Janji Lelaki

1010 Words
Yudistira dan Azalea dirawat di rumah sakit di ruangan yang sama. Azalea menangis, mencari mamanya. Gadis itu selama ini selalu lengket dengan sang mama. Febriyani kesulitan menenangkannya. Bahkan Yudistira tak tahu bagaimana membuat adiknya menjadi tenang. "Aku mau mama. Mana mama? Mama...," tangis Azalea dengan isak yang membuat hati Yudistira sakit. Terlalu besar beban yang ditanggung bocah 16 tahun itu. Kehidupannya yang manis seketika berubah pahit setelah apa yang terjadi. Anehnya sebelum kebakaran itu, ia tak membuka mata. Ia memang terbiasa begadang untuk main game, saat tertidur ia tak mendengar apapun. Dia terbangun karena tiba-tiba merasa gerah dan panas saat membuka mata ia terkejut karena kobaran api menjilat pintu kamarnya. Hal pertama yang ia lakukan adalah memeriksa kamar orang tuanya, tetapi ternyata orang tuanya tak ada. Ia pun segera menuju kamar Azalea. Adiknya masih tertidur, seakan tak terjadi apa-apa. Kamarnya ada di pojok di mana api belum terlalu besar. Setelah membangunkan adiknya Ia pun segera menyelamatkan diri. Ia menyesal mengapa saat itu tertidur. Tidak, seandainya ia tak main game hingga larut ia pasti terbangun dan bisa menolong orang tuanya. Air mata meleleh namun segera dihapus. Merasa kesal dan marah, terlintas di benaknya untuk mencari siapa pelaku pembunuhan kedua orang tuanya dan membalas mereka. Agustinus datang dan segera mendekati Febriyani yang sedang memeluk Azalea untuk menenangkan tangisnya. Dengan gerakan kepala, wanita itu meminta suaminya untuk menenangkan Yudistira. Febriyani tahu kalau justru Yudistira yang paling terluka karena kejadian itu. Bukan hanya karena ia sudah remaja, tetapi ia juga takut kalau sifat Yudistira yang lebih dewasa dari anak seusianya, akan membebani mentalnya sendiri. "Tenanglah, Om akan mengurus semuanya. Sementara ini, lebih baik kalian tinggal bersama kami," kata Agustinus. " Siapa yang melakukan itu semua Om? Kenapa Papa Mama aku dibunuh?" "Om juga belum tahu. Polisi masih menyelidiki. Kita tunggu saja." "Aku harus ke kantor polisi sekarang. Aku harus mencari tahu kebenarannya." Yudistira hendak melepas infus yang ada di pergelangan tangan kirinya tetapi Agustinus menggenggam tangannya. Menahan Yudistira agar tidak melakukan sesuatu yang berbahaya. "Kita tunggu saja! Lagipula kamu juga masih sakit. Kamu harus mendapat pengobatan untuk lukamu." "Papa Mama enggak akan bisa tenang sampai kita bisa menemukan pelakunya, Om. Kita harus melakukan sesuatu dengan cepat." " Tenanglah anak muda kita. Serahkan semuanya ke pihak yang berwajib." " Tapi, Om." "Om juga ingin segera tahu siapa pelakunya, Yudistira. Om juga marah seperti kamu, tapi emosi tidak akan banyak membantu. Kita harus tenang dan menunggu. Selain itu, Om juga sudah mengirim seseorang untuk mencari tahu kebenarannya." Tak ada yang bisa dilakukan Yudhistira selain menerima ajakan sang Om. Bersama sang adik, ia pun akhirnya tinggal di rumah Agustinus. Malam telah sangat larut saat mobil yang membawa Yudistira dan Azalea sampai di rumah Agustinus. Mereka diantar sopir, sementara om dan tante mengurus semuanya. Azalea sudah kembali terlelap, meskipun wajahnya terdapat noda hitam akibat terkena asap, tetapi wajah gadis itu tampak sangat tenang. Berbanding terbalik dengan Yudistira yang matanya tak mampu terpejam. Malam ini, ia memilih tidur bersama adiknya. Berdua di dalam kamar yang luas. Suara jam dinding memenuhi ruangan. Sementara kepala Yudistira penuh dengan suara sirine pemadam kebakaran, suara kobaran api yang melalap isi rumahnya dan teriak histeris para ART saat melihat jasad kedua orang tuanya Suara - suara itu begitu memenuhi otaknya, membuat Yudistira menutup kedua kupingnya. Tetapi suara itu tak bisa berhenti, membuatnya memejamkan mata erat sambil berusaha menelan teriakannya. Hingga pagi menjelang, Yudistira masih belum bisa memejamkan mata. Kejadian yang baru dialaminya itu membuatnya tak bisa tenang. Andai bukan karena Azalea, ia takkan mau dipaksa pulang ke rumah omnya. Tetapi ia sudah membuat janji kepada papanya beberapa hari yang lalu. Ia akan menjaga dan melindungi Azalea hingga tua nanti. Ia takkan menikah sebelum menikahkan Azalea. Bahkan ia berjanji akan menjadi ayah serta Kakak sekaligus. Tak terpikirkan olehnya kalau janji itu seakan sebuah wasiat sebelum Papa Mamanya meninggal. Untuk kesekian kalinya ia berusaha untuk tidak menangis tetapi air mata tumpah tanpa bisa dicegah. Azalea menggeliat lalu mengucek matanya dan akhirnya terbangun. Sesaat ia terdiam memandang ruangan yang serba putih di sebelahnya sang kakak sedang duduk dengan infus menghiasi tangannya. Rasa perih di sekitar wajah, bahkan seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Perlahan ia mengangkat tangan kanan, ada jarum infus yang menusuk punggung tangannya. Pandangannya agak terhalang, membuatnya meraba wajah yang sebagian tertutup kain kasa. Perlahan wajahnya mengerut lalu tangisnya mulai pecah. Rasa sakit dan nyeri kian terasa menyiksa, membuat tangisnya semakin keras. "Mama...." Gadis itu sudah terbiasa memanggil mamanya saat terbangun. "Mama tidak ada, Azalea. Tapi ada Kakak yang akan terus menemanimu." Yudistira membelai pipi gembul Azalea. "Dimana Mama dan Papa, Kak?" Yudistira diam dan hanya bisa memeluk adiknya dengan erat. Dalam hati ia berjanji akan menjaga adiknya sesuai janji yang telah ia ucapkan kepada papa. *** Di pemakaman umum yang dipenuhi orang - orang yang mengantarkan orang tua Yudistira ke peristirahatannya yang terakhir. Diantara puluhan orang itu, Yudistira menabur bunga sebelum peti mati masuk ke liang lahat. Azalea menangis di pelukan tantenya, meskipun baru sepuluh tahun, tetapi ia tahu konsep kematian yang membuatnya takkan bisa lagi bertemu dengan papa mamanya. Agustinus pun tak bisa meredam kesedihannya pasca ditinggal satu-satunya keluarga. Ia merangkul pundak Yudistira, berharap keponakannya akan tabah menjalani kehidupan baru yang sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Sudah seminggu Yudistira dan Azalea tinggal di rumah Agustinus. Pasangan suami istri itu belum punya anak, sehingga keberadaan dua keponakan menyempurnakan keluarga itu. Mereka sedang menikmati santap siang yang enak. Febriyani sengaja memasak sendiri menu makan siang yang berupa ayam bakar serta cah kangkung. "Om, bagaimana perkembangan kasus papa mama kami?" tanya Yudistira. "Kasus mereka masih diselidiki. Om akan pastikan semua kebenarannya terungkap. Yang lebih penting sekarang adalah sebaiknya kalian tinggal bersama kami." Agustinus menggenggam tangan Yudistira untuk meyakinkannya tinggal. "Bagaimana dengan...." "Yudistira, serahkan masalah ini ke orang dewasa. Om dan Tante hanya ingin kalian berdua sekolah dan meraih cita-cita," ucap Febriyani, sengaja memotong ucapan Yudistira. "Tapi....“ " Yudistira, berjanjilah sama Om kamu akan belajar sungguh-sungguh," serah Agustinus. Yudistira hendak mengatakan sesuatu namun urung saat melihat omnya mengangkat kedua alis. Tak ada yang bisa dilakukan Yudistira selain menuruti ucapan omnya. Melangkah menjauhi tempat yang pernah membuatnya bahagia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD