Fake Smile

1121 Words
Cella PoV on. Jakarta, 16 Juli 2017. Bingung? Ya, itulah yang aku rasakan saat ini. Bingung dengan apa yang gue rasakan saat ini di sekitar gue. Rasa sakit dan sekaligus linglung, ya itulah yang gue bingungkan saat ini. Tapi, apalah daya ketika kita bingung dengan apa yang kita rasakan, kita hanya menerimanya dengan pelan dan menunggu waktu yang tepat untuk mendapatkan semua jawaban yang selama ini kita dambakan suatu saat nanti. Itulah yang kita rasakan saat ini. Maka hargailah apa yang kalian miliki saat ini dan hargai apa yang kalian punya. Jangan sampai suatu saat nanti kalian semua kecewa dengan apa yang telah kalian lakukan suatu saat nanti. Gue hanya bisa menghela nafas kasar dan masuk ke dalam sekolah gue. Gue pun memperhatikan setiap sudut lorong yang gue lewati. Hingga akhirnya gue berhenti di depan kelas gue, di dalam kelas gue ternyata udah banyak banget orang di dalamnya. Gue langsung masuk ke dalam kelas dengan muka kusut, seperti orang yang belum di setrika. Temen-temen gue menatap gue dengan tatapan bingungnya. Gue hanya menghela nafas panjang, pas mereka ngeliatin gue. "Ngapa lo? Pagi-pagi muka udah kusut aja. Kagak dapet jatah bulanan? Apa kagak ada kabar dari doi?" tanya Refa berentet. Gue yang di tanya seperti itu hanya bisa memutar bola mata dengan malas. "Bisa gak sih nanya itu satu-satu. Gak usah berentet kayak kereta api," tanya gue sebal. "Nih ya kartu As, dengerin gue baik-baik. Ini masih pagi, muka lo kagak usah di tekuk kayak gitu lah. Have fun, ceria, bahagia kayak biasanya aja. Kenapa akhir-akhir ini lo malahan jadi suram banget? Ngeri gue ngeliatnya," ucap Fanny sambil menggelengkan kepalanya. "Sesuram itu ya muka gue?" tanya gue gak enak hati. "Iya, suram banget. Kalo cowo liat dah pasti lo di tinggalin dah," ucap Fenita mengompori gue. "Gak jauh-jauh dari cowo. Heran gue, otak kalian itu kagak ada fikiran lain apa ya selain cowo?" tanya gue dengan nada datar. "Karena cowo hidup gue jadi berwarna. Lah lo? Hidup kayak gak ada gairah. Kenapa sih sebenernya? Ayolah cerita," bujuk Fanny. "Belum waktunya Fan. Pasti suatu saat gue akan cerita semuanya sama kalian. Tapi, gak sekarang. Sekarang waktunya gue sendiri aja yang tau," ucap gue sambil tersenyum tipis. "Itulah, lo selalu bersembunyi di balik senyuman palsu lo itu. Cel mau sampe kapan begini terus? Selama 3 tahun kenal, lo selalu aja tertutup sama kita semua. Bukan cuma sama gue, Fenita dan Refa. Tapi, Fajar juga gak tau apa-apa tentang hidup lo. Cel, lo nganggep kita ada gak?" tanya Fanny gemas. "Fan dengerin gue. Kalian sangat berharga bagi gue. Gue gak bisa sampe seperti ini, kalau bukan karena semangat kalian. Kalian terlalu berharga buat gue, gue gak mau jadi beban kalian. Cukup dengan melihat tertawa itu sudah cukup berarti bagi gue," jelas gue sambil tersenyum tipis. "Cel, sahabat ada karena mereka saling bahu-membahu untuk membantu sahabat nya. Lo gak bisa berfikiran seperti itu. Dengan adanya lo memendam semuanya, hidup lo bisa hancur karena ego. Please love yourself, sayangin tubuh lo. Kalau lo stress semuanya gak akan bener. Lo butuh tempat, lo butuh pundak, lo butuh sandaran, dan lo juga butuh perlindungan. Jika lo memang belum siap gak masalah. Tapi, tolong bahagialah meskipun hanya sedikit. Karena gue ingin banget ngeliat lo tertawa lepas," ucap Fenita sambil tersenyum haru. "Fen, gue bukan orang yang lemah. Terkadang apa yang kita lihat belum tentu itu kebenaran nya. Tidak semua kebenaran akan selalu di ungkapkan, ada kalanya kita menutup sebuah kebenaran yang memang harus di tutupi. Gue bahagia bisa kenal kalian, terima kasih sudah datang di kehidupan gue," ucap gue sambil tersenyum. "Hati-hati dengan senyum, gue pernah membaca kata-kata dari sebuah penulis begini, Hati-hati lah dengan sebuah senyuman. Karena senyumanmu itu bisa menjadi boomerang bagi kita sendiri. Senyuman itu bukan hanya sebuah lengkungan kecil yang tak berarti, tapi sebuah senyum itu memiliki lengkungan kecil yang memiliki arti yang sangat dalam. Jangan suka fake smile, nanti lo malah kena sendiri. Berbagi lah jika memang harus di bagi. Biar kita tau dan merasakan rasa sakit yang lo rasakan. Sahabat bukan hanya sebuah perkumpulan yang ada di saat suka, namun sahabat juga ada di saat duka. Maka, berbagilah apa yang lo rasa sama kita," ungkap Refa. "Makasih ya. Kalian selalu bisa membuat gue menjadi seseorang yang sangat berharga. Kalian itu beneran buat gue bahagia banget. Thank you all," ucap gue sambil tersenyum manis. "Di dalam sebuah persahabatan tidak ada yang namanya terima kasih dan maaf. Karena sahabat sejati akan selalu mendukung, menasehati dan membimbing jika kalian salah. Saling bergenggaman tangan dan saling menyalurkan apa yang kalian rasakan," ucap Fanny. "Aaaaaaaaa gue baper woi!" seru Fenita sambil memeluk gue. "Mau ikutan juga!" ucap Fanny dan Refa sambil berhambur pelukan. Gue pun tersenyum manis melihat tingkah mereka bertiga, kami pun berpelukan seperti teletubbies. Fajar pun berdiri di depan pintu kelas dan melihat ke arah gue sambil menggelengkan kepalanya pelan. Gue pun tersenyum tipis ke arah Fajar. Fajar pun menghampiri kami semua dengan tatapan jailnya. "Hii!" teriak Fajar. "Masih pagi udah teriak-teriak. Bisa gak sih lo itu gak ganggu suasana?" dumel Fenita. "Fen kalo Fajar gak heboh, bukan Fajar namanya," ucap Refa santai. "Lah, iya juga." Mereka semua pun tertawa bersama. Fajar yang merasa di tertawakan hanya memutar bola matanya dengan malas. "Bisa gak, sehari aja gak ngeledek gue? Pegel gue di ledek mulu." Fajar pun menatap datar mereka semua. Gue pun langsung meraup muka Fajar dengan kesal. "Kalo lo gak ganggu. Kita gak akan ngeledek lo Fajar," ucap gue dengan gemas. Itulah Fajar, seorang cowo biasa yang memiliki selera humor yang rendah. Cowo b****k yang memiliki banyak fans di sekolah. Gue merasa gak enak kalo harus selalu dekat sama dia, karena kalo gue dekat sama dia banyak cewe yang menatap gue dengan tatapan laper. Gue kadang bingung, Fajar yang bobroknya nauzubillah ini tapi fansnya banyak itu dari mana? Yang dilihat sebenarnya apa gitu? Gue yang notabenenya sahabat nya aja masih suka kesel sama dia kalo dah jail. Tapi, banyak cewe di sekolah ini malahan seneng kalo di jailin sama dia. Heran banget dah. "Cel ntar ngantin sama gue ya," bisik Fajar. Gue pun menoleh sekilas ke arah Fajar. Ngapa ni bocah? Tiba-tiba ngajak makan bareng? batin gue. Fajar pun tersenyum dengan manis ke arah gue dan membuat yang lainnya kebingungan. "Ada apa nih? Kenapa kalian bisik-bisik sama senyam-senyum?" tanya Refa dengan tatapan menggoda. "Kepo amat sih lo!" ungkap Fajar. "Hilih, gue kepo itu wajar. Lo aja keponya akut masa gue gak boleh kepo," ucap Refa sambil memutar bola matanya dengan malas. "Gue itu bukan kepo, cuma agak julid aja kalo masalah orang," ucap Fajar santai. "Apa bedanya Fajar cakep? Pengen gue hujat lo," dumel Refa kesal. "Gue tau Fa, gue itu memang cakep. Bilang aja kalo lo suka sama gue?" ucap Fajar dengan santainya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD