Bab 3. Adelle Cameron

1040 Words
Tuan Warner yang memang mengenal sosok Adelle lantas tertawa kecil sampai matanya menyipit. Kerutan di ekor matanya tampak jelas saat pria itu tertawa.  "Anda memang cocok mendapatkan gelar The Greedy Fox, Nona Adelle."  Demi tuhan, Barley juga lupa bahwa Adelle adalah sosok wanita paling serakah di pelelangan. Barley langsung mengutuk dirinya sendiri kenapa ia punya keberanian untuk mengusiknya tadi. 10 juta dolar ditambah 25 juta lagi untuk total tuntutannya. Sungguh tuntutan yang tidak main-main.  Adelle sengaja berkedip pelan seakan ia membenarkan perkataan Tuan Warner. Sifatnya yang serakah memang sudah mendarah daging dan jika ada kesempatan untuk mendapatkan uang, Adelle tidak segan untuk mengeruknya sampai habis.  "Aku masih membuka ruang negosiasi jika Anda merasa berat dengan tuntutanku, Tuan Warner."  "Hahahaha." Suara tawa Tuan Warner yang terdengar sedikit keras itu membuat bulu belakang leher Barley merinding. Punggungnya jelas merasakan keringat dingin mulai membasahi dan sempat ia berpikir keringatnya akan tembus sampai jas yang dikenakannya.  Tuan Warner menoleh pada Barley dan Barley sukses menjatuhkan lututnya ke lantai. Seketika dahinya menempel pada lantai di dekat kaki Adelle.  "MAAFKAN AKU! AKU MEMINTA NEGOSIASI!"  Sullvian menggelengkan kepalanya dan tentunya masih dengan ekspresi terkejutnya. Tidak bisa ia bayangkan majikannya bisa sehebat ini sampai membuat orang yang tinggi harga diri seperti Barley berlutut dan mengemis di kakinya. Adelle tidak menoleh pada Barley satu kali pun dan Tuan Warner tersenyum simpul.  "Aku akan meminta negosiasi, Nona Cameron."  Adelle tersenyum manis. Setelah negosiasi yang panjang, akhirnya keluarga Burton resmi bangkrut malam itu juga. Adelle kini mulai menurunkan sedikit pundaknya karena akhirnya masalah tadi berakhir dan sangat memuaskannya.  Setelah kepergian Tuan Warner, Adelle bersantai sebentar di dalam ruangan karena masih betah tentunya berlama-lama di sana.  “Kau terlalu keras padanya, Adelle.” Kata Sullvian yang sudah menghilangkan batasan antara majikan dengan pelayan. Adelle tertawa saja mendengarnya.  Tapi memang kejadian tadi membuatnya sedikit ngeri. Bagaimana jika gelas itu menyentuh kepalanya tadi? Jika bukan karena Christian, sudah pasti kepalanya akan bocor akibat lemparan gelas itu.  “Aku tidak tahu jika Christian datang hari ini.” Ungkapnya sungguh memikirkan Christian. Sullvian mendengus kasar dan meletakkan kakinya di atas meja dengan santainya.  “Aku juga begitu. Biasanya dia hanya mengirimkan wakilnya saja jika tertarik dengan suatu barang. Aku benci sekali melihat wajahnya secara langsung.” Kata Sullvian terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya pada Christian.  “Dia pebisnis, Sulli. Secara kebetulan saja dia juga tertarik dengan benda antik. Tapi entahlah… Aku hanya terkejut dia bisa berbuat seperti itu untuk menyelamatkan kepalaku dari lemparan gelas sia* itu.”  Kali ini Sullvian dibuat heran. Jika mengingat-ingat usia majikannya, dia jadi berpikir bahwa memang sudah waktunya untuk sang majikan mencari pasangan hidup. Dan yang pasti, dia tidak ingin Christian masuk ke dalam list calon suami majikannya.  “Sebaiknya kita pulang, Adelle. Malam semakin larut.” Ajak Sullvian. Adelle mengangguk kecil dan mereka berdua keluar dari ruangan setelah Sullvian memakaikan mantel bulu ke pundak Adelle. Saat mereka berdua sampai di depan gedung pelelangan, sebuah mobil hitam berhenti di depan mereka. Keluarlah dua orang pria yang berwajah lesu yang langsung membukakan pintu mobil untuk Adelle.  “Jangan lagi kau suruh aku menggantikanmu di acara pelelangan. Aku bisa mati bosan jika satu jam lagi kau menyiksaku di dalam sana.” Ucap salah seorang pria yang membukakan pintu. Adelle tertawa dan langsung meminta pria itu untuk membukakan botol champagne yang ada di dalam lemari penyimpanan.  “Tenang, anak-anak. Kita dapat jackpot malam ini. Mari kita rayakan bersama!”  “Yeaaahh! Bersulang!”  “Untuk 30 juta dolar!”  “Untuk pesta hari ini!”  “CHEERS!” “Hahahaha.”  Sullvian, Alden dan Dale sontak tertawa bersama lalu menyetel musik sekeras mungkin. Mobil hitam yang mereka kendarai pun melaju santai membelah kota di suasana malam menjelang pagi itu.  Adelle Cameron, adalah seorang wanita yang menyandang gelar sebagai wanita terkaya di negara Heavennese. Wanita keturunan Beachholow itu tertawa lepas dengan anak buah sekaligus sahabatnya itu di dalam mobil sambil sedikit berjoget menikmati hentakan musik.  Beban di kepalanya sedikit berkurang karena mendapatkan jackpot malam ini. Walaupun benda antik incarannya sudah pasti dibeli orang lain, setidaknya malam ini ia dan teman-temannya bisa menghamburkan uang karena sudah memeras satu keluarga kaya sampai jatuh miskin. “Kau yakin dengan wanita itu? Yeah, aku akui memang rumornya sesuai dengan apa yang aku lihat.”  Di parkiran sebuah mini market, tampak dua orang pria tengah menyandarkan tubuhnya pada mobil ferari hitam di belakangnya. Karena kondisi jalan yang gelap membuat keduanya tampak samar terlihat dari kegelapan malam.  Salah satu pria berdiri sempurna dengan seringai memikat menghiasi bibirnya.  “Kau akan tahu jika melihatnya dari dekat, Drake.” Kata pria itu. Matanya seolah bisa menerawang jauh ke depan tepat ke arah mobil hitam Adelle yang baru saja lewat. Pria yang dipanggil Drake itu mendengus sambil membuang muka. Tidak jelas sekali hidup bosnya bisa tertarik dengan wanita mata duitan seperti Adelle.  “Banyak wanita cantik di dunia ini yang jauh lebih cantik dan menarik darinya, Christian. Jika kau menjalin hubungan dengannya, aku tidak yakin hartamu bisa bertahan selama seminggu.” Kata Drake yang berkata tentang fakta malam ini.  “Tapi yang unik sepertinya hanya ada satu di dunia.” Kata Christian yang membuat Drake merasa mual sekali. “Jadi kau mengira dia wanita antik?” Tanyanya dengan nada bosan. Bosnya mendadak dibutakan oleh cinta.  Tapi Christian tidak begitu memperdulikan pertanyaan Drake. Pikirannya terus memikirkan wanita bergaun hitam yang telah mencuri perhatiannya. Setelah cukup lama berdiri dan memandangi ruang hampa, Christian akhirnya masuk ke dalam mobil dan membiarkan Drake menyetir mobil sampai ke rumah. -Cameron Manor- Adelle dan ketiga sahabatnya tergeletak mengenaskan di atas karpet setelah semalam mereka berpesta sampai mabuk. Matahari pagi yang mengintip malu-malu dari celah gorden yang tertutup itu mengenai wajah Adelle. Yang otomatis Adelle sangat terganggu dengan cahaya itu. Ia terbangun dan duduk sambil menyentuh kepalanya. Ia melihat dunia seperti berguncang-guncang karena efek mabuk yang masih mempengaruhi kepalanya. Entah sudah berapa botol whiskey yang mereka habiskan malam ini. Setelah kesadarannya sedikit terkumpul, Adelle menguatkan kakinya untuk berdiri dan berjalan sempoyongan melangkahi Alden dan tak sengaja menginjak perut Dale yang juga terkapar di lantai.  “Oh shi*....” Adelle memaki pelan karena ternyata butuh perjuangan sekali untuk sampai kamarnya di lantai tiga. “Lain kali aku akan pasang lift di sini.” Gumamnya berbicara sendiri sambil berpegangan pada tembok untuk berjalan menuju kamarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD