Feelings

1085 Words
Felisha berjalan melewati beberapa toko pakaian dengan brand terkenal di sebuah mall ternama. Kedua tangannya menenteng beberapa paper bag berukuran kecil, sedang dan besar. Yang berisi pakaian dan aksesoris yang sudah diimpikannya sejak lama. Yang dulu, sebelum bertemu dengan Saka, dia hanya bisa memikirkannya dalam mimpi. "Felisha?" Suara bariton itu menghentikan langkahnya. Sosok pria tinggi berdiri di depan dengan senyum mengembang di wajahnya. "Sedang apa kau di sini?" Alex mendekat. Felisha mundur beberapa langkah ke belakang sambil mengedarkan pandangannya. "Kau sendiri?" Pria itu terus mendekat dengan seringaian aneh di wajahnya. Dia merasa senang karena seperti mendapat mangsa yang sudah lama diincar. Felisha tidak akan pernah lupa dengan perlakuan yang diterimanya, yang membuat dirinya harus kehilangan pekerjaan tanpa mendapatkan hak yang seharusnya. "Dari mana kau dapat semua ini?" Alex menatap paper bag dalam genggaman perempuan itu. "Kau menjual diri hum?" tanya nya. "Eeee …." "Perempuan sepertimu tidak akan mampu membeli semua ini jika bukan hasil dari menjual diri." Pria itu berhasil menyudutkannya pada sebuah pilar. "Dasar munafik!" katanya, dan dia hampir mencengkeram tangan Felisha. "Kau berlagak suci di depanku, tapi tahunya menjual diri juga?" ucap Alex lagi dengan nada sinis. "Feli?" Suara lain menginterupsi. Kemudian perhatian mereka berdua teralihkan. Dan sosok yang Felisha kenal berdiri di sana. "Zian?" Felisha merasa terselamatkan. Alex tampak menarik diri. "Hey, aku sudah mencarimu kemana-mana. Aku kira kamu lupa kalau kita sedang berkencan?" Perempuan itu berlari ke sisinya. "Hah? Kencan?" Zian tampak mengerutkan dahi. "Kamu sudah selesai? Apa kita akan pulang? Karena aku sudah mendapatkan apa yang aku mau." Sebelah tangannya bergelayut di lengan teman satu kampusnya itu, sementara tangan lainnya mengangkat paper bag miliknya. "Umm …." "Ayo kita pulang? Aku sudah tidak sabar ingin mencoba semuanya!" Felisha menarik Zian pergi dari tempat itu. *** "Stop Zian! Aku berhenti di sini." Felisha meminta pria itu untuk menghentikan laju mobilnya. Setelah jarak mereka cukup jauh dari mall dan melewati perjalanan dalam hening akhirnya Felisha memutuskan untuk turun. "Terima kasih ya? Kamu sudah menyelamatkan aku." Dia segera membuka pintu dan hampir saja turun. "Tunggu Feli!" Namun Zian meraih tangannya dengan cepat. "Ya?" "Tadi itu siapa?" Pria itu bertanya. "Dia … mantan bosku." "Mantan bos?" Felisha menganggukkan kepala. "Bukan mantan pacar?" Zian tertawa. "Bukan. Hanya mantan bos." "Lalu mengapa kamu seperti ketakutan?" "Karena … dulu dia bukan bos yang baik." "Begitu?" "Ya." Zian mengangguk-anggukkan kepala. "Baik, terima kasih. Maaf sudah membuang waktumu." Felisha kembali berniat untuk turun. "Tunggu!" Namun Zian belum melepaskan genggaman tangannya. "Ya? Ada lagi?" "Kamu tinggal di sini?" Zian melihat ke arah bangunan tinggi di samping kirinya. Sepanjang yang dia tahu, area itu merupakan kawasan apartemen yang cukup elit dan terkenal di Jakarta. "Ee … ya." Felisha menjawab dengan ragu-ragu. "Oke." "Ya, jadi … terima kasih?" Felisha menarik tangannya sehingga terlepas dari genggaman teman kuliahnya itu. "Umm … Feli?" panggil Zian lagi, namun terlambat karena perempuan itu sudah lebih dulu berlari ke arah gedung apartemen. "Resepsionis hotel dan mahasiswa kelas karyawan tapi dia mampu tinggal di tempat ini?" Zian berbicara dengan dirinya sendiri. *** Valerie meremat ponsel dalam genggaman tangannya. Beberapa gambar sepasang pria dan wanita yang memasuki sebuah villa di pinggiran pantai yang cukup dia kenal masuk dari nomor suruhanya. Hanya melihat genggaman tangan pria itu saja dia tahu apa yang akan mereka lakukan. Bukan hal yang mengherankan baginya karena ini juga bukan pertama kalinya dia mengetahui jika suaminya bermain api. Saka memang sudah berkali-kali berbuat demikian ketika dirinya tak ada di tempat. Merupakan hal yang sulit dia terima namun apa boleh buat? Pria itu tampak tak bisa berhenti melakukannya. Entah sudah berapa perempuan yang dia usir menjauh dari Saka, namun tetap saja, pria itu kembali berselingkuh di belakangnya. "Terus awasi mereka, dan dapatkan bukti sebanyak-banyaknya. Aku ingin menangkap basah mereka dan membuatnya jera kali ini." katanya kepada seorang suruhannya di ujung telfon yang dalam satu bulan belakangan membuntuti Saka kemana pun dia pergi. "Baik." Pria itu kemudian pergi. "Untuk ke sekian kalinya, Saka! Kau menyakitiku dan mengacaukan rumah tangga kita." Valerie kembali meremat kertas-kertas itu dengan keras sehingga menjadi gumpalan kecil di tangannya. Kemudian dia melemparkannya ke tempat sampah. Entah apa yang harus dia lakukan, tapi yang pasti harus ada tindakan besar untuk membuat suaminya sadar dari segala kelakuannya selama ini. Menjauhkan perempuan-perempuan itu sudah pasti. Dengan memberi mereka uang dalam jumlah yang sangat banyak seperti yang selalu dilakukannya selama ini. Demi membuat suaminya terbebas dari mereka yang hanya mengambil keuntungan dari apa yang mereka miliki. Namun tampaknya itu saja tidak cukup, karena pada kenyataannya, pria itu tetap tidak berhenti. Dia selalu mencari dan mencari lagi perempuan yang bersedia menjadi b***k nafsunya selama mereka mendapatkan keuntungan. *** "Sayang, kau sudah pulang?" Saka hampir saja memejamkan mata ketika dia merasakan sebuah tangan menyelinap di pinggangnya. "Hmm …." Valerie menggumam dan dia segera membenamkan wajahnya di punggung pria itu. "Mengapa tidak mengabari? Aku kan bisa menjemputmu ke bandara?" Saka membalikan tubuh sehingga kini mereka berhadapan. "Surprize!" Valerie tertawa pelan. Saka tersenyum hangat seperti biasa, kemudian dia merangsek sehingga kini mereka tak lagi berjarak. Tangannya merayap ke leher Valerie lalu menariknya sehingga wajah mereka berdekatan dan bibir keduanya bertemu. "Aku kira kau seminggu lagi di Thailand. Aku sangat merindukanmu." bisiknya, lalu dia menempelkan kening mereka berdua. "Benarkah?" Valerie bergumam. "Yeah, Baby! I miss you so much!" katanya lagi, kemudian dia melanjutkan cumbuan. Tangannya sudah merayap di tubuh Valerie yang ternyata sudah tak berpenghalang. Perempuan itu tersenyum dan dia segera mendekap tubuh suaminya. Saka melanjutkan cumbuan dan sentuhannya menjadi semakin liar saja. Kini dia bahkan mengungkung tubuh Valerie diantara kedua tangan dan tubuhnya yang juga sudah tanpa sehelai benang pun. Kemudian menikmati tubuh istrinya yang semakin menggoda itu, hasil dari rutinnya dia melakukan perawatan. Saka terdengar menggeram saat alat tempurnya menerobos inti tubuh Valerie, bersamaan desahan yang keluar dari mulut perempuan itu. Kemudian pergumulan itu pun dimulai dengan begitu menggebu-gebu. Valerie menatap wajah Saka yang kedua matanya tertutup dan terbuka perlahan ketika dia merasakan hentakannya yang tidak terkendali. Dan sejenak dia bertanya-tanya apa yang tengah pria itu pikirkan saat ini. Apakah dia mengingat perempuan lain saat mereka bercinta seperti ini, ataukah dirinya? Apakah perasaannya masih sama seperti dulu, ataukah sudah benar-benar berubah? Tidak ada yang tahu. Saka menciumi wajah Valerie sehingga perempuan itu tersadar dari lamunannya. Dan dia memutuskan untuk menerima perlakuannya malam itu. Tidak peduli apakah suaminya sedang memikirkan dirinya ataukah orang lain. Hingga setelah beberapa lama, keduanya merasakan gejolak yang sama. Perasaan luar biasa yang berkumpul di satu titik dan berputar menguasai seluruh indera dan perasaan mereka berdua. Yang akhirnya meruntuhkan segala pertahanan keduanya dan mereka membiarkan hal itu meledak bersamaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD