Paula(te)

392 Words
Kami baru saja memasuki dermaga dan di arahkan untuk mengambil seat masing-masing di tumpangan yang sudah kami pedan sebelumnya. Aku dan Sofia setuju untuk memesan satu kamar saja untuk berhemat. Paul, tak usah ditanyakan. Dia tentu saja memesan kamar tipe yang paling mahal. Ya, walaupun menyewa kapal ini, ia tak akan pernah jatuh miskin. Kapal tumpangan kami ini cukup besar. Terdiri atas dua lantai, lantai pertama terdapat lobby besar, dan beberapa pusat bersantai seperti kolam renang, dan restaurant. Sedangkan di lantai bawah, terdapat kamar penumpang. Hanya dibedakan oleh dua blok yang memisahkan antara kamar VVIP dan reguler. Hm, kamarnya tidak begitu buruk. Begitulah impresi-ku saat pertama kali memasuki kamar yang akan kami tempati selama beberapa hari kedepan. Terdapat dua bed yang bisa kami pindah-pindahkan. Aku dan Sofia biasanya memisahkan bed kami. Bagaimanapun, itu adalah privasi masing-masing. Aku mengajak Sofia untuk keluar kamar dan melihat-lihat situasi di kapal. Aku yang sudah hampir 10 tahun lamanya tak naik kapan, seperti orang yang baru pertama kali menaikinya saja. Senang tak terkira, namun tak ayal aku terus mengingat bagaimana ayahku dahulu bercerita tentang pekerjaannya. Ada satu hal yang membuatku bertanya. Kemana Paul? Sejak berpisah di rumah tempat kami menginap, aku dan Sofia tak melihat batang hidung Paul barang sedikit pun. Kami memutuskan untuk berkeliling ke kamar VVIP dan bertanya ke resepsionis penumpang atas nama Paul. Sayangnya, penumpang tersebut belum datang dan melapor ke resepsionis. Kami pikir, mungkin ia sedang cipika-cipiku dengan Felicia, sang istri sebagai tanda perpisahan. Jadi, kami memutuskan untuk duduk dan memesan makanan di restaurant, sambil menunggu-nunggu kedatangan Paul. Menunggu itu tidak enak. Itulah kenyataan yang kami alami saat ini. Aku jadi bertanya-tanya apakah ia tak malu menjadi pusat perhatian? Pada kenyataannya ia datang dengan menenteng ransel raksasa di punggungnya saat kapal ini hampir saja meninggalkan dermaga. Kalau saja ia tak memiliki koneksi dengan orang dalam, iapasti sudah ditinggalkan. Tau apa alasan Paul terlambat? "Ah, tadi aku berjalan-jalan ke sekeliling Baltic untuk sekedar melihat-lihat situasi disini. Oh, tak lupa aku mencari kamera ini dan akan kupakai untuk mendokumentasikan banyak hal di perjalanan." kata Paul saat kutanyai mengapa ia terlambat. Tak ada raut penyesalan di wajahnya, membuat banyak penumpang menunggu berlama-lama. Kami hanya bertepuk jidak. Tapi ya mau bagaimana lagi. Namanya juga Paul, kalau tidak berbuat kontroversi bukan Paul namanya. Untung saja stok kesabaran kami masih sangat banyak. Entahlah mari kita lihat di lain waktu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD