01 || KECEWA

1012 Words
"Bersabarlah hati, melihat hari yang pasti akan menyakiti." - Paizal Anwar *** Cuaca sore cukup panas minggu ini, tetapi tidak lebih panas dari melihat orang yang kamu cintai sedang bersama orang lain. Akan tetapi Aldy beruntung karena Dira sekarang sedang berada di sampingnya, mereka baru saja selesai bermain Bulu Tangkis di GOR. Seperti biasa, untuk memusnahkan rasa lelah keduanya pergi ke salah satu tempat makan yang jaraknya tidak jauh dari tempat mereka bermain Bulu Tangkis. Satu makanan yang paling mereka suka yaitu pempek palembang di tempat itu, mereka sudah biasa memesannya, bisa dikatakan rutinitas dan hal wajib jika singgah. "Silahkan," ucap seorang pelayan yang datang dengan menyimpan pempek dalam porsi besar lengkap dengan sausnya di atas meja. "Makasih," jawab Aldy dan Dira secara bersamaan yang dibalas senyum oleh si pelayan dengan perlahan menjauh pergi. "Enak nih, pasti!" celetuk Dira dengan pandangan yang terus menatap makanan di hadapannya. "Iyalah. Apalagi makannya sama gue," sahut Aldy dengan senyum jahil. "Terserah lo jomblo! Gue udah laper!" "Gue? Jomblo?" Aldy menunjuk dirinya sendiri. "Enak aja! Gue itu single. Inget itu!" "Udah ah! Gue takut si jomblo berimajinasi lebih tinggi." Dira mencibir kejomloaan Aldy dengan terkekeh puas. Aldi menatap Dira dengan wajah datar. Begitu teganya Dira menghina kejomloan Aldy yang hakiki, padahal begitu mulianya ia menjadi jomblo terhormat karena memperjuangkan rasa cintanya kepada Dira. Aldy memang pengecut jika berbicara soal rasa. Menurutnya, berteman dan bisa sedekat ini bersama Dira saja sudah harus disyukuri-tapi entah kalau nanti. "Kenapa lo, Dy? Kurang-kurangin ngelamunnya. Udah jomblo, banyak ngayal lagi." Dira selalu puas kalau urusan ledek meledek dengan cowok ini, tapi matanya tetap saja tak bisa mengalihkan pandangan dari pempek. "Iya, gue akuin gue jomblo. Puas lo?" "Udah ah. Gue laper." Dira menyiapkan tangan, mulut dan giginya untuk menyantap makanan lezat di hadapannya. "Dy, kita harus pecahin rekor makan kita, siap?" tanyanya dengan semangat 45. "Oke, rekor makan terakhir kita 6 menit 22 detik," jawab Aldy. "Gue mulai, ya?" Ia menyalakan timer di ponselnya yang langsung diangguki Dira. "Satu, dua, ti-ga!" Dengan cepat dan lahapnya kedua manusia bernafsu makan monster itu melahap pempek dengan s***s dan kasarnya. Beberapa saat berlalu, Aldy dan Dira berhasil menyantap semua pempek dihadapan dengan waktu singkat, sangat singkat. "Yes! Rekor makan terbaru kita nih, Ra," serup Aldy dengan tangan kanan yang melihat ponsel dan tangan kiri mengusap bibir yang berminyak. "5 menit 43 detik." "Yeeaay!" sahut Dira bahagia. *** Sehabis menuruti nafsu liarnya memakan pempek, Aldy dan Dira tidak langsung pulang ke rumah, mereka masih bersama. Saat ini keduanya tengah duduk di kursi taman dengan ice cream di tangan mereka masing-masing. "Oh iya Dy, sorry tadi gue bilang lo jomblo," ucap Dira merasa bersalah. "Tapi kenapa sih, Dy? Lo belum pacaran?" Seandainya lo tahu alasan kenapa selama ini gue nolak orang lain buat ada di hati gue karena lo. Aldy tersenyum memandang lurus suasana di hadapannya. "Di saat orang lain bangga mempunyai banyak mantan, gue justru bersyukur karena belum pernah memilikinya." Ia menatap Dira dan kebetulan pandangan mereka bertemu. Dira m******t ice cream strawberry berlapis coklat yang sesekali meleleh. "Iya deh, pangeran jomblo," cibirnya tertawa. "Oh iya Dy, gue mau bilang sesuatu sama lo." "Bilang apa?" Jarang sekali Dira berbicara dengan basa-basi. "Biasanya juga langsung ngomong. Bilang aja kali." "Lo kenal sama Kak Faris, kan?" tanya Dira yang diangguki Aldy. "Sebenernya ... gue sama dia udah pacaran sejak sabtu kemarin." Deg! Tiba-tiba saja ada yang berbeda di hati Aldy, seolah nuklir meledak hebat di dadanya sampai membentuk puing yang sebenarnya tak berbentuk. Ada rasa yang mendadak hancur, ada hati yang mendadak remuk hingga kehilangan wujudnya. Raut wajah Aldy yang mulanya tersenyum, kini mendadak jatuh. Mata yang mulanya memandang wajah gadis yang sangat ia sukai kini berubah dengan ribuan bayangan kabur yang melintas. Kecewa pasti Aldy rasakan, tapi tak ada hak untuk Aldy melarangnya. "Dy? Lo kenapa?" Dira heran melihat temannya yang termangu tanpa alasan. "Lo pasti nggak setuju, ya, gue pacaran sama Kak Faris?" "Hah?" Aldy berusaha tidak menampilkan raut wajah kecewa meski dari nada kejutnya saja sudah terdengar lemah. "Gue ... gue setuju. Congrats, ya!" "Gue kira lo nggak suka gue deket sama dia. Ternyata lo emang baik." Dira tersenyum-seyum senang. "Thanks ya, Dy. Thanks karena udah ada selama ini buat gue." "Gue mah emang baik kali. Dan Faris pantes dapetin lo, Ra." Aldy tersenyum meski sangat menyakitka. "Gue duluan, ya?" Aldy mengedipkan mata berkali-kali agar bisa pergi, tak tahu kenapa air mata cengeng sekali ingin dikeluarkan padahal ia tak ingin menangis seperti ini. Dira memang gadis baik, tapi dia tidak tahu jika Aldy sudah lama menyimpan rasa kepadanya. Mungkin karena itu, Dira berani memberitahu Aldy tentang hal yang sebenarnya, sekalipun itu hal yang menyakitkan untuk Aldy. *** Ceklek! Sebuah pintu baru saja Aldy tutup dengan tatapan kosong dan hati yang tak menentu. Tak ada semangat di wajahnya, untuk saat ini hanya rasa ambigu menguasai tubuhnya. Di satu sisi ia senang melihat Dira tertawa bahagia seperti tadi tapi disisi lain ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. Langkah Aldy telah membuatnya sampai di kamar bernuansa krim - abu dengan cukup hiasan yang menarik. Satu hal yang dapat mencuri perhatian, di kamar itu terdapat satu dinding dengan kumpulan foto dirinya bersama dengan Dira yang dia cetak lalu di pajangkan. Bagi Aldy melihat foto itu mampu membuat dirinya semangat menjalani hari, tetapi entah kenapa kini melihatnya justru membuat semakin sakit hati. Aldy mendekati beberapa foto dan meraih salah satunya. "Sebenarnya gue yang terlalu kecewa, atau lo yang gak peka terhadap rasa, Ra?" Percuma saja terlalu lama bersedih tidak akan mengembalikan keadaan menjadi lebih baik. Setidaknya Aldy masih bisa berdekatan dengan Dira sebagai status pertemanan, walau rasa sakit yang harus dia dapatkan. Namun, seberapa lama ia kuat bertahan? Menunggu delapan tahun bukan waktu yang sebentar untuk kemudian kehilangan. Aldy duduk di ujung kasur dengan menggenggam ponselnya. Dia memandangi foto Dira dilayar ponsel secara terus menerus, hingga dia ragu untuk menjawab telepon dari gadis itu yang sudah berkali-kali menghubunginya saat ini. "Lo tau, Ra? Bukan status yang membuat gue canggung deketin lo. Tapi rasa sakit ngelihat lo sama orang lain setiap harinya." Entah harus bagaimana besok, melihat hari-hari berikutnya yang membuat sesak karena orang yang disukai bersama orang lain. Mungkin terlalu berlebihan jika ungkapan kata ini di tuliskan, tapi mau bagaimana lagi? Aldy sudah menyukai Dira selama delapan tahun lamanya dan itu bukan waktu yang sebentar. - Departure Feeling -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD