Part 14

992 Words
---------***--------- Zhi Pov Aku menatap gemas mahluk mungil yang kini tengah terlelap dengan damainya, dipipi merah jambunya masih tersisa bekas air matanya, sesekali ia masih tampak tersedu membuatku tak bisa melepaskan tanganku mengempuk pelan perut mungilnya yang ditutupi selimut, aku selalu melakukan itu agar ia mengetahui bahwa ia tidak sendiri, walau ia tengah terlelap. Tadi, sampainya dirumah menjelang magrib, entah sudah rindu rumah atau bagaimana, lepas dari gendongan Ayahnya, ia langsung berjalan dan hendak berlari mendekati tumpukan mainannya, jalan saja belum benar, mau berlari akhirnya ia kehilangan keseimbangan dan akhirnya kepala kecilnya kejedot kelantai menyusul badannya yang terlebih dahulu menempel dilantai, alhasil kepala kecilnya benjol dan iapun meraung sekuat yang ia bisa. Kak Atth sempat mengomel pada mahluk kecil itu membuatku geram, walau aku tau ia mengomel karna khawatir, tetap saja, mana ada anak seumur itu mengerti apa yang dia katakan Makanya nak, sabar !!! Jangan terburu-buru, lagian mainan kamu ngak akan lari dari tempatnya. Jalan aja belum bener udah mu lari Itulah omelan kak Atth sembari membujuk sikecil, bukan berhenti meraung, sikecil malah tambah parah meraungnya, wajar saja, mana mengerti anak sebesar itu diomelin. Sikecil baru berhenti menangis kala kak Atth menawarkan sikecil bermain air, alhasil sikecil berhenti menangis kala sudah bertemu dengan air beserta bebek-bebekannya. Kak Atth kalau sudah menyerah mengahapi amukan sikecil, kak Atth akan mengeluarkan jurus terakhirnya, mengajak sikecil bermain air. Aku sempat menawarkan mengambil alih sikecil tapi kak Atth mencegah. Merasakan nafas sikecil mulai teratur, akupun mulai membuka pelan selimutnya, dan tubuh mungil itu menggeliat pelan, bisa jadi tubuh telanjangnya merasakan dingin karna selimut yang melekat ditubuh mungilnya aku lepaskan, aku tak bermaksud membuatnya kedinginan, karna melihatnya sakit adalah hal yang tak pernah aku inginkan selama hidupku. Aku mengambil minyak telon dan mengusapkannya keperut, tangan dan kaki kecilnya, setelahnya aku memakaikan pakaian tidur ketubuh kecilnya dengan gerakan pelan, takut aktivitasku membangunkannya, bisa barabe kalau dia bangung jam segini, ditambah lagi keadaanku yang belum sembuh betul. Ngomong-ngomong kak Atth, setelah sholat isya ia nongkrong didepan laptopnya, entah apa yang tengah ia kerjakan aku juga tak mengerti, dengan kaca mata dan tampang seriusnya memperhatikan layar monitor membuat ketampanannya berlipat ganda, aku tak berlebihan, karna itu benar adanya. Dan dapatku patikan, banyak mahasiswinya yang akan kehilangan konsentrasinya kala ia mengajar dengan stelan seperti saat ini, dan sukurnya ia tidak memakai kaca mata setiap saat. ----------****--------- Atth Pov Selesai mengerjakan pekerjaanku, aku menoleh kearah ranjang, disana Zhi dan sikecil sudah terlelap, aku melihat jam yang melekat ditanganku, pukul 22.51. Itu artinya sebentar lagi tengah malam, wajar saja keduanya sudah terlelap. Membereskan pekerjaanku, akupun berlalu kekamar mandi, setelahnya aku kembali kesamping pasangan romantis yang ada diranjangku, romantis karna mereka tidut berhadapan dan saling berpegan tangan satu sama lain. Sebelum merebahkan tubuhku, aku membenarkan posisi kepala sikecil yang jatuh dari bantalnya, namun baru beberapa saat kepalanya kembali ketempat seharusnya, kini sikecil dengan mata tertutupnya meraba-raba tubuh wanita ditempatnya, dan tak butuh waktu lama, kini kepala mungilnya sudah menyusup diantara belahan d**a Ibunya, entahlah, dari kecil memang ia sering melakukan hal itu, entah disana ia mendapatkan kehangatan atau ketengan aku juga tak mengerti. Entah merasakan aktivitas sikecil atau gerakan refleks, saat wajah sikecil menempel dibelahan dadanya, tangan Zhi langsung mengusuk pelan punggung kecil kesayangannya, walau dengan mata tertutupnya, apa ini naluri seorang Ibu, walau tengah terlelap, alam bawah sadarnya selalu mengingatkan untuk memberi aman pada anaknya, entahlah, aku juga tak mengerti, masuk akal jika mereka anak dan Ibu kandung, tapi yang dihadapanku ahh entah lah, tapj setidaknya aku bersukur, dan tak berhenti bersukur, anakku tak kehilangan apapun dimasa kacilnya, cuma ASI yang tidak ia dapatkan, karna memang tak ada jalan keluar dari masalah itu, lagian banyak wanita zaman sekarang, ia hidup dan sehatpun anaknya minum s**u sapi, apalagi anakku yang memang sudah ditinggal mati Bundanya. Mengingat Bundanya aku meraih ponselku dan membuka galeri, masih banyak potonya didalam sini, aku membukanya satu-satu persatu, senyum tak bisaku sembunyikan, Bundanya sikecil sosok yang sangat ramah dan mudah senyum, karna itulah hampir semua potonya memperlihatkan senyum lepasnya, itulah yang membuatku amat sangat mencintainya, ia ramah dan ceria, memberikan hal nyaman bagi siapapun yang berada didekatnya. Aku ingat dihari pemakamannya, sangat banyak orang yang mengantarkannya ketempat peristirahatan terakhirnya, memandakan betapa ia sangat dicintai oleh orang sekitarnya, orang baik cepat mati mungkin benar adanya. Aktivitasku terhenti kala mendengar tangisan, dan itu berasal dari sampingku, Zhi lagi tidur, tak mungkin dia yang nangis, atau hantu, ada-ada saja, aku menoleh dan benar, Zhi yang menangis dalam tidurnya, aku yang bingung langsung membangunkannya, namun bukan bangun tangisnya malah tambah pilu, melihat sikecil tampak hendak bangun akan aktivitas Zhi, akupun dengan cepat mengamankan sikecil memindahkannya kebox disampingku "Zhii"aku kembali membangunkan Zhi karna airmatanya semakin berlomba keluar dari mata terpejamnya "Zhi"ulangku, namun kembali tak mendapatkan tanggapan apapun. Aku menghapus pelan air mata yang mengalir dimata Zhi, kata tangisnya mulai berhenti, dan setelah tangisnya berhenti barulah ia membuka matanya. "Nak"itulah kata yang ia ucapkan, bisa jadi karna tak menemukan anaknya, makanya ia menggumankan kata itu "Disebelah"jawabku pelan "Kenapa dipindah"ucapnya serak "Dan kenapa kakak belum tidur"sambungnya lagi hendak bangkit dari tempat tidur, aku yakin ia hendak memindahkan sikecil "Untuk malam ini biarkan disana Zhi. Istirahatlah"cegahku, dan entah mengapa aku tak berani menanyakan apa penyebabnya menangis dalam tidurnya. Zhi menganggukan kepalanya, dan kembali memejamkan matanya, sementara aku, hanya terdiam dikesunyian malam, memperhatikan wajah sedih Zhi yang amat sangat kentara, apa dia melihat aku lagi bernostalgia dengan poto Bunda sikecil. Ahh rasanya tak mungkin, dia saja tidur. Mencintainya satu Kebenaran Tak bisa memilikinya satu Kenyataan Kami tak bersatu bukan kehendak kami Kami tak bersatu karna Tuhan kami menghendaki jalan yang berbeda, menurut Tuhannya mengambilnya dariku adalah hal terbaik, menurut Tuhanku ia hanya sepenggal kisah yang harus aku lewati dalam hidupku. Kata Zhi tadi sore mengiang dikepalaku, tadi sebelum pulang, aku menyelesaikan administrasi, dan sebelum masuk keruangan Zhi, langkahku terhenti kala mendengar perkataan Zhi, apakah ini yang membuatnya menangis, apa maksud perkataannya yang terdengar ambigu, dan saat aku memutuskan masuk, aku juga melihat kesedihan layaknya yang aku lihat saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD