The matter of time

1240 Words
Apa yang kujalani hari ini, adalah apa yang tak akan pernah terjadi lagi dalam hidupku. Kecuali aku memilihnya. Termasuk tujuanku untuk menyetujui ajakan Sofia sejak awal. Ini adalah perjalanan pertama yang sangat menegangkan dan akan menjadi perjalanan terakhirku melalui perjalanan darat dan laut. Tidak lagi bagiku untuk berpanas-panasan di jalan, dan bernostalgia tentang kebahagiaan keluargaku di masa lalu. Ya, semuanya tak cukup menarik hingga aku menyadari bahwa aku mengharapkan satu titik dimana aku bisa menghargai bagaimana waktu itu berjalan dan bagaimana caraku menghabiskan waktuku. Bukan hanya bersantai ria di atas kasur atau merenungkan betapa nestapanya hidupku tanpa bantuan orang-orang yang kusayangi. Aku pernah berpikir, bagaimana jika kedua orang tuaku masih ada dan senantiasa menemaniku hingga saat ini? Apakah aku akan sedewasa ini menyikapi berbagai situasi buruk? Serang anak berusia 18 tahun kini telah tumbuh menjadi wanita dewasa berusia 26 tahun. Semua berjalan dan mengalir bagaikan air sungai. Aku tak tau, entah bagaimana caranya aku bisa tiba ke titik ini. Aku duduk dan bersantai serta tak lupa menenangkan pikiranku yang nampaknya sangat kacau. Aku duduk di atas tempat tidurku. Tak ada niatan sama sekali untuk meninggalkan kamar hingga perasaanku membaik. Ini adalah hari kedua kami menuju perjalanan darat yang kami tuju di west coast. Tak lama lagi kami akan tiba dan kehidupan kami akan dimulai. Mungkin akan berbekas hingga selamanya. Aku tak berniat untuk mengabadikan segala hal yang kutemui di dalam kamera. Aku akan tetap merekam isi memoriku di dalam sebuah buku jurnal 3 bulan milikku. Jika sewaktu-waktu, hari yang kutunggu-tunggu tiba. Setidaknya ada satu kenangan baik yang bisa orang-orang di sekelilingku kenang dari keberadaanku di dunia. Aku terlalu merasa tak berguna untuk seukuran manusia dewasa. Profesi, gelar maupun harta hanyalah pemanis buatan. Sejatinya kebahagiaan itu perlu dicari keberadaannya, entah itu adalah dalam diriku atau aku perlu mencarinya dengan membebaskan apa yang memang perlu diberi ruang dan sedikit waktu untuj berpikir. Tubuhku terlalu lelah untuk menanggung semua beban, dan otakku terlalu lengah untuk memikirkan solusinya. Apalagi hatiku yang terlalu lengah dari musuh-musuh. Termasuk ajakkan David padaku tempo hari yang lalu. Ia memintaku untuk kembali atau ia akan menjemputku. Aku yang menolak paksa ajakannya. Bagiku David bukanlah siapa-siapa, kecuali hanya potongan memori baik dan juga jahat yang permah hadir dan ada dalam hidupku. Aku sangat menyayanginya. Tapi, akhir-akhir ini aku menyadari bahwa hatiku sedang tak mencintai siapa-siapa. Aku tak akan pernah bisa mencintai siapapun lagi kecuali diriku sendiri. Tidak setelahnya, mungkin bisa jadi bahan pertimbangan olehku. Banyak orang menyepelekanku. Mereka bilang, hidupku sangat berbahagia dengan orang-orang yang mencintaiku mengelilingiku, profesi impianku ada di depan mata, sukses di usia muda. Tanpa pernah tau bahwa apa yang aku alami di belakang layar hampir membuatku mati. Hal-hal mematikan terjadi dalam hidupku. Mereka tidak tau apa yang mereka inginkan dari hidupku bisa saja membunuh seseorang. Kehidupan ini terlalu kejam untuk dicita-citakan. Aku memikirkan bagaimana seorang anak manusia terlahir dan tumbuh. Mereka yang tak pernah meminta untuk dilahirkan dan tak bisa memilih kepada siapa ia akan dilahirkan. Dari kecil, tak tau apapun hingga menjadi dewasa dan mulai mengeluh tentang betapa sulitnya menjadi seorang manusia. Menjadi manusia tak akan pernah utuh. Manusia, salah satunya adalah diriku adalah orang yang punya harapan tinggi namun dibatasi oleh ekspektasi. Aku punya banyak impian. Satu di antara mimpi-mimpi besar yang tak sempat kugapai masih mungkin terjadi 1/1000000000% kemungkinan. Jika aku menekuninya. Sayang sekali, aku seringkali dikecewakan oleh kehidupan yang membawaku menjadi seorang Morella yang orang-orang kenal. Ya, benar aku memang mendapatkan mimpi-mimpiku. Angan-angan duniawi yang banyak orang bangga memilikinya. Namun tidak bagiku. Aku masih merasa bahwa sebuah barrier menghalangi niat baikku. Di jaman yang penuh tipu daya dan peralatan elektrik mulai bekerja sama dengan manusia, perlahan-lahan akan sepenuhnya menjadi gandengan hidup. Sama halnya seperti petani dan traktor sawahnya. Maka dari itu aku berniat untuk membuat diriku lebih bebas. Aku tak harus berada di rumah sakit untuk tetap bisa menjadi dokter. Aku akan mengelilingi berbagai jalur yang kuharapkan sesuai rute yang telah digariskan oleh Tuhan padaku menuju kepada kehidupan yang aku impikan. Aku sangat mendambakan kehidupan pasca kematian. Sofia. Paul. Kedua orang yang sekiranya menemaniku dalam berbagai hal. Mereka adalah orang-orang baik. Saat kami berpisah nanti, aku akan memberi mereka hadiah agar tak melupakanku. Sungguh, aku bersungguh-sungguh tentang perkataanku bahwa aku sangat ingin menjadi anak oleh ayah kandungku swbwlum kematianku. Meskipun ada kalanya ketika aku memikirkan bahwa orang tuaku yang sama sekali tak mengetahui bahwa ia mempunya seorang anak di belahan negara tertentu yang kini telah dewasa dan hampir mati dalam petualangannya. Ralat, sepertinya anak yang sangat menyusahkan banyak orang Biar kuceritakan bagaimana roller coaster yang telah aku lewati dalam permainan hidup. Sungguh hidup bagaikan panggung lawak, dan aku adalah pemeran utamanya. Tentu saja akan terasa canggung dan tidak lucu. Begitu pula denganku. Orang-orang menaruh banyak harapan di pundakku saat aku lahir. Terutama bundaku, kepada anak satu-satunya ini. Keluarga bunda tak memiliki penerus lain, jadi wajar saja. Aku seorang gadis popular yang terkenal akan gaya hiduo yang sangat kacau. Musik, film, dan petualangan. Aku sudah mencobanya hingga titik dimana aku merasa bahwa dirikulah anak yang paling terkenal dan akan mengubah hidup orang lain. Seiring berjalannya waktu, aku mengubah semuanya menjadi satu. Aku mengatakan pada semua orang bahwa anak ini akan menjadi model terkenal. Mendapatkan penolakan dan mengalami pahitnya hidup tanpa tujuan. Hey, kalian pikir hanya orang dewasa yang bisa bersedih? Fase terbaikku adalah saat SMA. Aju yang menemukan jati diriku, bercita-cita menjadi seorang dokter bedah. Tak lama seorang neurosurgeon datang ke sekolah kami, sehingga aku mengubah cita-citaku. Tak lama disusul oleh ayahku yang tenggelam dalam damai bersama para awak dan anak buah kapal di sebuah laut yang sangat ingin kulewati sejak kecil. Traumaku kepada laut dimulai dari sini. Ya, aku merasakan kesedihan mendalam saat melihat laut. Meskipun menyadari bahwa ayahku bukanlah seorang ayah kandungku. Tapi, aku cukup tau bahwa ia tak pernah memperlakukanku berbeda sepanjang hidupnya. Ia bahkan jauh lebih menyayangiku dibandingkan dengan anak-anaknya. Kasih sayangnya hilang bersama kepercayaanku terhadap bagaimana cara memaknai sebuah hubungan kekeluargaan. Bundaku? Orang yang juga aku sayangi, namun akhir-akhir ini tak begitu banyak memperhatikanku dan bertanya tentang kehidupan sekolahku juga ikut pergi bersama jas kebanggaannya. Seorang dokter pertama di keluarga kami. Seorang wanita kebanggan pertama yang terkenal dengan kecerdasannya. Sepertinya aku termasuk kategori siswa yang jalannya dimudahkan menuju karir doktwr yang penuh persaingan karena orang dalam. Jadi, tak heran jika beberapa orang mengenalku sebagai anak Bunda ketimbang sebagai Morella saat menjalani peranku sebagai seorang dokter. Hingga kehidupan yang membawaku bertemu orang asing yang tak kukenali lalu mulai menjalin persahabatan dengannya. Sangat aneh bukan mengingat bagaimana hidup dengan lawakannya membawamu pada satu tempat yang tek pernah kau ketahui keberadaannya. Seorang wanita yang kemarin masih berusia 18 tahun adalah sama dengan waita 26 tahun yang kalian temui saat ini. Wanita 18 tahun ini selalu bersarang dalam tubuhku. Aku akan selalu.merasa muda kala mengingat bahwa aku pernah ada di fase terbaik dalam hidupku. Fase dimana aku bertemu cinta pertamaku, fase dimana aku mendapatkan hal-hal yang aku inginkan dalam waktu yang singkat. Namun aku terlalu terlena dan lupa bahwa bahagia dan kecewa itu beda tipis. Setelah kebahagiaan, akan selalu ada kesedihan. Begitupula sebaliknya. Aku akan terlalu egois jika mengatakan bahwa diriku belajar banyak hal.Tidak begitu, setidaknya aku bisa menjadi manusia dan menerima apa yang seharusnya aku pelajari sebagai seorang wanita dewasa. Di dewasakan oleh keadaan itu berat. Pikiran dan jiwamu yang sedang tak bersahabat akan lebih banyak di kontrol oleh jiwa yang tak sehat. Perasaanku selalu berbohong mengenai apa yang kuharapkan dalam hidup ini. Terlalu fana dan, too good to be true.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD