"Dia bukan anakmu!! Aku harus berkata berapa kali agar kamu mengerti, Zeehan!!" ucap Xena. "Dia itu anakku!! Aku tidak tahu dimana keberadaan anakmu. Kamu bisa mencarinya sendiri, tanpa melibatkan aku!!" lanjutnya dengan jengkel.
Tidak mau melayani Zeehan, Xena pun pergi. Menutup pintu paviliun nya dan menguncinya agar Zeehan tak lagi mengganggu hidupnya. Xena terluka, dan dia begitu bahagia ketika Zeehan dulu memilih pergi. Bukannya seharusnya dia tidak kembali? Itu akan jauh lebih baik, dibanding harus melibatkan Xena terus menerus.
Kimora yang melihat itu mendesah. Dia pun mengintip dari jendela jika om yang tadi pagi mengantarkan dia pergi ke sekolah, masih ada di depan paviliun nya.
Gadis kecil itu menarik ujung baju Xena. "Bun … om itu kok gak di suruh masuk?" tanya dengan wajah polos.
Xena menunduk. "Sayang, dia itu majikan Bunda. Nggak pantas jika sangat pemilik rumah harus ke paviliun pembantu." jelas Xena.
"Tapi tadi pagi, Kim diajak naik mobil om itu." ucap Kimora.
Xena tersenyum kecil dan mensejajarkan tubuhnya dengan Kimora. "Lain kali jangan lagi ya. Kalau nggak berangkat sama Bunda ya sama Mbok Yem aja ya. Jangan mau dianter sama om tadi."
"Apa dia jahat Bun?"
Kalau masalah jahat atau tidak, Xena tidak tahu. Tapi dia hanya tidak mau jika Kimora terlalu dekat dan banyak berinteraksi dengan Zeehan. Bukannya apa, Xena hanya takut jika pria itu …
"Kimora ayo makan dulu, Mbok Yem sama Bunda mau ngobrol sebentar di luar ya."
Kimora mengangguk, dia pun langsung duduk di depan meja kecil dan menikmati makanan yang Xena berikan. Sedangkan Xena dan Mbok Yem memilih keluar. Yang tadinya Xena berharap jika Zeehan sudah pergi, ternyata dia salah. Zeehan masih berdiri tegak di depan pintu paviliun nya tanpa mengatakan apapun. Tentu, Xena langsung menutup pintu paviliun nya rapat-rapat.
"Kamu ngapain masih ada disini?" kata Xena.
"Kenapa? Aku akan pergi kalau kamu sudah berkata jujur. Dia anakku atau bukan!!"
Xena memutar bola matanya malas. "Terserah kamu mau bilang apa! Yang penting aku sudah bilang, kalau Kim bukanlah anakmu!!"
Setelah mengatakan hal itu Xena pun pergi sambil mengandeng Mbok Yem. Memilih taman samping rumah untuk mendengar apa yang ingin Mbok Yem katakan. Bahkan Xena juga memastikan jika tidak akan ada orang lain yang mendengar mereka, kecuali bunga bergoyang dan juga angin.
"Sekarang Mbok mau ngomong apa?" tanya Xena penasaran.
"Kamu itu nggak capek apa begitu terus? Mau sampai kapan Xena!!"
Xena hanya diam saja. Dia lebih menyibukkan dirinya banyaknya tanaman hias milik Magdalena. tentu saja hal itu mampu membuat Mbok Yem kesal.
Menarik tangan Xena, Mbok Yem pun melemparkan tatapan tajamnya. "Mau sampai kapan? Kamu mau sembunyikan kebenaran apalagi? Ada dua orang yang kamu bohongi selama ini."
"Mbok tenang dulu, nanti aku juga bakal jujur kok sama mereka. Cuman, aku butuh waktu Mbok."
"Ini waktu yang tepat, Xena."
Dan nyatanya Xena belum juga mengatakan hal itu. Dia begitu takut dengan kebenaran hanya dia sembunyikan. Apalagi Zeehan datang bersama dengan calon istrinya, Xena tidak ingin membuat pernikahan ini batal. Atau nanti Magdalena juga akan membencinya.
Jika dia sudah menemukan waktu yang tepat nanti entah kapan, Xena janji jika dia akan mengatakan segalanya.
Pergi adalah pilih Xena, dia masih banyak sekali pekerjaan yang harus dia kerjakan. Namun, ketika dia masuk ke dapur Xena malah dikejutkan oleh Zeehan yang sudah berdiri di dekat meja dapur. Wanita itu mencoba mengabaikan keberadaan Zeehan, dia menganggap jika Zeehan tak pernah ada di satu tempat dengannya.
Disini, Zeehan yang tidak terima dengan sikap Xena pun menarik wanita itu untuk pergi dari dapur. Membawanya ke tangga dekat lorong dapur dan menuju ke loteng.
Xena menarik tangannya dan menjauh dari Zeehan. "Kalau kamu bawa aku cuma pengen nanya masalah anak kamu. Harus berapa kali aku bilang kalau aku–"
"Ingat nggak, dulu kita sering main di tempat ini." ucap Zeehan dan membuat Xena diam.
Melihat reaksi itu Zeehan pun tersenyum kecil, memutar tubuhnya menghadapi Xena pria itu terus tersenyum. "Kita kain boneka barbie kamu disini." katanya kembali.
Xena tahu, dan Xena juga ingat. "Lalu kenapa? Kamu mau main barbie lagi disini?" tanya dengan wajah polos.
Zeehan menggeleng, dia tidak suka dengan semua itu. Tapi karena waktu itu hanya Xena satu-satunya orang di rumah ini yang usianya satu tahun di bawah Zeehan. Pria itu menginginkan teman pria, atau mungkin adik pria juga yang bisa diajak main bola. Sayangnya ibunya membawa anak perempuan untuk dijadikan teman Zeehan. Belum lagi, adik Zeehan juga perempuan.
"Cuma ngingetin aja sih. Siapa tau kamu lupa."
Dan nyatanya Xena sama sekali tidak akan lupa dengan apa yang pria itu lakukan pada Xena. Wanita itu menarik nafasnya dalam dan memberanikan diri menghadap Zeehan. "Ada banyak pekerjaan jadi aku harus pergi."
Melangkah pergi, Zeehan tak menahannya. Dia malah membiarkan wanita itu pergi dari hadapannya. Sebenarnya ada banyak yang ingin Zeehan bahas dengan Xena. Tapi sepertinya wanita itu sama sekali tidak ingin mengatakan apapun pada Zeehan. Harus dengan cara apalagi dia membuat wanita itu bisa mengatakan semuanya.
****
Cilla memeluk Zeehan dengan sedih, dia harus kembali ke negaranya karena ibunya yang mendadak masuk rumah sakit. Padahal semuanya sudah disiapkan oleh keluarga Zeehan, tinggal menunggu keluarga Cilla datang ke ibukota tapi sayangnya tiba-tiba saja darah tinggi ibu Cilla kambuh dan harus masuk rumah sakit. Mau tidak mau Cilla harus pulang sekarang untuk memastikan jika ibunya baik-baik saja. Dan setelah itu barulah Cilla kembali ke rumah ini bersama dengan keluarganya untuk melaksanakan pertunangan mereka.
"Tidak masalah, cepat kembali. Jangan lupa kabari aku terus." ucap Zeehan.
"Iya pasti. Aku pergi dulu, jaga dirimu baik-baik ya." Cilla tertawa kecil, sambil menggenggam tangan Zeehan. Sejujurnya dia tidak ingin pergi meninggalkan Zeehan, tapi jika dipikir beberapa hari ke depan dia juga akan pulang kan? Bukannya lebih baik dia pergi sekarang dan setelah itu kembali dengan keluarga besarnya?
Melepas genggaman itu, dan meminta Zeehan untuk tidak melakukan apapun. Cilla pun langsung menarik kopernya untuk masuk ke dalam airport.
Zeehan hanya mampu tersenyum, dan setelah itu pergi kembali ke rumahnya. Tapi ditengah jalan, Zeehan membeli satu kotak donat dengan banyak rasa. Selama pulang dari rumah, nyatanya Zeehan sama sekali tidak bertemu dengan adik perempuannya. Entah dimana adiknya itu yang sok sibuk, sampai tidak bisa menyambut kakaknya datang ke rumah.
"Saya minta dua kotak ya." kata Zeehan.
Setelah memesan dua kotak donat, akhirnya Zeehan pun memutuskan untuk pulang. Tiga puluh menit, akhirnya Zeehan sampai di rumah, hal pertama yang dia lihat adalah Kimora yang bermain boneka di ayunan samping rumah. Zeehan tersenyum dan mendekati Kimora dan tersenyum.
"Hai Kim." sapa Zeehan.
Kimora tersenyum kecil, lalu kembali fokus pada boneka yang ada di dalam dekapannya. "Kimora lagi main apa?" tanya Zeehan, meskipun dia tahu apa yang perempuan itu mainkan.
"Boneka Om. Kata bunda ini adik Kim."
"Memangnya Kim nggak punya adik apa?" tanya Zeehan untuk melancarkan aksinya.
Kimora menggeleng, selama ini dia tinggal berdua dengan ibunya. Kimora tidak memiliki adik ataupun kakak, bahkan ketika Kimora ingin punya adik, ibunya selalu memberikan boneka dan menganggap jika ini adalah adik Kimora. Itu sebabnya Kimora selalu bermain dengan boneka ini setiap hari, dan menganggap jika boneka ini adalah adik Kimora.
"Ayah Kimora kemana?" tanya Zeehan penasaran.
"Ayah ninggalin Kim sama bunda."
Raut wajah Kimora berubah drastis. Mungkin dia sedih karena tidak memiliki ayah. Hingga akhirnya, Zeehan pun mengambil satu kotak donat yang dia beli tadi dan dia berikan pada Kimora.
"Hadiah untuk Kimora. Om nggak tau kamu sukanya yang mana, tapi Om berharap kalau Kim suka sama donat yang Om beli." jelas Zeehan.
Tentu saja Kimora suka, dia suka sekali dengan donat seperti ini. Bahkan ibunya pernah memberlikannya, meskipun rasanya tidak seenak ini.
"Terimakasih ya Om. Apa Kim boleh bawa donatnya masuk? Mau nunjukin ke bundha sama mbok Yem."
Zeehan mengangguk kecil, dia pun meminta Kimora untuk segera masuk dan menunjukkan donat itu pada ibunya. Sedangkan Zeehan juga langsung menyimpan donatnya untuk adiknya.
"Mami lihat kamu akrab banget sama Kim." ucap Magdalena.
Zeehan menoleh. "Suka aja sama anak kecil."
Alis Magdalena mengkerut. Dia pun menatap Zeehan dengan tatapan heran nya. "Suka anak kecil? Sejak kapan?"
"Sejak … " ucapan Zeehan tergantung ketika dia melihat Xena yang berjalan ke arahnya. Wanita itu masih menunjukkan wajah datarnya sambil membawa nampan di tangannya.
"Terima kasih untuk donatnya." kata Xena menundukkan kepalanya pelan. "Dan … ini teh hijaunya Bu."
Magdalena mengangguk dan menerima teh hijau itu dari Xena. Wanita tua itu memilih duduk di sofa dan juga meminta Zeehan untuk duduk lebih dulu. Magdalena ingin tahu sampai mana persiapan antara Zeehan dan juga Cilla, karena sebagian dari catering dan juga tempatnya sudah Magdalena pilihkan. Begitu juga dengan oleh-oleh untuk mereka juga sudah Magdalena siapkan sebagian.
Sedangkan Zeehan dan Cilla hanya menyiapkan setengah souvenir untuk tamu mereka, cincin dan juga gaun. Gaun ap yang harus mereka pakai, dan juga warna apa. Belum lagi Magdalena harus mencari kain atau gaun yang warnanya berbeda dengan mereka.
"Tujuh puluh lima persen semuanya selesai." kata Zeehan. "Tinggal nunggu cincin jadi saja." lanjutnya.
"Lainnya? Kamu nggak butuh bunga atau apa begitu waktu ketemu Cilla?"
Sejujurnya Zeehan butuh, dia membutuhkan warna biru yang akan dia bawah ketika melamar Cilla. Tapi sampai saat ini Zeehan tidak tahu darimana dia harus dapatkan bunga biru itu di ibukota.
Magdalena menjentikkan jarinya, semua masalah ini akan selesai dengan adanya, "Xena … Ibu butuh bantuan kamu!!"
To Be Continued