Nolan

738 Words
Aku berbalik dan mendapati kedua orang yang sedari tadi kucari keberadaannya. Aku mengangkat keningku dan tersenyum ke sang ibu. Ibu dari sang anak lelaki terkejut melihatku tersenyum kepadanya. Begitupun sang anak lelaki, ah tidak, ia malah berbalik kepadaku dan melihatku dengan senyumnya yang lebar. Aku menjabat tangan sang Ibu dan mengajaknya duduj bersamaku. Orang-orang yang sama dengannya yang juga merupakan seorang imigran, melihat ke arah kami. Tepatnya ke arahku. Sejenak aku bertanya, apa iya mereka jarang mendapatkan perlakuan baik dari orang-orang saat sedamg bepergian? Sebagian orang di negaraku kurang bisa menghargai bangsa mereka, sebagian yang lain bisa menghargainya. Apakah hanya karena perbedaan warna kulit mereka jadi diperlakukan berbeda? Apakah sepanjang hidup, mereka terus mengalami diskriminasi yang seperti ini? Tak semua orang seberuntung aku yang bisa berdiri di atas kakiku sendiri. Aku melihat ke arah sang adik yang tersenyum kepadaku. "Hai, siapa namamu?" ucapku sambil mengulurkan tanganku. Ia membalas uluran tanganku dan berkata, "Aku Nolan." "Senang bertemu denganmu Nolan, Ibu."" ucapku sambil tersenyum ke arah sang Ibu. "Aku Morella, dokter bedah dari Poland, Warsaw. Senang bertemu dengan kalian." Ucapku. Ibu tersebut hanya mengangguk-anggukan kepalanya dan bertanya kepadaku ada apa gerangan aku mendatanginya. Aku pun menjawabnya, "Aku tadi berdiri tepat di sampingmu saat di ruang tunggu. Aku ingat adik ini berkata bahwa ia sangat menyukai roti isi. Kebetulan aku mempunyai roti isi berlebih, dan beberapa bingkisan yang ibu bisa pergunakan sebagai bekal di perjalanan nanti." Kedua anak dan ibu tersebut matanya sangat berbinar melihat apa yang aku bawakan. Tapi sang ibu juga tak serta merta menerima pemberian dari orang asing sepertiku, bahkan yang mengaku dokter sekalipun. Aku pun bercerita bahwa aku datang dari Polandia menuju ke West Coast untuk berlibur. Aku akan kengahbiskan waktu 3 bulan di perjalanan. Perlahan tapi pasti aku mulai cerita bahwa hidup semua orang tidak selalu mudah. Aku bercerita bagaimana orang tuaku yang pergi secara tragis. Aku tak sanggup menceritakannya. Aku sangat senang berbagi cerita dengan ibu ini. Dia adalah seorang lemah lembut dan penyayang. Ia bercerita bahwa ia adalah seorang imigran asal India yang menjadi korban kekerasan semasa remaja. Kedua orang tuanya menjualnya kepada saudagar kaya raya di Bangladesh lalu membiarkannya hidup sengsara. Hasilnya, ia melahirkan seorang anak. Ia dilepas dan akan dijual oleh majikan lain dengan harga yang jauh lebih murah.Namun orang yang membelinya itu melepaskannya dengan anaknya untuk bekerja di rumah b****l. Rumah dimana wanita-wanita menjajakan tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ia datang jauh-jauh untuk menyelamatkan diri dan anaknya. Daripada hidup sebatang jara di negara nenek moyang, lebih baik menjauh dan mencari kehidupan yang lebih baik untuk masa depan putranya. Aku tau tak mudah baginya membesarkan seorang anak. Tapi wanita ini begitu kuat menghadapi lelahnya hidup. Ia yak menyerah dan serta-merta menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada dirinya. Ternyata pemikiranku selama ini tertutup oleh apa yang belum pernah aku temui dan lihat. Menyadari bahwa betapa banyak pasang mata yang melihatku menangis di hadapan ibu ini. Aku izin pamit dan masuk ke dalam kamarku untuk menumpahkan tangis. Aku sangat menyadari bahwa aju adalah manusia yang kurang rasa syukur. Aku terlalu banyak mengeluhkan soal dimana letaknya keadilan saat orang-orang lain merengkuh kelaparan di luar sana. Termasuk anak sekecil Nolan yang seharusnya bermain-main bersama anak seusianya malah harus menjadi korban kekejaman dari manusia tak biadab. Aku telah menemui manusia semacam ini dalam hidupku. Namun aku tak ingin memikirkan bagaimana biadab sang orang tua yang menjual anak wanitanya demi mendapatkan sesuap nasi. Mereka tak mempertanggung jawabkan apa yang sudah mereka perbuat. Mereka tak menyadari berapa banyak keturunan mereka yang akan menderita karenanya. Tidak heran, negara mereka memproduksi imigran yang cukup besar setiap tahunnya. Setiap dari imigran yang merantau ke negara orang adalah manusia yang cukup beruntung bisa lepas dari kejamnya iblis yang memperlakukan mereka dengan tak beradab. Bayangkan betapa lemahnya Nolan saat kutanyai, apa yang kau inginkan. Dia menjawabku "Sepiting roti selada dan s**u hangat. 2 porsi untukku dan ibuku agar ia bsia menjadi lebih sehat dan kuat. Ibuku adalah bidadari terbaik bagiku" Baiklah kurasa aku lemah soal ini dan sebentar lagi akan menangis karena anak sekecil Nolan. Ia jauh lebih tangguh dariku, harus ku akui. Dibandingkan denganku yang terus-terusan merengek karena kebahagiaanku dicabut. Aku tak menyadari betapa bahagianya hiduoku sekama ini bersama keluarga yang menyayangiku dan teman-teman yang mengelilingiku. Dunia ini terlalau tak adil untuk siapapun. Jadi tak akan ada habisnya jika terus merengek dan mengeluh.Tuhan sangat adil membagi yang mana manusia yang berhat menerima dua poting roti dan yang yang berhak menerima sepoting roti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD