The Stalker

1144 Words
“Titip salam kepada adikmu dariku, semoga berhasil!” Dia berdiri di depan meja makan, bersiap untuk pulang. Adik Harry sebentar lagi akan mengikuti olimpiade atlet di Jepang, dan besok pagi ia akan berangkat menuju Los Angeles untuk bertemu dengan pelatihnya bersama beberapa tim nasional lainnya yang terpilih. Jika di ingat-ingat, adik kecilku yang satu itu bertumbuh cepat sekali. Dahulu semasa aku dan Harry masih bersama, dia bahkan masih sangat kecil. “Ehiya, semoga kau tiba dengan selamat di rumah. Pulanglah cepat! Besok pagi kau akan berangkat kerja, Harry” Ucapku kepadanya. “I love you too” Balasnya sembari senyum tipis kepadaku. Daripada membalas omelanku, dia lebih memilih berkata demikian agar aku berhenti mengomel. Sungguh, benar-benar lelaki yang menyebalkan. Dia tersenyum dan keluar dari apartment-ku. Sebenarnya aku kasihan kepadanya, dia mencoba mencari kebahagiaannya sendiri. Keluarganya sudah sangat berantakan sejak kepindahannya dari Warsaw beberapa tahun lalu. Ayahnya meninggal dunia dalam kecelakaan kerja, dan ibunya menikah bersama laki-laki lain. Ayah tirinya banyak membawa kesialan bagi keluarganya, dia membawa beban utang besar akibat judi dan bisnis minuman keras dan tak bisa melunasinya. Pada akhirnya, ibunya yang babak belur karena masalah ekonomi yang membundak tiap kali suaminya pulang dalam keadaan mabuk. Aku selalu ingin mengatakan beberapa hal yang mungkin bisa menyemangatinya, akan tetapi itu sangat susah kulakukan. Handphone-ku bergetar… itu pesan dari Nath, dia mengatakan maaf tak bisa makan malam bersama kami karena mendapatkan panggilan mendadak dari client. Nath: El, pardon me. Aku sungguh ada urusan mendadak malam ini. Client-ku mengadakan janji temu secara tiba-tiba. Morella: That’s okay at all, Nath. Don’t worry, Bagaimana pekerjaanmu? Aku harap tak ada masalah serius Nath: Good, aku hanya terlalu banyak pekerjaan akhir-akhir ini dan mengabaikan-nya terlalu lama Morella: Sorry, Siapa yang kamu abaikan? Nath: Ah, ya. I mean, client-ku, haha! Kami ada kontrak kerja sama dan penawaran gig-ku kepadanya belum selesai. Morella: Ah begitu, tak apa-apa. Kau bisa beristirahat sekarang. Aku harap pesanku tak menganggu waktu istirahatmu! Nath: Tentu saja tidak. So, bagaimana date-mu dengan Harry malam ini? Morella: Oh, s**t, nvm! Nath: LOLOLOL Morella: SELAMAT MALAM. Aku tertawa dan beranjak ke kasurku untuk beristirahat. Tetapi, ponselku bergetar sekali lagi. Bukan notifikasi pesan atau panggilan dari kerabat atau keluarga. Melainkan sebuah e-mail dari seseorang tak dikenal dari blog-ku. Dear grandpagrandpa, Aku adalah seorang wanita berusia dua-puluh-enam-tahun yang berkencan dengan laki-laki yang luar biasa beberapa bulan yang lalu. Dia sangat cerdas, dewasa, humoris, dan benar-benar pasangan yang sempurna bagiku. Aku sangat berbahagia bisa bertemu dengannya, dan sangat bahagia setelah tau bahwa dia mencintaiku lebih dari yang aku miliki kepadanya. Kehidupan kami baik-baik saja, hingga kami memutuskan untuk tinggal bersama. Salah satu kebiasaan buruk yang ia miliki adalah membandingkan diriku dengan mantan pacarnya yang sangat sempurna. Aku bukanlah seorang wanita yang cantik dan pandai seperti kekasihnya terdahulu. Beberapa waktu lalu, dia mengatakan kepadaku bahwa dia menyesal memilihku sebagai pasangannya dan menyesal mengajakku tinggal bersama. Kami seringkali bertengkar akhir-akhir ini dan aku selalu meminta maaf kepadanya atas ketidaksempurnaan yang kumiliki. Aku berkata “Maaf, tapi aku tak tau harus berbuat apa untukmu.” Dan dia mulai melakukan physical-abuse kepadaku yang sedang mengandung anaknya. Aku selalu bertanya kepada diriku sendiri tentang apa yang dia sukai? Perempuan seperti apa yang dia harapkan? Bagaimana aku bisa menjadi perempuan yang dia sukai seperti awal kami bertemu dahulu? Dan itu membuatku sangat kesakitan: Sakit karena cemburu. Sakit karena insecurity dengan diriku. Sakit karena ketakutan. Dia membuatku merasa gila karenanya. Aku tak takut apabila dia berselingkuh dariku. Akan tetapi, aku takut dia pergi karena aku tak cukup baik baginya. Aku tidak tau harus berbuat apa. Aku merasa kasihan dengan bayi yang kukandung karena memiliki ibu yang tak sempurna seperti diriku. Apa yang harus aku lakukan? Love, Your Truly Believe Aku mengusap wajahku dengan sedikit kasar setelah membacanya. Sungguh, sebagai wanita aku tak tahan membaca hal seperti ini. Aku memang rutin membalas e-mail dari para pengikutku di blog pribadiku di waktu senggang. Aku menerima pesan dari mereka karena aku paham begitu sulit untuk mencari tempat cerita yang tepat. Dear Your Truly Believe, Hai, terima kasih sudah mengirimkan pesan kepadaku. So let me see, your boyfriend is: 1. Wonderful 2. Extremely smart 3. Mature-Sense 4. Funny 5. Trusting Tetapi, kekasihmu juga adalah seorang pelaku physical abuse which is bad for you, right? Apakah aku akan mulai melontarkan judgement kepadanya? Let’s see, aku melihat dari sudut pandangmu sebagai seorang wanita dewasa. Dia tak menyakitimu, dia tak membuatmu sakit seperti apa yang kamu katakan kepadaku. Kamu adalah korban dari your inner-self feels not happy with yours. You’re haunted by your own irrational, insecure, jealous feelings, dan jika kamu lanjutkan akan sangat menjatuhkan dirimu ke titik terendah hidupmu. Kamu mempunyai kontrol atas apa yang kamu pilih. Kamu berhak untuk memilih pergi jika tau bahwa perkataan dan perlakuannya melukai harga dirimu. Aku tidak bermaksud sarkas kepadamu, darling. Aku langsung mengatakan kebenarannya untuk menolongmu keluar dari rasa sakitmu. It’s clear to me because kamu adalah perempuan berharga dan luar biasa. Don’t you think so at the first place? Let me know what do you think about this letter. Aku akan mengirimimu lebih banyak setelah tau tanggapanmu tentang hal ini. Cordially, grandpagrandpa Setelah menekan tombol kirim, dan memastikan bahwa e-mailku sudah sampai ke penerima. Aku kemudian beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya, aku kembali mendengar lelaki gitar tersebut mulai menyanyikan beberapa bait lagu yang sedikit berbeda. Aku sungguh penasaran dengannya dan sekali lagi bahwa aku sedikit mengagumi talenta yang ia miliki. Apa yang membuatku teramat penasaran padanya? Aku mempunyai background di dunia musik dan aku pikir dia bisa menjadi teman baikku. Akan tetapi, aku cukup tau diri dan malu setelah kejadian sore tadi bersama Harry dan membuatku berpikir berkali-kali untuk kembali ke balkon kamarku. Aku terpikir untuk mendekati jendela dan mendengar lebih jelas apa yang ia nyanyikan malam ini. Setelahnya, dia terlihat menaruh gitar di sisinya lalu masuk mengambil secarik kertas dan sebuah pena. What the hell is he doing? OMG, he makes me so nervous. He’s writing, what the hell is he writing? Setelahnya, aku tak melihatnya lagi. Aku memilih untuk tidur lebih cepat karena besok pagi aku mendapatkan shift pagi. Knock… knock… knock... “wait, siapa yang bertamu di malam hari?” batinku Setelah lama berdebat dengan pikiranku, aku memutuskan untuk membuka pintu dengan tongkat baseball di tanganku. Ini Amerika, not Poland, apa saja bisa terjadi bukan? Lelaki gitar itu membawa kertas dan memberikannya secarik kepadaku. Dia tersenyum dan pamit tanpa sepatah kata pun dengan senyum tipis di wajahnya. A phone number. Shit. His phone number? Dia gila. Aku tidak akan menelponnya. Aku tidak akan berkencan untuk saat ini. But hey, I am not naive. Begitu aku mencoba untuk membalikkan kertasnya, Ps: Aku melihatmu malam ini di jendela kamarmu tengah menikmati nyanyianku. Mau berteman? Aku akan menyanyikanmu lebih banyak lagu. Aku masih terpaku dan kaget membacanya. Jadi, dia tau kalau aku diam-diam menjadi stalker-nya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD