Who?

1001 Words
Aku yang tadinya berdiri celingukan mencari keberadaan Sofia berakhir dengan insiden keteku teman lama dan membuatku lupa dimana temanku pergi? Aku berniat kembali ke hotel, akan tetapi terlalu khawatir bila Sofia mencariku sejak tadi. Aku kemudian ingat bahwa dia baru saja membelikanku sebuah ponsel dengan layar yang sangat lebar. Sofie mengatakan, "Setidaknya kau harus merasakan bagaimana rasanya menjadi manusia modern." Namanya adalah smartphone. Ponsel pipih ini terlalu besar dan berat bagiku. Sebelumnya aku menggunakan ponsel kecil dengan tombol yang mudah digunakan. Huh mengapa manusia senang sekali mempersulit hidup mereka ya? Baiklah, aku memutuskan mencari tempat duduk di sekitar taman dekat kafe milik Addity dan Suaminya. Menyempatkan waktu barang sebentar untuk mempelajari cara kerja ponsel milik manusia modern. Aku kemudian berjalan dan duduk di dekat mesin penjual minuman bersoda dan duduk tepat di samping laki-laki muda. Sepertinya dia orang lokal, ah tapi aku langsung duduk disampingnya tanpa bertanya dan itu akan menghabiskan waktuku sungguh. Tak ada tempat kosong! Tadi Sofia memberitahuku bahwa ponsel ini sudah siap kugunakan karena mbak sales tadi sudah memberinya kartu perdana yang hisa kugunakan untuk mengirim pesan maupun pesan suara dan berselancar di internet. Hey apa yang menarik di internet? Bukankah kehidupan nyata lebih indah daripada menghabiskan waktu di depan layar? Aku tak akan mungkin berlama-lama dengan benda ini, baru menggunakannya saja mataku terasa sangat sakit. Kecuali itu bisa menghasilkan uang, mana mungkin? Hah, lagipula tampilan layarnya tampak seperti cahaya ilahi. Aku mencari nomor telepon Sofia di kotak pemanggil dan berniat akan mengiriminya pesan suara. Beruntung tak berapa lama kemudian, aku sudah terhubung dengannya, "Kau kemana saja? aku mencarimu Sofia" tanyaku "Ah, maaf tadi aku pulang lebih awal ke hotel karena perutku terasa sakit tiba-tiba." kata sofia dibalik telepon "Kenapa kau tak memberitahuku Sof? Kau tau aku mencarimu sedari tadi. Untung saja ponsel ini menyimpan nomormu." "Aku lupa bagwa aku belum menyimpan nomormu. Sudah kubilang kan ponsel ini akan sangat berguna dikemudian hari. Ralat, dalam hitungan jam sudah membawa manfaat." Kata Sofia "Ya, ya.. terima kasih nona Sofia, mm tapi kau tau? kenapa layar ponsel ini terang sekali? Mataku sedikit sakit melihatnya." "Itu kau yang tak tau cara menggunakannya. Aku akan mengajarimu cara menggunakan ponsel pintar saat kau tiba di hotel. Kemana saja kau mencariku?" Aku sedikit berdehem dan tertawa kecil sebelum menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Sofia, "ehm, aku tadi mencarimu di ujung taman lalu tak sengaja bertemu dengan teman semasa SMA dan aku mampir ke tokonya" "Sungguh? Kau pasti sangat merindukannya, dan dia masih mengingatmu? Hey, lihatlah kalian bahkan masih saling bertegur sapa setelah bertahun-tahun tak bertemu." "Bukan, bukan begitu. Aku akan menceritakan tentangnya padamu nanti. Mm kalau begitu aku tutup teleponnya ya? Aku akan mampir sebentar di rumah sushi di sudut taman kota. Aku sangat kelelahan dan menbuat perutku lapar. Kau ingin menitio sesuatu?" tanyaku memastikan sebelum menutup teleponnya. "Tidak, aku sudah memesan makanan di hotel. Pergilah makan secepatnya, bye" Sofia menutup teleponnya lebih awal Aku memasukkan ponsel ini ke dalam tasku lalu berjalan ke mesin minuman bersoda untuk membeli sebotol minum. Padahal aku sudah meminum Cappuchino di kafe milik Addity tadi, tapi perutku terasa kembung karena hidangan a la carte memiliki porsi yang terlalu sedikit. Aku biasa memesan 3 porsi saat bunda-ku berbelanja. Aku melewati lelaki muda yang duduk disampingku, dia terlihat sedang mendengarkan ear phone dan hanya melihat-lihat orang yang berlalu lalang sejak tadi. Tiba-tiba ia berdiri dan bertanya apakah aku tau dimana hotel xyz? Tanpa babibu aku langsung menginterogasinya "Hey kau membuntutiku ya?" Tanyaku dengan cara yang sedikit nge-gas dan menuduhnya "Apa maksudnya membututimu?" tanyanya lagi "Ya, kau tau dimana hotel yang aku tempati. Bukankah kau baru saja mendengar percakapanku dengan temanku tadi? Atau jangan-jangan kau mengikutiku sejak keluar hotel" Terdengar suara helaan nafas yang berat seberat cobaan hidup dari lelaki tersebut. "Apa kita saling mengenal? Dan untuk apa aku membuntutimu? Memangnya kau siapa? Lagipula aku hanya bertanya 'dimana hotel xyz? Bukan berarti ingin berniat jahat" ucapnya dengan sedikit kesal Aku sedikit berdeham untuk mengurangi rasa maluku yang entah kemana memarahi orang asing, sudah seperti karen saja. "Mm, baiklah, aku minta maaf soal itu. Aku bukan orang lokal dan sedikit sensitif saat berada diluar rumah. Ehm, jadi kau duduk disini karena tersesat? Bukan begitu?" tanyaku memastikan "Ya, aku pendatang dari Polandia karena urusan pekerjaan dan terpisah dari rombongan kawan kerjaku saat kembali dari kamar mandi." kata lelaki itu "Oh, jadi kau orang Polandia juga?" tanyaku sambil menunjuk-nunjuk dirinya. Dia hanya mengangkat bahu dan berdeham melas pertanda setuju. Terlihat dia sudah mulai bosan berbicara denganku. "Baiklah kita se-arah, aku akan mengantarmu. Tapi, kau harus menemaniku makan di rumah sushi di ujung taman dulu bagaimana?" tawarku kepadanya "Rumah sushi?" katanya "Ya, aku tak mungkin kembali ke hotel dalam keadaan perut lapar." "Bukakah mereka menyediakan makanan?" tanyanya "Ya, benar mereka menyediakan. Tapi, tidakkah kau merasa bosan mencicipi makanan hotel setiap hari? hah yang benar saja, aku rasa perutku perlu di upgrade setelah seminggu memakan makanan hotel." "Hmm, baiklah." "Kau ikut makan ya? Aku yang akan membayarnya. Tapi kalau kau keberatan, kau bisa pulang sendiri ke hotel" Ucapku senyum sambil berjalan kedepan Mau tak mau tentu lelaki yang tidak aku ketahui namanya berjalan mengikutiku. Ah benar, "Hey, bagaimana kalau aku akan memanggilmu anonym?" tanyaku padanya yang sedang berjalan pasrah di belakangku. Dia mengangkat alis dan bertanya, "Mengapa begitu?" "Ya, karena aku tak tahu namamu. Atau kau ingin aku panggil pak saja? Sepertinya lebih cocok padamu." "Kenapa repot sekali? Harusnya kau tinggal bertanya siapa namaku." "Ekhm, lagipula kau cuek sekali dan sinis padaku." "Ya, aku sedikit kesal karena kau menuduhku menguntitmu sejak tadi. Hey memangnya kau artis? Atau wanita yang kutaksir? Kau sungguh bukan seleraku" Laki-laki ini benar-benar sombong dan songong. Jadi maksudnya aku ini jelek? Aku memelototinya setelah berkata seperti itu. "Dasar sombong, ya sama halnya denganku, kau pun bukan seleraku." Lama tak ada suara, tiba-tiba dia bertanya kepadaku "Hey gadis kecil, kau berjalan lama sekali seperti kura-kura saja. Tak bisakah kau perbesar langkah kakimu?" Aku berhenti dan melihatnya ke belakang lalu menatapnya, "Hey, katakan kepadaku, sebenarnya kau itu terlahir dengan bakar menghina orang lain bukan?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD