Sahabat Dekat

1437 Words
    Senin pagi di kelas 11 IPA 2, Indah yang datang pertama di kelas itu merasa heran karena tidak biasanya dia jadi orang pertama yang ada di kelas saat pagi hari. “Ini gue gak salah tanggal kan ya, kan sekarang hari Senin, bukan tanggal merah kan? Ih tumben banget gue masuk kepagian, biasanya si Zul udah dateng nih jam segini harusnya.” Ujar Indah sambil mengecek tanggal yang ada di kalender depan kelasnya.       Tidak lama setelah itu, Indah mendengar seorang cowok memanggil namanya dan menepuk pundak Indah dengan pelan. “Permisi sist, lagi ngapain? Keliatan bingung banget mukanya,” Sapa seorang cowok berbadan gempal dan tidak terlalu tinggi yang bernama Bagus.       “Yaampun, Guuus.. Kaget gue kirain siapa,” Jawab Indah sambil terkejut karena kehadiran Bagus yang tiba-tiba. “Iya nih Gus, gue kira salah tanggal tadi masuk kelas kok sepi banget. Biasanya kan jam 6 gue dateng ke sekolah juga di kelas udah ada si Zul, tapi ini masih sepi,”       Bagus melihat sekeliling kelas, ternyata memang baru mereka yang masuk pagi itu. “Loh iya ya, tumben banget si Zul belum dateng udah jam 6 lewat. Kalo dia telat masuk hari ini, bisa jadi rekor baru tuh buat dia karena pertama kali telat masuk sekolah,” Ujar Bagus sambil menaruh tas di mejanya.       “Mana mungkin dia telat, Gus. Kemarin aja dia dateng latihan basket pagi banget kok. Biarin deh nanti paling dateng dia sebentar lagi.” Ujar Indah dari depan pintu kelas.       Bagus ikut heran pagi itu. Sahabat sebangku dia yang biasa datang ke sekolah sebelum pukul 6 pagi, belum juga datang. Murid lain mulai berdatangan dan kelas mulai ramai, tapi sosok Zul belum juga terlihat padahal waktu sudah menunjukkan pukul 6.20.       “Gus, orangnya belum dateng juga. Kayaknya dia kesiangan bangun tuh,” Ujar Indah sambil duduk di sebelah Bagus.       “Kayaknya sih begitu, kejebak macet mungkin dia pagi ini,” Balas Bagus sambil memperhatikan ke arah pintu masuk kelas.     Tepat pukul 06.30 pagi, bel sekolah berbunyi. Dan secara bersamaan, muncul sosok Zul dari pintu masuk kelas dengan memasang ekspresi datar dan terlihat tidak bersemangat. Meja Zul berada tepat di belakang kursi Indah. Indah yang melihat ekspresi Zul yang tampak berbeda dari biasanya, langsung menyapa Zul dari kursinya dan melayangkan pertanyaan-pertanyaan yang sedari tadi ada di kepalanya.       “Lah, baru dateng lo tumben. Muka lo kenapa ditekuk begitu? Kenapa-kenapa lo tadi di jalan sampe hampir telat?” Tanya Indah dengan sangat ingin tahu.       Namun, tidak ada reaksi dari cowok yang biasanya tertawa riang itu. Zul seakan tidak mendengar ucapan Indah dan langsung duduk di kursinya. Zul langsung menyenderkan badannya ke senderan bangku dan menghela nafas panjang. Sementara itu, Bagus hanya memperhatikan Zul mulai dari dia memasuki kelas sampai duduk di sebelahnya. Tanpa kata, sapaan, atau bahkan senyuman sedikitpun. Zul nampak seperti orang yang telah mengalami hari terburuk.       Indah memutar badannya ke arah meja Zul. Matanya fokus memperhatikan sikap sahabatnya itu sambil mengerutkan dahi. “Heh, Botak.. Lo kenapa deh? Kena tilang tadi di jalan? Apa gak dikasih jajan buat sekolah? Datar banget muka lo kayak papan jalan,”       Zul mengusap mukanya dengan kedua tangannya, membetulkan posisi duduknya, lalu tersenyum tipis ke arah Bagus. “Gus, temen lo kok cerewet banget ya pagi-pagi?” Tanya Zul sambil menepuk pundak Bagus dan sedikit menunjuk ke arah Indah.       “Udah bosen gue juga denger temen lo itu ngoceh dari mulai masuk kelas tadi, Zul. Lo sih telat masuknya, tumben banget,” Jawab Bagus.       Indah masih memperhatikan raut wajah Zul yang terlihat seperti seseorang yang murung dan mencoba untuk terlihat tidak ada hal buruk yang terjadi. Semangat seorang Zulfikri di pagi hari yang biasanya terlihat penuh energi dan senyuman, pagi itu hilang dan tidak terlihat seperti Zul yang Indah kenal selama ini. Indah terus memandangi Zul sambil menunggu cowok itu mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.       “Ya biasalah, kesiangan gue tadi pagi alarm hape nyala tapi gue gak kebangun,” Jelas Zul sambil tersenyum dan menggaruk-garuk kepalanya dengan tangan.       Melihat respon sahabatnya itu, Indah masih nampak kebingungan dengan alasan Zul. Karena ekspresi Zul yang sedingin tadi, tidak mungkin alasannya hanya kesiangan telat bangun pagi. Indah mengalihkan perhatiannya ke arah Bagus. Tetapi Bagus seakan tidak menaruh curiga pada Zul dengan ikut menanggapi candaan Zul barusan. Perlahan Indah kembali memutar badan ke arah depan kelas sambil tetap memasang wajah kebingungan. Mungkin saja Zul jujur. Atau mungkin dia hanya belum mau menceritakan yang sesungguhnya.       Di kelas, Zul bukan tipe anak yang aktif bertanya pada guru. Dia hanya rajin mencatat apa saja yang dia lihat di papan tulis saat guru sedang mengajar. Mengerti atau tidak, itu urusan belakang untuk Zul karena dia lebih sering meminta penjelasan materi pada sahabat sebangkunya, Bagus. Bagus si kutu buku itu justru agak malas untuk mencatat semua materi di bukunya. Dia lebih memilih untuk mencatat semua materi di ingatannya. Dan itulah mengapa Bagus suka duduk di sebelah Zul, karena dia hanya perlu meminta buku catatan Zul menjelang ujian untuk sekedar mengingat kembali materi yang pernah diajarkan di kelas. Dan Bagus juga cukup berjasa bagi Zul di setiap menjelang ujian.   ***     Bel istirahat berbunyi. Setelah merapihkan bukunya, Zul beranjak dari kursinya. Dia mencolek bahu Indah dan mengisyaratkan tangannya untuk Indah agar mengikuti Zul keluar kelas. Indah yang melihat itu segera beranjak dari kursinya dan menghampiri Zul di luar kelas.       “Heh, Pitak. Ngapain lo nyuruh gua ngikutin lo?” Tanya Indah dari samping Zul.                 “Mau ngajak makan di kantin, tapi gue bawa bekel sih ini jadi paling beli minum doang. Lo gak laper emang?” Jawab Zul sambil menunjukkan kotak makanannya pada Indah.       “Boleh deh, ayok.” Ujar Indah pad Zul.       Sesampainya di kantin, Zul hanya membeli sebotol air mineral dingin. Sementara, Indah jajan makanan ringan cukup banyak hanya untuk cemilan sambil bersiap mendengarkan cerita dari Zul. Dan beberapa saat setelah Zul menyantap bekal yang dia bawa dari rumah, Indah sudah menagih cerita yang Zul janjikan kepadanya.       “Nah, yuk buruan cerita. Kenapa lo tadi pagi?” tanya indah yang duduk di sebelah Zul di kantin.       Sambil menyantap makanannya, Zul membuka ceritanya. “Gue diputusin sama Anin semalam,” Jawab Zul dengan singkat.       Mendengar itu, Indah terdiam sejenak dan perlahan menengok ke arah Zul. “Hah? Lagi? Putus lagi? Kali ini kenapa coba? Lo kan udah dua kali putus nyambung sama dia. Ah, nanti juga kalian balikan lagi,” Ujar Indah.       “Engga, gak akan. Gue udah capek dimainin terus sama dia. Padahal gue berusaha tulus sama dia tapi kayaknya dia anggep itu belum cukup. Gak kuat gue sama sikap egoisnya. Padahal gue udah coba menerima itu dan jadiin itu kekurangan dia, tapi beginilah jadinya,” Jelas Zul dengan nada pasrah.       Zul berhenti makan sejenak lalu mengganti posisi duduknya menghadap Indah. “Gue tuh jadi mikir, selama ini gue beneran sayang sama dia apa hanya terobsesi untuk menerima segala kekurangan dia aja. Selama ini juga gue yang selalu ngalah sama dia, tapi tetep dia suka seenaknya aja bersikap,” Ujar cowok alis tebal itu.       “Iya juga sih, Zul. Paham gue kondisinya. Terus, lo mau gimana sekarang?” Tanya Indah.       “Entahlah, gue pasti akan susah buat lupain dia. Mungkin gue cuma bisa untuk gak mikirin dia lagi sementara ini dan mengalihkan pemikiran tentang dia ke hal lain,” Jawab Zul.       “Bagus deh kalo lo ada niatan move on begitu, setidaknya kegiatan lo yang lain jadi gak terganggu dan bisa lebih tenang kan? Trus, tadi pagi lo hampir telat beneran karena alarm lo gak kedengeran?” Tanya Indah untuk mengalihkan topik sejenak.       Mendengar pertanyaan itu, Zul tiba-tiba tersenyum. “Gak kok, tadi pagi gue ambil jalan memutar lebih jauh aja. Sengaja biar naikin mood buat mulai kelas pagi ini di sekolah dan biar keliatannya ceria aja gitu,” Jawab Zul.       “Mana ada ceria tadi pagi. Muka lo tadi pagi pas masuk kelas aja udah jutek gak ada semangat begitu kok,” Ujar Indah.       “Haha, masih keliatan sedih ya? Gapapa deh keliatannya kan tadi pagi doang,” Ujar Zul dengan nada bercanda.       “Ya gimana gue gak keliatan, jarang banget loh gue dicuekin sama lo kayak tadi pagi. Udah gitu ekspresi lo tuh gabisa bohong, Zul. Ada sesuatu yang lo belum cerita ke gue, jangan coba-coba bohongin gue deh lo. Coba perbanyak latihan acting lagi ya bro untuk kelabui saya.” Balas Indah mengejek Zul.       Mendengar itu, Zul hanya tersenyum tipis. Meskipun Zul sudah mencoba bersikap biasa saja, rupanya sahabatnya itu masih bisa melihat kalau Zul sedang menyimpan sebuah masalah yang membuat Zul sedih. Bersahabat dengan Zul selama satu tahun lebih membuat Indah paham betul tentang sahabatnya itu. Jadi, mana mungkin Indah tidak mengetahui tentang perubahan sikap yang sedang terjadi pada sahabatnya pagi itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD