Part 7

938 Words
Pria tampan itu menatap wajah polos Raisya yang tertidur dengan perasaan geram. "Dasar gadis nakal! Kamu akan menerima hukumanmu nanti." seringai Alvi. Diangkatnya tubuh Raisya dengan mudah lalu segera berteleportasi ke kerajaan. Dibaringkannya Raisya dengan hati-hati di atas tempat tidur agar gadis cantik itu tidak terusik. "Apa yang kamu lakukan? Kamu kelihatan sangat lelah? Apa kamu kelelahan karena kabur tadi? Tapi usaha kabur kamu hanya sia-sia, sayangku." gumamnya seraya membelai permukaan wajah Raisya lembut. "Kamu benar-benar sempurna." Seulas senyum muncul di bibir merahnya. Alvi ikut membaringkan tubuhnya disamping Raisya. Laki-laki itu membawa tubuh Raisya ke dalam pelukannya. Terasa begitu mungil di dalam dekapannya. "Kamu terasa begitu mungil di dalam pelukanku, dear. Tapi aku suka itu." Alvi lagi-lagi tersenyum sendiri. Ia membelit tubuh Raisya layaknya ular. Membenamkan wajahnya di area leher Raisya. Aroma darah Raisya sangat menggoda penciumannya hingga pada akhirnya pria itu tidak dapat menahan diri, digigitnya leher Raisya dan menghisap darah gadis itu dengan rakus tanpa mempedulikan Raisya yang tidak nyaman dalam tidurnya. "Athan~" gumaman Raisya semakin membuat Alvi kalap, ia cemburu Raisyanya memanggil nama laki-laki lain. Entah nama siapa itu. Dan entah apa posisi pemilik nama tersebut di dalam hati matenya. Alvi terus menyesap darah yang terasa manis di lidahnya dengan rakus. "Ini lah hukumanmu karena berani kabur dariku, dear. Tapi kamu akan menerima hukumanmu lagi saat kamu sadar." bisik Alvi. Berhenti menghisap darah Raisya karena merasa puas. **** Raisya membuka matanya secara perlahan-lahan akibat gangguan dari cahaya yang terasa menusuk matanya. Matanya mengerjap-ngerjap dengan lucu. Hendak bangun namun tangan besar dan kekar seseorang menghentikan kegiatannya. Matanya membulat kaget saat sadar bahwa yang berada disampingnya adalah Alvi. Belum lagi ekspresi pria itu, terlihat menyeringai hingga Raisya semakin bergidik ngeri jadinya. "Pagi, dear." sapanya disusul kecupan singkat di bibir Raisya. Gadis cantik itu menegang kaku kala teringat dengan ancaman yang diberikan Alvi kemarin. "Kenapa tubuhmu menegang, dear?" tanya Alvi sok polos. Padahal dia tahu bahwa Raisya merasa tegang akibat ancamannya kemarin. Raisya meneguk salivanya dengan kasar. "Hah? Enggak kok. Ehm, lepasin aku. Aku mau mandi dulu." katanya berusaha kabur "Gak! Sebelum aku menghukummu, dear." Alvi menyeringai lagi. "Hukuman apa sih? Kamu ngelantur? Emang kamu pikir aku ini siswa yang melanggar aturan sekolah hingga harus di hukum segala?" sungut Raisya. "Kyaaaaa!!" pekik Raisya kaget saat Alvi membawa tubuhnya ke atas tubuh pria itu sendiri. "Yakkk!! Lepasin!!" Raisya berusaha berontak. Namun Alvi mengunci pergerakannya hingga Raisya terdiam kaku di atas tubuh Alvi. "Sekarang waktunya hukumanmu, dear." Raisya menutup mata, tak berani menatap wajah Alvi yang terlihat menyeramkan di matanya. Alvi membalikkan posisi mereka. Raisya lah sekarang yang berada di bawah kungkungan tubuhnya. "Buka matamu, dear." bisik Alvi tepat di telinga Raisya. Gadis tersebut menggeliat kegelian saat Alvi menggigit kuping telinganya. Alisnya mengerut tidak suka. "Ih, jangan gigit. Geli!" protesnya. "Buka matamu!" Raisya membuka matanya kesal. Matanya langsung bertubrukan dengan mata gelap Alvi. "Kamu tau kan apa salahmu? Raisya diam. "Kesalahmu adalah kabur dari tempat ini." Raisya masih diam. "Aku tidak suka kamu melawanku." Raisya diam tak bergeming. "Kenapa kamu diam?!" Raisya melongos ke arah lain. Malas meladeni Alvi yang mengintimidasinya. Alvi mencengkram dagu Raisya dan memaksa si cantik menatapnya. "Jangan pernah mengalihkan pandangmu ke arah lain saat kita sedang berbicara, dear. Aku tidak suka." geramnya. Raisya menepis tangan Alvi kasar. "Hei! Memangnya lo siapa sih? Lo itu orang baru yang tiba-tiba datang dalam hidup gue. Dan lo mengatur-ngatur gue sesuka hati lo. Gue nggak suka!" katanya penuh emosi. Ia tidak suka Alvi mengintimidasinya. Ia juga tidak suka menjadi sosok yang lemah. Tapi.. Alvi membuatnya merasa terintimidasi. Dan dia tidak suka perasaan itu! Pria yang menindih Raisya menggertakkan giginya marah. Matanya berkilat marah. "Aku tidak suka kamu bicara tidak sopan begitu kepadaku." marahnya dan langsung mencium bibir Raisya dengan kasar. Tidak memedulikan Raisya yang memberontak. Alvi memagut bibir Raisya dengan kasar. Tangannya dengan sigap menangkap pergelangan tangan Raisya yang berusaha mendorongnya. Kakinya menghimpit kaki Raisya. "Mpphhttt---" Raisya kesal karena tidak bisa melawan kekuatan Alvi. Bisa saja dia menggunakan kekuatannya tapi ia takut jati dirinya terbongkar. Semakin lama, ciuman Alvi semakin kasar. Bahkan bibir Raisya terasa perih. Air mata mengalir begitu saja dipipinya. Namun Alvi tidak peduli melihat air mata Raisya -tidak, tidak- maksudnya Alvi berusaha untuk tidak peduli. Ia hanya ingin membuat Raisya menurut kepadanya. Ide briliant tiba-tiba menghampiri otak Raisya. Ia berusaha mengeluarkan kekuatan anginnya. Dan.. Brakkk! Ciuman kasar itu terlepas karena Alvi terkejut akibat jendela kamar yang terbuka dengan sendirinya lalu kembali tertutup hingga menimbulkan suara yang nyaring. Raisya mendorong Alvi kuat. "Jahat!!! Gue benci lo!!!" jeritnya marah lalu berlari keluar kamar dengan air mata yang bercucuran. "ARGHH!!" "Aku gak maksud gitu, dear. Aku hanya ingin membuatmu menuruti ucapanku." Alvi mengacak-ngacak rambutnya kesal. Ia merutuki dirinya sendiri yang membuat Raisya benci pada dirinya. Hal kecil seperti ini saja sudah membuat Raisya membencinya, bagaimana kalau Alvi benar-benar menghisap darahnya? Mungkin saja Raisya tak sudi lagi melihat wajahnya. Untung saja ia menghisap darah Raisya sewaktu gadis itu tidur. Di lain tempat. Raisya menangis di bawah sebuah batang pohon yang lumayan besar sembari menenggelamkan wajahnya di lutut. Ia merasa sedih, kesal, dan marah. Alvi menculiknya. Alvi menciumnya. Ia bahkan tidak punya perasaan pada Alvi. Dan Alvi mencium dirinya seenak jidatnya saja. Raisya merasa dilecehkan. Ia tidak sudi dirinya dicium oleh orang yang tidak dicintainya-Alvi. Ya, walaupun perlu dia akui. Ada semacam perasaan asing yang menelusup ke relung jiwanya tapi ia yakin itu bukan cinta. Itu hanya perasaan asing yang tidak ia mengerti. Lagipula hatinya sudah mempunyai pemilik. Namun sayang pemilik hatinya itu--- ah, sudahlah. "Sialan!" lirihnya sembari meninju tanah berulang kali dengan kepalan tangannya. "Gue mau pulang." -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD