Malam hari, Xena terbangun karena lapar. Dia melewatkan makan malamnya demi Zeehan yang terus menanggulangi dirinya. Entah untuk menyusul bajunya, mencuci sepatunya atau mungkin mengganti spreinya yang menurut Xena tidak ada masalah sama sekali. Bahkan Xena harus mengganti sprei itu sebanyak lima kali, demi mendapatkan kata iya dari bibir Zeehan.
Dan malam ini, dengan terpaksa Xena harus membuka kulkas untuk menghangatkan jatah makan malamnya. Ini sudah jam satu dini hari, dan baru kali ini Xena makan di jam segini. Selain mampu menaikkan berat badan, terkadang Xena masih merasakan sesak di dadanya.
Sambil menunggu makanan itu hangat, Xena pun memutuskan untuk membuat segelas minuman dingin. Biarkan saja berat badan Xena naik, dia sudah terlihat kurus bahkan bisa dilihat hanya tersisa tulang dan juga kulit. Sangking kurusnya ukuran celana wanita itu hanya dua puluh delapan. Stefany suka marah jika melihat Xena semakin hari semakin kurus. Bagaimana tidak kurus jika yang ada di dalam otaknya, banyak sekali masalah yang dia pikirkan. selain masa depan Kimora, Xena juga memikirkan masa depan dirinya. Dia harus memberikan pendidikan yang layak dan juga bagus untuk putrinya juga.
"Ahh … ssstt!! Sayang … "
Desahan dahsyat itu terdengar memekakkan telinga Xena. Wanita itu mencoba menyebabkan rambut panjangnya untuk memperjelas pendengarannya. Dia hanya takut jika ada setan atau maling masuk ke dalam rumah ini.
Dan sekali kali, itu bukan suara maling atau apapun itu. Tapi itu adalah suara desahan yang berasal dari samping. Buku-buku Xena pun melihat apa yang terjadi, ternyata itu adalah ilah Zeehan dan juga kekasihnya. Mereka sedang berada di dalam kolam renang berdua. Dengan tatapan Zeehan yang langsung mengarah pada Xena. seolah pria itu tahu jika dengan suara ini Xena akan datang menghampiri mereka.
Xena menundukkan kepalanya, mengusap air matanya perlahan dan memilih pergi. Makanan yang dihangatkan sudah selesai, minuman yang dia buat juga sudah dingin. Lalu untuk apa juga dia harus berlama-lama di dapur?
Membawa makanan itu ke paviliun nya, Xena pun menikmati makanan itu dengan tangisan. Sesakit inikah? Dan nyatanya jawabannya adalah iya. Lebih baik dia menghabiskan makanan yang ada di hadapannya, lalu kembali tidur. Itu akan jauh lebih baik dibanding harus mendengar suara desahan gila dari Zeehan dan juga kekasihnya.
****
Keesokan paginya, Zeehan kembali memanggilnya Xena. Dia meminta Xena untuk membawakan sarapannya ke kamar karena dia bangun terlambat. Zeehan tidak suka makan sendirian, sedangkan Cilla, wanita itu katanya pergi bersama dengan Magdalena. Dan yang pasti Zeehan tidak ada teman makan.
Dan disinilah Xena berada, dia yang sibuk merapikan sprei kamar Zeehan, sedangkan Zeehan yang sibuk menikmat sarapannya. Sesekali menatap ke arah Xena yang naik turun dari ranjangnya. Sebenarnya dia kembali hanya ingin menanyakan kemana anaknya yang dulu, tapi disini Zeehan tidak mendapatkan jawaban apapun. Xena tahu semuanya, dia tahu apapun tentang masalah itu, tapi … kenapa wanita itu tutup mulut tentang keberadaan anaknya?
"Jadi kamu akan terus tutup mulut tentang anak itu, Xena? Kamu nggak mau ngasih tau apapun tentang anak itu?" tanya Zeehan akhirnya. Sungguh, dia tidak suka suasana sunyi, dia tidak suka Xena mendiamkannya seperti ini.
"Memangnya apa yang harus aku jelaskan? Kan kamu juga sudah tahu, jika dia tidak ada." jawab Xena tanpa mau menatap Zeehan.
Pria itu menghentikan acara makannya, menatap punggung Xena yang melihat selimut tebal miliknya. "Masih nggak percaya. Aku yakin kamu menyembunyikan sesuatu darimu, Xen."
Memutar tubuhnya hingga mengandalkan Zeehan, Xena pun menghela nafasnya berat. "Sesuatu apa? Aku bahkan tidak menyembunyikan apapun dari mu."
"Oh ya? Kalau begitu dimana dia?"
"Harus berapa kali aku bilang, Zeehan!! Aku tidak tahu dia dimana!!"
Menatap piring Zeehan yang sudah kosong, Xena pun mendekat berjongkok di depan pria itu dan menaruh piring kotor di atas nampak. Namun, pergerakan Xena harus terhenti ketika tangan Zeehan mulai menyentuhnya.
"Katakan Xena!! Dimana anak itu!!" sinis Zeehan.
Menarik tangannya dari genggaman tangan Zeehan, Xena pun menghela nafasnya berat. Dia pun melirik ke arah pintu yang baru saja dibuka, dan muncullah Cilla yang baru saja datang dengan wajah sumringah nya.
Wanita itu mendekat, "Hai … kemarin kita belum sempat berkenalan." katanya lembut.
Selain cantik, dia juga memiliki suara yang imut dan lucu. Pantas saja Zeehan memilih dia sebagai pendamping hidupnya.
"Iya Non. Saya Xena."
"Aku Cilla. Kayaknya kita seumuran deh, jangan panggil Nona, panggil Cilla saja." kata wanita itu, yang memiliki nama Cilla.
Xena menggeleng. "Sangat tidak sopan, jika saya harus memanggil nama. Sedangkan Nona adalah calon istri den Zeehan."
"Ya terus kenapa? Kenapa kalau aku calon istri Zeehan? Apa aku nggak boleh memiliki teman?" protes Cilla yang masih tidak terima jika dirinya dipanggil Nona.
"Sayang … ayolah, jangan berdebat dengan masalah ini. Sudah sewajarnya dia memanggil kamu dengan sebutan itu, lagian dia hanya pembantu, sayang." sinis Zeehan.
Xena tak ingin mendengar kembali, dia pun buru-buru keluar kamar Zeehan dan membawa piring motornya. Dia tidak ingin mengganggu sepasang kekasih ini tengah memadu asmara.
Sesampainya di dapur, Xena malah melihat Kimora yang baru saja pulang sekolah. Anak itu terlihat sumringah di depan pintu sambil membawa buku gambarnya.
"Anak Bunda udah pulang ya. Tadi di sekolah diajarin apa?" Xena berjongkok di depan Kimora, sambil menata kembali kunciran rambut bocah kecil itu yang mulai berantakan. "Seragamnya kok kotor sayang, tadi main apa di sekolah?" lanjutnya.
Kimora cemberut, dia pun memberitahu ibunya jika ada anak nakal di kelasnya. Dia tidak bisa diam dan terus mengganggu Kimora. Selain mengambil pensil miliknya, bocah itu juga mengambil satu gantungan kunci kesukaan Kimora. Tentunya Kimora kesal, hingga dimarahi guru.
"Yaudah nanti beli lagi ya." kata Kimora.
"Iya. beli banyak ya Bun, biar nggak diambil terus dia."
Xena tertawa dia mengantarkan Kimora pergi ke Paviliun untuk mengganti seragam yang dia kenakan. Menyiapkan makan siang bocah itu, dan juga memberikan buku Kimora.
"Habis makan, istirahat ya. Bunda main kerja lagi." kata Xena dan membuat Kimora mengangguk kecil.
****
Duduk di pinggiran kolam, Zeehan malah lebih sibuk menatap Paviliun Xena. Disana dia bisa melihat bayangan bocah kecil di dalam sana tengah membelakangi cahaya, hingga bentuk tubuhnya dengan rambut cepol membuat Zeehan terus menatapnya.
Sejak pagi, dia tidak melihat jika ada bocah kecil seliweran di tempat ini. Dan sekarang Zeehan harus melihat bayangan bocah itu ada di Paviliun Xena. Apa mungkin bocah itu yang selama ini Zeehan cari?
"Nggak mungkin. Xena bilang anak itu sudah nggak ada." gumam Zeehan.
Meskipun Xena bilang jika anak itu sudah tidak ada. Jujur saja Zeehan masih belum percaya dengan semua ini, jika dia belum melihatnya dan membuktikan sendiri. Tau sendiri kan ucapan seseorang itu tidak bisa di pegang dan juga di percaya. Kadang hari ini bilang A besok atau lusa bisa bilang B dan C.
Zeehan ingin menghampiri Paviliun itu, dan memastikan jika bocah kecil itu bukanlah bocah yang dia cari. Namun langkahnya harus berhenti, ketika melihat Xena yang masuk ke Paviliun itu sambil membawa makan.
Pria itu mendekat, dia duduk di pinggiran Paviliun sambil mendengar pembicaraan mereka. Dimana bocah itu meminta ibunya untuk mengantarkan ke makam ayahnya, dia ingin menunjukkan lukisan ini pada ayahnya. Jika dia mendapatkan nilai bagus di kelasnya, dan juga stempel orang tersenyum.
Tidak hanya itu, Zeehan juga bisa mendengar suara Xena yang lembut. Dimana wanita itu akan mengajak putrinya ke makam ayahnya sore hari, setelah semua pekerjaannya selesai. Disana Kimora bisa bercerita banyak hal pada ayahnya.
"Beli ice cream juga ya Bun." kata Kimora yang masih bisa didengar oleh Zeehan.
"Iya besok sekalian beli ice cream ya, pas ke makam ayah."
Ayah? Kening Zeehan mengerut sempurna. Apa iya Xena sudah menikah dan memiliki anak? Tapi jika wanita itu menikah, kenapa tidak memberitahu Zeehan?
Memilih pergi dari tempat ini, Zeehan pun kembali ke kamar. Dia mengusap dagunya dengan bingung, selama ini ada berita apa hingga Zeehan tidak tahu apapun. Dan kenapa juga ibunya tidak memberitahu apapun tentang pernikahan Zeehan?
Karena penasaran, akhirnya Zeehan pun kembali ke Paviliun Xena dan meminta penjelasan wanita itu. Kenapa dia menikah dan hanya Zeehan saja yang tidak tahu?
"Xena buka pintunya!!" seru Zeehan.
Di sisi lain, Xena yang ada di dalam Paviliun pun terkejut mendengar suara Zeehan di depan pintu. Belum lagi gedoran Zeehan yang cukup membuat Kimora ketakutan. Xena meminta Kimora untuk tetap di ruangan ini, Xena akan keluar dan lihat apa yang terjadi.
Membuka pintu, Xena masih saja terkejut dengan Zeehan yang berdiri di depan pintu. Jarak mereka cukup dekat, sehingga membuat Xena mendorong tubuh Zeehan untuk menjauh dari pintu Paviliun nya.
"Ada apa?" tanya Xena penasaran, sambil menutup pintu Paviliun nya.
"Kamu ngomong sama siapa? Aku lihat ada bayangan anak kecil. Dia siapa?" tanya Zeehan bertubi-tubi.
Xena menatap ke arah pintu dan menggeleng. "Kenapa?"
"Aku tanya Xena!! Jawab jujur apa dia anakku?"
Xena menggeleng. "Bukan. Dia anakku dengan Farel."
"Farel siapa?"
Xena pun menjelaskan jika Farel adalah suaminya. Mereka menikah enam tahun yang lalu, dan dikaruniai satu putri bernama Kimora. Tapi sayangnya suaminya itu harus meninggalkan dunia ketika Xena hamil tua.
"Terus kenapa pas nikah nggak bilang-bilang?" tanya Zeehan kesal.
"Kalau bilang kamu mau pulang? Nggak juga kan? Ini bukan masalah gede Zeehan."
"Ini masalah besar untukku, Xena. Bagaimana bisa kamu bilang ini bukan masalah sepele!!"
Dan nyatanya itu memang bukan masalah besar. Lagian, kalau pun Xena bilang pada Zeehan belum tentu saja pria itu pergi untuk menghadiri pernikahan Xena dan juga Farel. Dan lagi, tidak ada pesta atau apapun itu, mereka hanya mengingat janji suci saja. Selebihnya tidak.
"Aku ingin lihat anak itu!!" ucap Zeehan.
Tangan Xena menghalangi pintu dan menggeleng. "Jangan. Dia takut dengan orang asing, yang belum pernah bertemu dengannya. Tadi dia sudah ketakutan mendengar suaramu, jangan sampai anakku gila karena melihat dirimu."
"Aku nggak gila!!" protes Zeehan tidak teriak dirinya di kata gila.
"Kalau begitu, pergilah." usir Xena dan membuat mata Zeehan mendelik sempurna.
-Secrets-