03 || TETAP SEMANGAT

1424 Words
"Diam? Itu bukan lagi perkara asing ketika aku sedang bersamamu." - Paizal Anwar *** Suasana kantin hari ini cukup memuakkan dan tidak menarik. Pasalnya banyak sekali school couple di sana dan sialnya lagi Aldy merasa hanya dia yang jomlo sendirian saat itu. Walau saat ini Aldy ditemani oleh Dira, tapi tetap saja pasangan yang ada di kantin membuatnya iri karena bebas saling bercanda dan suap-suapan makanan, bahkan banyak adik kelas yang duduk berduaan sedangkan dirinya? Sudahlah. "Sori ya gue telat ngasih tau lo soal gue pacaran sama Kak Faris," ucap Dira merasa bersalah-lagi. Aldy hanya tersenyum dengan mulut penuh siomay. "Ra, kita nggak usah ngomongin itu dulu, ya?" "Lho, kenapa? Lo keganggu gue cerita soal Kak Faris?" "Enggak. Gue cuma mau fokus makan aja." Aldy tersenyum di akhir ucapannya sebelum kembali menyantap siomay yang ada di depannya. Seketika suasana menjadi hening, tak ada lagi yang mereka bicarakan. Dira pun melanjutkan makan siomaynya dengan menatap heran wajah Aldy. Sedangkan cowok itu cukup terganggu dengan pandangan yang Dira lakukan. Sebenarnya bisa juga Aldy menganggap tatapan itu tapi ya bagaimana mungkin ia membiarkannya dengan tatapan kosong. "Lo kenapa lihatin gue?" tanya Aldy yang sudah merasa risi. Ukhuk! Ukhuk! Dira tersedak saat mendengar apa yang Aldy tanyakan. Entah kenapa pertanyaan cowok itu seperti petir yang sangat mengagetkan untuknya. Singkatnya bisa dibilang Aldy yang terlalu percaya diri dan Dira yang ketahuan mencuri pandangan. Melihat Dira yang tersedak Aldy langsung mengambil segelas air di atas meja lalu dia berikan kepada sahabatnya. Rupanya Aldy benar-benar tidak mau Dira kenapa-kenapa. Gerak refleksnya begitu menunjukan kekhawatiran. Saat Aldy mengasongkan Air minum, Dira langsung mengambil dan meneguknya sampai habis. Selepas itu tenggorokan jadi terasa lebih baik dan Aldy berhasil menyelamatkannya. "Thanks ya, Dy," ucap Dira dengan sedikit parau. "Lo nggak apa-apa, kan?" Aldy masih saja kecemasan. "Gue baik-baik aja," jawab Dira yang langsung membuat cowok di hadapannya terdiam dengan senyum. Keduanya kembali melanjutkan aktifitas makan. Sesekali Aldy melihat Dira yang juga ikut memandanginya. Keadaan seperti ini sangat tidak mencerminkan sikap keduanya. Biasanya mereka selalu berisik ketika makan, tapi kali ini berbeda, mereka hanya diam membungkam. "Dy ... Lo nggak mau nyari pacar aja?" goda Dira penasaran. "Kan romantis tuh, kalo lo perlakuin pacar lo kayak tadi ke gue." "Oh, jadi tadi gue romantis gitu?" "Iyalah. Gerak refleks lo tadi itu, heroik banget! Meleleh pasti cewek lo." Aldy tersenyum saat mendapat pujian dari teman friendzone-nya. "Gue cuma mau pacaran sama-" "Hey. Udah lama?" tanya seseorang yang tiba-tiba saja datang dan menukas pembicaraan Aldy. "Lumayan, sih," jawab Dira kepada Faris yang baru datang dan kini duduk di sampingnya.  "Oh. Lagi bahas apa?" "Ini, kita lagi ngomongin si Aldy yang jomblo." Dira mengucapkannya dengan sengaja meledek. "Oh gitu," jawab Faris, singkat. "Eh Dy, gue tadi ngasih tau Kak Faris buat dateng ke sini. Lo nggak keberatan, kan?" Sebenarnya Aldy tidak mau ada Faris saat itu, tapi karena Dira yang menyuruhnya ia rela menjadi nyamuk yang harus dicuekkan ketika Dira asik mengobrol dengan Faris. Menyedihkan memang. "Enggak, kok," jawab Aldy dengan senyum walau terpaksa. "Kalian, kan, pacaran ...." Dira dan Faris malah tersenyum senang padahal niat Aldy untuk menunjukkan ketidaksukaannya.  "Kata Dira, lo suka bulu tangkis, ya? Kira-kira kalau gue ajak Basket mau?" tawar Faris karena memang dia sedang mencari beberapa orang untuk menggantikan tim kalau nanti angkatannya harus sibuk dengan ujian sekolah. "Gue nggak ada bakat di basket kayaknya, Kak. Nanti malu-maluin," sahutnya sembari memakan timun yang ia kumpulkan di mangkuk. "Tapi bakat bulu tangkis lo bagus kalau gue denger dari cerita Dira." Aldy mulai merasa tak nyaman, serasa tak tenang mau makan saja. "Ya ... ya gitu." Dira terkekeh. "Oh iya Dy, tadi lo bilang cuma mau pacaran sama ... sama siapa?" Ia kembali menanyakan pertanyaan yang sama sekali tidak mau Aldy jawab. "Oh itu, gu-gue cuma mau pacaran sama-" Kring! Ponsel Aldy yang tergeletak di atas meja berdering. Ia menghentikan ucapannya dan melihat notifikasi apa yang didapatkan. Sepertinya ia mendapatkan ide cemerlang dari notifikasi itu dan bisa dimanfaatkan. "Sori si Yudis nyuruh gue buat ketemu." Aldy beranjak dari duduknya. "Gue duluan, ya?" Dira hanya menatap heran temannya yang terburu-buru pergi meninggalkan. Sedangkan Faris terlihat biasa saja karena baginya tidak ada Aldy pasti akan membuat mereka jauh lebih bebas untuk bercengkrama. Aldy berhasil kabur dari Dira dan Faris, terlebih lagi dapat keluar dari tuntutan menjawab pertanyaan, konyol jika harus dijawab secara jujur saat itu. Sebenarnya notifikasi yang muncul di ponsel Aldy tadi hanyalah sebuah pesan singkat dari operator yang menawarkan ringtone lagu dari salah satu band tanah air. Nasib memang, menjadi jomlo itu sulit, pesan saja hanya dari operator. Sabar untuk hati yang tengah sendiri, dunia pasti akan mendukungmu suatu saat nanti. *** Aldy berjalan dengan perasaan gelisah. Hatinya benar-benar tidak nyaman melihat Faris dan Dira duduk berdua tepat di depan mata seperti tadi. Ia masih memainkan ponsel di tangan sembari terus berjalan, tak ada yang dilakukan sepanjang jalan selasar hanya geser kanan-kiri. Pikirannya terlalu penuh dengan kecemburuan sekarang. Bruk!!! Terdengar suara buku berjatuhan hingga mengejutkan Aldy yang berpura-pura sibuk. Dia menoleh ke sumber suara yang ternyata tepat berada di belakangnya. Benar saja, setelah menoleh sejumlah buku terjatuh di lantai dengan sesosok tubuh memegangi keningnya sembari berusaha mengambil dan merapikan buku itu kembali. Aneh, padahal Aldy tidak menabrak siapapun, kenapa gadis itu bisa jatuh? Jika dianalisis dari gerakan tangannya yang memegangi dahi, bisa jadi cewek itu tidak fokus sampai bisa menabrak tembok pertigaan. Tunggu ... itu artinya dia memperhatikan Aldy karena di selasar saat itu tak ada siapa pun lagi. Aldy memundurkan tubuh dari beberapa langkah sebelumnya dan memilih untuk memberi bantuan. "Lain kali hati-hati. Kalau pusing bisa ke UKS dulu, biar gue aja yang anterin bukunya." "Biar gue aja. Thanks, ya." Kini semua buku sudah kembali ada di gadis itu. Sebenarnya Aldy tahu dia, ia ingat waktu MOS dulu cewek inilah yang paling sering disukai kakak kelas. Seingatnya nama dia Nazwa, tapi entahlah karena jarang bertemu dan lagipula sepertinya beda jurusan karena di salah satu buku terdapat buku paket bertuliskan "Kimia". "Serius? Gue lihat tadi kepala lo kayaknya pusing sampai bisa nabrak tembok gitu. Kening lo juga merah, mau gue panggilin anak PMR?" Gadis itu membulatkan mata dengan menelan ludah. "Gue bisa sendiri, kok. Sekali lagi makasih, ya, Dy." Apa? Dia tahu gue? "Lo kenal gue?" "Aldy, kan? Anak IPS. Gue kenal lo sejak lomba bulu tangkis tahun lalu." Pantas saja Nazwa mengenal Aldy, ternyata dia hadir saat ada class meeting tahun lalu. Meskipun ia sendiri gagal menjadi juara dan harus menerima kekalahan dibabak penyisihan. Nazwa terkekeh saat cowok di depannya kebingungan mau berkata apa. "Ya udah, gue duluan." Aldy hanya mengangguk saja, kalau dilanjutkan malu juga karena membahas kekalahan. Di detik berikutnya gadis itu tak lagi ada di depan mata, Nazwa melanjutkan langkahnya dan Aldy menyaksikan itu sampai sebuah ruangan menelannya. Ke tangga bentar. Ada yang mau gue omongin. Send. Setelah itu ia kembali berjalan menuju sebuah tempat di mana tak banyak dilalui orang-orang, letaknya ada di dekat gudang. Aldy biasa bertemu dengan temannya di sana karena di Nusa 2 ini tidak ada tempat lain untuk mereka.  Setibanya di sana Aldy sudah menemukan kedua temannya -Yudis dan Heru. Cepat juga mereka ke sana, atau mungkin sudah sejak tadi mereka di sana tanpanya. Tempat itu memang selalu nyaman untuk dipakai bercerita, ditambah lagi pengurus sekolah sering membersihkannya.  "Lo semua pernah ngerasain sakit hati karena suka sama seseorang nggak sih? Karena orang yang lo suka sukanya sama orang lain," tanya Aldy bersandar ke sisi tembok dengan tanpa semangat. "Dulu ... gue pernah kecewa karena orang yang gue suka ternyata udah punya pacar." Heru menyahut dengan melankolis di muka, posisinya berada di anak tangga paling atas. "Dulu kapan?" "Waktu SMP." "Tapi gue yakin, sih, sakit hati lo nggak seberapa," ledek Aldy sampai membuat satu temannya cemberut. "Gue juga pernah," sahut Yudis dengan menatap tembok yang ada di hadapannya dan posisinya berada di tengah. "Gue pernah nyatain perasaan gue ke cewek yang gue taksir." "Hasilnya?" Yudis menggeleng. "Ditolak." "Yhaa kasihan." Heru heboh sendiri sembari menunjuk-nunjuk temannya, tapi mereka tak sedikitpun melengkungkan bibir. "Apaan si lo, garing!" sergah Yudis kesal. Kenapa teman-teman Aldy juga memiliki kisah cinta yang menyedihkan sama sepertinya? Apa mereka memang ditakdirkan hanya untuk bercerita tentang pengalaman kegagalan cinta mereka? Malang sekali. "Kalo lo, Dy?" tanya Heru yang merasa diabaikan. "Lo sakit hati kenapa??" "Siapa emangnya cewek yang lo suka? Dira? Bukannya lo cuma temenan?" "Sotoy banget lo!" kesal Yudis karena Heru terus saja berbicara. "Pokoknya ada cewek yang gue suka. Gue belum bisa cerita sekarang siapa orangnya. Tapi ternyata cemburu tuh rasanya nggak enak, ya." Yudis melengkungkan bibir iba. "Oh ... temen gue lagi galau rupanya?" Perkataannya begitu tenang, bernada pelan sebab tak ingin merusak ketenangan. Heru pun ikut tersenyum. "Jangan nyerah, Dy. Gue yakin lo nggak akan nyerah gitu aja." "Gue akan bertahan selama gue masih suka sama dia. Dan kayaknya gue nggak akan bisa nggk suka sama dia," jawabnya dengan senyum hampa. "Lo berdua juga bakal tetep perjuangin orang yang lo berdua sayang, kan?" "Gue sih nunggu gebetan gue putus aja." Heru tertawa puas. "Nggak ada akhlak bener." - Departure Feeling -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD