**
Clara menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidurnya, menghela nafasnya masih merasa begitu tertekan oleh aura menyeramkan saat ia duduk bersama orang orang populer disekolahnya tadi.
"Clara?"
Ia mengerjap melirik kearah nakasnya dimana jam listriknya menunjukkan pukul tiga sore, waktu yang terlalu cepat untuk ibunya ada dirumah.
"Ya Bu!"
"Boleh Ibu masuk?"
"Boleh"
Gadis bertubuh mungil itu bergegas bangkit duduk di tepian tempat tidurnya, Ibunya tampak mendorong pintu dengan pelan sebelum duduk menyusul Clara ditepian tempat tidurnya.
"Clara.."
Jemari lentik itu membelai rambut Clara dengan lembut, ada tatapan cemas, penyesalan dan penuh harap yang bercampur menjadi satu dimata ibunya.
"Ada apa Bu? Ibu baik baik saja?"
Wanita paruh baya itu tersenyum lembut, meraih tubuh mungil Clara dalam dekapan hangatnya.
"Bu?"
"Maafkan Ibu.."
Clara mengerutkan keningnya mendengar bisikan pelan Ibunya.
"Maaf?"
"Mungkin ini sangat berat untukmu tapi Ibu benar benar berharap kau akan memenuhi permintaan Ibu"
Kerutan dikening Clara makin dalam, ia menatap Ibunya yang menatapnya lekat lekat.
"Apa yang sedang Ibu bicarakan?"
Bella menghela nafasnya, mengusap pipi kemerahan Clara dengan lembut.
"Kau masih ingat dengan tuan Stevano?"
Clara menahan nafasnya seraya mengangguk pelan, menanti apa yang ingin ibunya bicarakan.
"Kita akan makan malam dengan mereka malam nanti"
Clara tersentak merasakan kepalanya yang seolah dihantam godam raksasa.
"Katakan itu saat kau membuat kesalahan"
"Atau mungkin besok malam"
"See you to night Clara"
Suara lembut milik Anna berdengung dikepalanya, apa mungkin Ibunya akan menikah dengan tuan Stevanno Grayen?
Ayah dari Grayen bersaudara?
Oh my..
"Clara?"
Suara Ibunya membuat Clara tersentak, menatap wanita paruh bayah dihadapannya dengan ribuan pertanyaan yang mulai berkecamuk dikepalanya.
"Ibu..Ibu tidak.."
"Ibu sudah menyiapkan gaun untukmu, bersiaplah karna kita akan kerumah Stevano"
"Ibu.."
"Ibu menyayangimu"
Clara mendesah gusar tidak tahu harus mengatakan apa saat ini, semuanya terasa begitu mendadak.
Dan..
Bagaimana bisa Anna sudah menduga hal ini akan terjadi?
Ini gila!
Benar benar gila!
**
Anna melemparkan tatapan dinginnya kearah Arash yang seperti biasa menatapnya dengan tatapan tajam membunuhnya dengan jemari yang memainkan pematik disana.
"Aku membencimu"
Anna berbisik pelan, Arash hanya menunjukkan seringaian kecil disudut bibirnya masih dengan tatapan sama membunuhnya menghunus Anna yang duduk manis dihadapannya.
"Kau pikir aku tidak muak melihat anak penggoda sepertimu berkeliaran disekitarku?"
Anna membuang tatapannya dengan rahang yang terkatip dengan rapat.
"Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak melakukan ini saat Ayah ada dirumah?"
"Bukankah kau yang memulai ini lil Sista?"
Anna kehabisan kata katanya, membuat seringaian mematikan diwajah sialan tampan milik saudaranya itu makin menyebalkan dimata Anna.
"Kid! Kalian belum bersiap?"
Anna mengedipkan matanya sekilas sebelum menoleh dan tersenyum dengan lebar kearah pria paruh baya yang sangat disayanginya itu.
"Selamat sore Ayah"
"Selamat sore sayang"
Kecupan hangat itu jatuh dipelipis Anna sebelum lengan yang dulu selalu menimangnya beralih merengkuh bahunya.
"Kenapa kalian belum bersiap?"
"Bersiap?"
Suara berat Arash menggema, Ayahnya Stevano mengangguk pelan dan kembali mengecup kening Anna yang kini sudah menenggelamkan dirinya dalam pelukannya.
"Kita akan malam tentu saja, oh yah apa putri kecil Ayah masih membuat masalah?"
"Ayah"
Arash menyeringai kecil melihat Anna yang menatapnya dengan tatapan penuh peringatan.
"Oh tentu saja Ayah"
"Tidak Ayah, aku tidak membuat masalah. Aku menghadiri setiap kelasku, mengikuti Klub Seni, tidak mengemudi, berkencan apalagi ke Klub malam, aku.."
"Iya Ayah percaya padamu"
Stevano terkekeh pelan mengusap kepala Anna yang memberenggut dengan tatapan kesal kearah Arash yang masih menatapnya dengan tatapan tajam.
"Tapi kau memang mencicipi Wine ku beberapa hari lalu, kau juga melewatkan makan malammu beberapa kali"
Arash menyeringai melihat adik kesayangannya itu mulai hilang kendali dibawah tatapan peringatan Ayah mereka.
"Arash!"
"Anna? Benar begitu?"
Gadis itu benar benar melepaskan semua pengendalian dirinya, memutar bola matanya malas dan menggerutu kesal.
"Ini benar benar tidak adil, Ayah melarangku ini itu harus ini itu sebelum umurku 18 tahun! Menyebalkan!"
"Anna.."
Anna memberenggut membuat Arash menyeringai diam diam, jika Ayah mereka sedang tidak disini ia akan dengan senang hati membuat Anna benar benar hilang kendali dan menghujamkannya dengan beribu u*****n atau mungkin melayangkan beberapa benda kearahnya.
"Ini hanya untuk kebaikanmu sayang, Ayah hanya khawatir padamu"
"Terserah, aku akan bersiap"
Gadis itu bergegas bangkit dengan langkah yang dihentakkan, hanya Ayahnya. Hanya dihadapan Ayahnya Anna benar benar akan bersikap layaknya gadis remaja yang baru berumur 16 tahun.
"Adikmu itu benar benar.."
"Dia memang selalu seperti itu"
"Dan kalian masih sering bertengkar, benar begitu?"
Arash menatap Ayahnya yang menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Ya begitulah"
"Ayah tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya tapi dulu kalian ini seperti saudara kembar yang benar benar tidak terpisah"
"Aku akan bersiap"
Arash bergegas berlalu.
Menjauh.
**
Clara menunduk menatap gaun indah berwarna putih yang melekat begitu pas ditubuhnya, ia gugup tentu saja.
Menyaksikan bagaimana kemewahan kediaman keluarga Grayen membuat ia benar benar ingin berlari dari tempat ini secepatnya.
"Selamat malam Bella, Clara. Ayo silahkan duduk"
Clara yang melemparkan senyuman tipisnya membiarkan Ibunya berbincang dengan Tuan Stevano dan duduk berhadapan dengan Grayen bersaudara, lebih tepatnya Arash yang hanya menatapnya dengan tajam seperti biasa.
"Apa kabar Clara? Kau terlihat sangat cantik malam ini"
Clara tersentak wajahnya memerah begitu saja mendengar pujian dari salah seorang Grayen hebat seperti Stevan yang tersenyum hangat kearahnya.
"T-terima kasih"
"Kau masih saja gugup"
Bisikan lembut Anna mengalun membuat Clara meringis pelan melihat senyum penuh arti tuan Stevano.
"Belajarlah untuk terbiasa Clara, karna kita akan menghabiskan banyak waktu bersama kedepannya"
Clara menegakkan bahunya, ia juga bisa melihat dengan jelas tatapan datar Anna dan wajah mengeras Arash saat mendengar ucapan tuan Stevano.
"Stevan, sebaiknya kita bicarakan itu setelah makan malam"
Stevan?
Jadi mereka benar benar sudah begitu dekat?
Clara hanya terdiam sepanjang makan malam begitupun dengan dua bersaudara yang sepertinya sama tegangnya dengan dirinya.
Jika memang Ibunya dan Ayah mereka akan menikah Clara benar benar akan meminta maaf.
Ia sangat tidak setuju, tapi ia tidak bisa berbuat apa apa. Karna memang sejak dulu ia tidak punya daya membantah siapapun dengan alasan apapun.
Setelah piring piring kotor berganti dengan piring yang berisi hidangan penutup yang terlihat menggiurkan diatas meja, tuan Stevano mulai membuka suara dengan senyum hangat diwajah tampannya yang ia turunkan pada Arash.
"Kalian mungkin masih terlalu muda dan ini juga terlalu jauh dalam sebuah hubungan.."
Clara mengulum bibirnya, jantungnya berdebar makin kuat saat Stevano melemparkan senyum hangatnya pada Ibunya.
"Tapi, Ayah yakin ini adalah yang terbaik untuk Arash dan Clara"
Tunggu..
"Jadi kami sudah memutuskan jika Arash dan Clara akan dijodohkan"
"A-apa?"
Clara menatap Ibu dan Stevan dengan bingung sebelum tatapannya terjatuh pada Anna yang melemparkan senyuman lebar mematikannya dan terkunci pada Arash yang mengeraskan rahangnya, kedua tangan pria itu bahkan terkepal dengan kuat diatas meja.
"What the hell we talking about?"
"Arash.."
"Selamat datang dikeluarga Grayen Clara"
Sambutan hangat Anna yang terlihat begitu kontras dengan Arash yang sebentar lagi akan meledak membuat Clara benar benar tidak bisa mengucapkan apapun, semuanya benar benar membingungkan.
Ia dan Arash?
Arash Grayen?
Dijodohkan?
Jika Clara memang sedang bermimpi saat ini, ia benar benar berharap seseorang segera membangunkannya.
Ini ..
Ini gila!
Benar benar Gila!
**