang sangat buruk bagi gue. Untung dia ninggalin gue. Sebab itu gue bisa sadar jika ada bidadari yang selalu ada di dekat gue selama ini.        Saat sedang asik asiknya memandangi Qila, tiba tiba Arra datang menghampiri gue. Lantas saja gue memasang wajah terkejut, tapi setelah itu gue langsung bertingkah dingin dan kesal dengan kedatangannya. "Apa kamu ada waktu nanti pulang sekolah?." Tanyanya sok imut. Padahal setelah dia meninggalkan gue, jangankan berbicara, menyapa saja tidak. "Kenapa emang?." Tanya gue dingin. "Aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Ujarnya. Karena penasaran dengan apa yang ingin dia bicarakan, gue terpaksa harus mengiyakan ucapannya. "Nanti aku tunggu di café biasa." Ucapnya sambil pergi dari tempat keberadaan gue.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD