Part 1

617 Words
-------****------- "Sikecil sudah tidur kak" "Semua perlengkapannya juga sudah" "Kakak juga istirahat"ucapan itu bagai alarm yang selalu aku dengar setiap malam setelah menikah dengannya, dan setelah mengatakan hal yang ingin ia sampaikan, tanpa menunggu jawabanku, ia pasti akan pergi. Ia disini adalah Zhian Ayunda Assyfa, istriku Tidak sopan!!! Tidak, dia sangat sopan, hanya berbeda , kami menikah karna perjodohan, lebih tepatnya mamaku yang memintanya untuk menjadi istriku. Jika diberbagai novel wanita yang menikah karna perjodohan lebih kalem terhadap suaminya, tidak dengannya, karna dulu aku memintanya untuk menjaga jarak denganku, sampai saat ini sedikitpun tak ada niat darinya untuk mendekatiku, dalam arti biasanya wanita lebih mudah menunjukkan perasaannya, tapi tidak dengannya, tiap tatapannya sangat jelas jika ia menyukaiku, tapi tidak dengan perlakuannya, apa hanya aku yang kegeeran, entahlah. Setelah mendengar alarm darinya, akupun segera mematikan laptopku dan beranjak dari tempatku menuju kamarku, kenapa kamarku?? bukan kami !!! Karna sejak pindah kerumah yang dulunya aku tempati bersama istri pertamaku, kami sepakat untuk pisah kamar, karna sekamarpun tak ada yang berubah, karna kami tetap hanya akan tidur, tidak akan ada aktivitas lainnya, dalam arti kata aktivitas suami istri. Masuk kekamar ini perasaanku langsung bercampur aduk, kamar ini masih sama dengan enam bulan silam, saat terakhir aku bersama istri pertamaku Syifa Aurora Arrahman, bahkan sedikitpun tak ada yang berubah, poto pernikahan kami juga masih terpampang disana, menyisakan kenangan indah terasa menyakitkan bagiku, tak terasa sudah hampir setengah tahun ia sudah tiada disisiku dan putra kecil kami, mengingat putra kami, mataku pun langsung tertuju pada bayi mungil yang tengah terlelap diranjang kami, ranjang aku dan bundanya dahulu, dan sampai saat ini tak ada wanita yang tidur disana, termasuk ibunya, wanita itu akan menidurkan sikecil di pangkuannya, setelah tidur ia akan meletakkannya diranjang tanpa menaiki ranjang itu, seolah ia mengerti bahwa ranjang itu bukan tempatnya, padahal aku sendiri tak pernah melarangnya berbaring diranjang sana. Syifa dan Assyfa, entah memang sudah jalannya atau hanya sebuah kebetulan, aku juga tak mengerti, yang aku ketahui keduanya adalah istriku. Syifa, kami bertemu saat menempuh pendidikan s2 di universitas yang sama, dan kami baru menjalin hubungan setelah lulus dan sama-sama mengejar di universitas yang sama hanya berbeda jurusan. Istri pertamaku berprofesi sama denganku, yakni dosen, berbeda dengan istriku yang sekarang, sebelum menikah, yang aku ketahui dia bekerja sebagai tenaga honorer disalah satu sekolah yang tak jauh dari tempat tinggal kami, dan setelah menikah akupun memintanya berhenti mengajar, lagi pula aku masih sanggup memberinya gaji sebesar gaji mengajarnya, bukan tak menghargai profesinya, tapi saat ini aku membutuhkannya untuk anakku. Dia tidak keberatan saat aku suruh berhenti, ia hanya menganggukkan kepalanya dan tidak banyak komentar, aku malah tak yakin jika alm.bunda sikecil yang disuruh berhenti bekerja, apakah ia akan memberikan jawaban yang sama dengan ibunya, bunda adalah panggilan untuk Syifa dan ibu adalah panggilan untul Zhi. "Ada apa" tanyaku saat melihat Zhi berdiri diambang pintu "Tolong cek sikecil udah dipasangin pampers belum"ucapnya dengan wajah datarnya, datar!! Jika biasanya seorang pria yang memiliki sifat seperti itu, berbeda dengan kami, dialah yang terkesan dingin, datar dan kurang bersahabat, wajahnya datarnya baru terlihat ceria ketika ia berbicara dengan sikecil. "Sudah"ucapku setelah mengecek bagian bawah sikecil, mendengar jawabanku, ia langsung membalik badannya yang aku yakin kembali kekamarnya "Tua belum, pikun sudah"itulah istriku yang sekarang, padahal umurnya berbeda hampir 7 tahun dariku "Besok jangan seperti ibu ya nak" "Tua belum pikun sudah"candaku pada sikecil yang tampak tengah mengemut sesuatu, bisa jadi ia tengah bermimpi menyusu pada bundanya, mengingat bundanya, sesak itu langsung terasa, tak pernah aku mengira akan merasakan perasaan seperti ini, meratapi anak yang masih membutuhkan sosok bunda ternyata sangat menyesakkan untuk, mungkin tak begitu sesak kala ia sudah berumur 6-7 tahun, tapi anakku, ia masih berumur 15 hari saat ditinggal ibunya untuk selamanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD