chapter 1

1107 Words
Felisha mengambil dua piring keramik untuk dirinya dan Nayara makan siang. Melihat Nayara dan beberapa temannya bermain membuat Felisha agak sedikit lega. Setidaknya anaknya membuatnya tersenyum setelah kejadian tadi siang. “Teman-temanku sudah pulang ke rumahnya, aku juga tidak belajar hari ini. Katakan kepadaku sebenarnya ibu kenapa?” “Sudahlah Nayara, makanannya sudah siap. Lebih baik kamu cuci tangan dan juga makan siang bersama ibu. Ibu sudah menyiapkan makanan untukmu.” Nayara menuruti apa yang di katakan ibunya, sepertinya ibunya tidak akan jujur tentang apa yang terjadi bersama ayah. “Iya ibu aku akan menuruti ibu, ibu di wisuda ku nanti apakah ayah akan bersamaku? Ibu bilang bahwa ayah bekerja, apakah ia akan pulang dan datang melihatku?” “Makanannya sudah siap, makan dulu bicaranya nanti saja. Ayahmu pasti pulang jika dia mencintai kita.” “Memangnya ayah tidak mencintai kita? Kan dia bekerja untuk kita, ibu jangan khawatir bahwa ayah akan selingkuh. Ayah baik-baik saja disana.” Felisha yang mendengar putrinya berbicara hanya mampu terhenyak atas apa yang dirinya lontarkan, “Kamu tahu kan ini sedang makan siang, ayahmu berangkat kerja tadi pagi dan siang ini kau menanyakan ayah. Mulai besok ibu akan selalu bersamamu. Jadi kamu harus kuliah yang baik.” “Memangnya ibu tidak menemani ayah bekerja? Biasanya ibu selalu bersama ayah. Kenapa kali ini kalian seperti ini. Aku hanya bingung kalian tidak biasanya seperti ini, terlebih ibu membantu pekerjaan ayah. Apakah ayah tidak kehilangan ibu? Biasanya kalian selalu erat lalu kenapa kalian sekarang tidak bekerja bersama lagi.” Felisha yang geram mendengar ocehan putrinya kali ini tak lagi mampu bersabar. Dirinya mengetuk meja dengan dua jari, “Kau tahu kan ibu tadi bilang apa? Ini makan siang Nayara, jangan berbicara tentang ayah. Ibu ada disini untukmu, jadi jangan memikirkan ayah lagi. Ayah sedang bekerja.” empat puluh lima menit kemudian. Suara air di westafel terdengar, setelah makan siang Felisha mencuci piring dan membersihkan seluruhnya. Bahkan putrinya kembali ke kamar seperti apa yang ia suruh. Ucapan Nayara kembali terngiang di benak Felisha. ‘Seperti apa kataku Nayara akan susah jauh dari ayahnya, Adyatama membuatku pusing. Jelas-jelas anaknya perempuan, tapi dia meninggalkanku. Walaupun dia bersama wanita lain tetap saja dia memiliki anak bersamaku,’ Felisha membatin. Setelah membersihkan beberapa piring Felisha berjalan ke teras belakang rumah, namun langkah kakinya berbelok menuju ruangan kamar tidur Nayara, “Sayang, sebentar lagi mau malam. Jadi setelah menonton televisi kau harus mandi. Jangan lupa. Ingat pesan ibu.” “Iya ibu aku akan menurut padamu.” “Aku mencintaimu juga. Kau anak yang baik.” Felisha jauh lebih memilih ke teras belakang rumah, sedikit menghirup udara segar membuatnya sedikit lega. “Adyatama, putrimu menanyakanmu. Tapi kamu meninggalkanku, ini tidak adil. Jelas-jelas putrimu membutuhkan kita berdua,” ucapnya dengan nada pelan. Felisha hanya berjalan-jalan di taman kali ini sebelum dirinya kembali ke ruangan kamar. Hingga dua puluh lima menit, Felisha kembali berjalan menuju ruangan kamar. Menyalakan beberapa penerangan di dalam rumah, hingga beberapa angin malam mulai memasuki ruangan. Felisha menutup beberapa jendela yang terbuka dengan mengunci pintu teras belakang rumah. “Ibu, masih di sini?” Tanya Nayara yang mengejutkan ibunya sedang menutup pintu teras belakang rumah. “Kenapa sayang? Apa ada sesuatu?” Tanya Felisha. “Tidak apa-apa ibu, aku akan mandi. Apakah aku boleh membawa temanku lagi besok ibu?” “Untuk apa?” “Untuk bermain saja, lagipula sekolahku selalu belajar jadi aku ingin sambil bermain juga.” “Boleh, tapi kau harus selalu paham, jangan sampai jadwal bermainmu mengganggu pembelajaranmu nanti. Kau yang memiliki cita-cita jadi kau harus capai prestasimu.” “Jadi aku dizinkan bebas besok? Maksudnya bermain dan belajar.” “Yasudah mandilah, jangan lupa nanti kita makan malam. Jam 20.00 wib kita makan malam.” “Iya ibu.” Langkah kaki Felisha berjalan menuju kamar. Memasuki ruangan kamar dan mengambil ponsel miliknya. Ada beberapa pesan yang masuk, salah satunya adalah sahabatnya yang bekerja di Alister Corporation dimana Adyatama bekerja. Pesan singkat yang di terima Felisha hanya berupa kabar biasa. “Benar-benar Adyatama membuatku pusing, aku akan mencari kerja besok. Jelas-jelas putrinya menanyakannya,” ucap Felisha dengan dahi yang mengkerut, kedua matanya selalu menahan air mata. “Adyatama menceraikanku, membuatku sedih sekaligus sakit.” Lagi-lagi gerutuan Felisha terdengar, Felisha pun bergegas mandi. Ia ingat ada jam makan malam bersama putrinya jam 20.00 wib. Suara jam terdengar hingga gemericik hujan jatuh menemani datangnya malam, perpaduan sempurna dengan kesedihan hari ini. Felisha tidak pernah berpikir bahwa pernikahannya bersama Adyatama akan bercerai, terlebih Adyatama tidak memberikan pesan kepada Nayara. *** Adyatama sudah selesai meeting malam ini, dirinya membuka ponsel dengan melihat foto istrinya dan putrinya. Tugas Adyatama sebagai seorang manager semakin berat, banyak sekali beban yang harus ia tanggung. Bukan berarti perceraian adalah perpisahan. Justru ini adalah jalan terbaik untuk istrinya dan juga anaknya. Adyatama dan Felisha menyetujui perceraian, tapi tidak berpisah untuk anak. “Ayah selalu mencintaimu Nayara, ayah selalu bekerja. Jika ayahmu selalu bekerja bersama dengan ibu, kau akan selalu sendiri di rumah. Harus ada salah satu yang mengalah, biarkan ibumu sekarang bekerja di dekatmu Nayara. Ayah justru mencintai kalian,” ucapan getir dari bibir seorang Adyatama terdengar, ia tidak pernah ada niat untuk menyakiti istrinya. Melihat anak perempuannya sekarang semakin tumbuh membuatnya selalu bertahan ditambah Adyatama lelah dengan Felisha yang selalu bertengkar. Tok … tok … Suara ketukan pintu terdengar, Lana membawakan beberapa berkas kepada pimpinannya untuk di tanda tangani, “Pak Adyatama, ini ada beberapa berkas setelah kita meeting tadi sore.” “Tolong simpan saja disana, di atas meja kerja saya nanti saya tanda tangani, Lana … nanti saya mau ada meeting ke Bandung, nanti tolong kasih saya note di atas meja kerja saja, kebetulan ada project beberapa di Bandung. Jika ada hal penting besok tolong di urus. Kebetulan nanti saya bicara kepada pimpinan tentang project di Bandung,” ucap Adyatama sembaring meletakan kembali ponsel miliknya yang berisikan foto Felisha dan Nayara. “Baik pak, lagipula pimpinan sudah menyetujui beberapa kerja sama dengan beberapa perusahaan. Jika ada sesuatu yang penting pasti saya akan menghubungi bapak.” Lana pun tersenyum dengan sedikit membungkuk, dirinya pergi keluar dari ruangan Adyatama. “Kamu tahu tidak bahwa Pak Adyatama sudah bercerai dengan istrinya Ibu Felisha?” ucap beberapa staff kantor yang bergosip. Membicarakan pimpinan di saat jam kerja, disaat yang lain bekerja beberapa di antaranya sibuk bergosip. “Kalian ini bukannya bekerja malah bergosip, lagipula itu rahasia rumah tangga seseorang kenapa kalian umbar. Jika memang bercerai lalu kalian ada untungnya dengan membicarakan mereka di belakang. Bukannya memikirkan diri kalian sendiri, malah sibuk menggunjing pimpinan. Jika kalian tahu cukup diam saja. Semoga saja besok Pak Adyatama kembali bersama istrinya,” sentak Lana kepada beberapa staff kantor yang bergosip.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD