Anisa

1436 Words
Tanpa terasa, 16 tahun kini telah berlalu. Anisa yang dulunya hanya seorang anak yang berusia 2 tahun kini telah tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang cantik dan tomboy. Sambil mengenakan topi kesayangannya, dia selalu berdandan layaknya laki-laki dan menutupi rambut panjangnya. Ibunya berjualan nasi di pasar dan ayahnya adalah seorang buruh pabrik. Kehidupan mereka sederhana dan tergolong pas-pasan. Tapi meskipun begitu, Anisa tetap merasa senang dan bahagia. "Assalamualaikum, bu!" ucap Raka, temannya Anisa. Setelah mereka sampai di warung ibunya. "Kalo dia minta makan, ngga usah di kasih ya, mah. Takut dianya kebiasaan buat nyari gratisan dan ngerepotin orang lain!" semprot Anisa dari arah belakang Raka. "Dih, orang sirik mah gitu tuh! selalu ngerasa ngga seneng kalo ngeliat orang dapet rejeki!" balas Raka. "Heh! Gue bukannya ngga seneng, nyet lo dapet rezeki! Cuma masalahnya, lo minta rejekinya ke mama gue mulu! kan ngga tau diri namanya!" sahut Anisa. Meskipun mereka berdua sudah berteman sejak kecil, setiap kali ada kesempatan, keduanya pasti akan bertengkar. "Sudah-sudah! Kalian berdua ini kenapa sih?! Ribut.... aja kerjaannya! Ngga capek apa?! Mendingan sekarang kalian duduk, biar ibu siapin makanan. Kalian pasti udah laper karna belajar selama setengah hari di sekolah," ucap ibunya melerai perdebatan mereka. "Bu, ibu tau ngga? Ibu itu kayak kata yang selalu di ucapin sama Boboyboy tau, bu," jawab Raka sambil menunjukkan ekspresi senangnya saat mendengar perkataan beliau itu. "Memangnya Boboiboy selalu bilang apa?" tanya ibunya Anisa. Raka mengacungkan jempol seraya tersenyum lebar, "Terbaik!" "Halah, banyak ngomong lo! Ngga udah ngejilat lo, di sini!" komentar Anisa dengan nada sinis seraya meletakkan kelima jarinya di wajah Raka dan mengusapnya dengan kasar. "Anisa! Tangan lo kan kotor! Kalo gue kena virus karna para kuman di tangan lo, gimana?! Mau lo tanggung jawab?!" protes Raka. "Ogah!" "Udah-udah, jangan ribut lagi! Ini buruan di makan, makanannya!" lagi-lagi ibunya Anisa berusaha untuk melerai pertengkaran mereka. "Mah, ngapain sih ngasih Raka makan?! Nih yah, Anisa kasih tau, diamah boro-boro belajar, jam pertama aja udah tepar dia di atas meja kayak orang pingsan!" komentar Anisa lagi. "Lah Anisa lebih parah bu, Raka mah mending cuman tidur di kelas doang. Lah dia? suka bolos, bu! Mana kalo bolos suka ngajak-ngajak Raka! Emang setan, Anisa tuh, bu!" balas Raka. Dia tidak mau jika hanya aib nya saja yang terbongkar di sini. Mendengar pernyataan Raka itu, Anisa langsung menurunkan kakinya yang berada di atas kursi kemudian menginjak kaki Raka dengan kuat untuk memberikan laki-laki itu pelajaran karna telah membuka kartunya. Raka ingin berteriak dan meronta-ronta untuk menunjukkan sesakit apa injakan, Anisa. Tapi sayang, dia tidak bisa melakukan nya karna mulutnya sudah lebih dulu di tutup oleh gadis itu dengan pisang yang kebetulan ada di dekat mereka "Makan! Lo bilang mau pisang kan tadi?!" ujar Anisa dengan nada biasa. "Lo bongkar kartu gue, gue botakin kepala lo!" lanjutnya berbisik kepada Raka. "Ngga kok mah! Raka bohong! Anisa mah anak rajin! Kalau di kelas juga suka dengerin guru! Ngga kayak Raka, diamah tukang bohong dan pemalas!" kilah Anisa, mencoba memberikan sanggahan palsu. "Iya-iya, mama percaya. Sekarang kamu berhenti gih nganiaya, Raka," sahut beliau pura-pura percaya karna merasa kasihan kepada Raka yang masih disiksa oleh Anisa. "Aku ngga nganiaya dia, mah! Fitnah itu!" sanggahnya. "Eh, nyet! Jelas-jelas lo nginjek kaki gue! Masih aja berusaha ngelak! Cewek macam apa sih lo sebenernya?! Kok ngga ada anggun-anggunnya sama sekali sih?! Jangan-jangan lo cewek jadi-jadian, ya?! Ayo ngaku!" delik Raka. "Berisik lo! Mendingan sekarang buruan makan! Lo bawel kalo laper!" sahut Anisa acuh tak acuh. Dia benar-benar bersikap semena-mena kepada Raka karna Raka lebih lemah daripada dirinya. "bu, ibu liat sendiri kan gimana sadisnya anak ibu? Kalo gini caranya, Raka ngerasa udah ngga kuat lagi bu buat lama-lama di deket dia, jadi dengan berat hati, Raka harus kasih tau ini ke anak ibu," ujar Raka dengan serius seraya menatap ke arah Anisa. "Anisa, kita putus! Gue berhak dapet cewek yang lebih baik dari lo dan semoga lo ngga dapet cowok yang lebih baik dari gue!" lanjutnya dengan nada yang mendramatisir. "Alay lo nyet! lagian siapa juga sih yang mau jadian sama cowok yang modelannya kayak cacing pita kayak lo?! Hah?!dikasih gratis juga gue ogah! Mendingan sekarang lo makan deh biar halu lo ilang!" Anisa langsung menyendok kan nasi ke mulut Raka secara paksa. Raka adalah teman satu-satunya sejak kecil. Rumah mereka bersebelahan dan sifat mereka pun juga tidak jauh beda, begajulan dan hobby berantem. Tidak ada satupun teman wanitanya. Mungkin ada, tapi hanya sekedar teman, tidak terlalu akrab. Dan hal itu terkadang suka membuat kedua orang tuanya khawatir. Mereka khawatir tentang akan bagaimana Anisa nanti di masa depan. Akan menjadi apa dia jika terus seperti itu? Dan siapa yang akan mau menikahinya kelak jika sifatnya terus seperti ini? Dandan tidak bisa, masak tidak bisa, mencuci pakaian tidak bisa, melakukan pekerjaan rumah tidak bisa. Bisanya hanya berantem, nguli alias mengangkat barang berat serta melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar seperti menjadi kuli bangunan dan membuat mereka khawatir setiap saat. Pernah suatu hari, ada preman pasar yang memalak ke warung ibunya dan kebetulan Anisa dan Raka sedang berada di sana. Tanpa babibu, dia yang masih anak remaja langsung menghajar mereka semua yang notabenenya bertubuh kekar, habis-habisan. Dan bukannya merasa senang, orang tuanya malah semakin merasa khawatir dengan masa depan anak mereka itu. Orang tuanya bukan takut anak mereka menjadi perawan tua, sama sekali bukan. Selama mereka masih hidup, mereka tidak akan mempermasalahkan hal tersebut. Mereka akan selalu menerima anak mereka sampai kapan pun. Yang menjadi beban pikiran mereka adalah, bagaimana jika semisal nanti mereka sudah tidak ada? Siapa yang akan menjaga Anisa? Siapa yang akan memasakkan-nya makanan dan mencuci pakaian serta membersihkan rumahnya? Siapa yang akan menemaninya? Itulah yang mereka khawatirkan. "Kalian ngga bosen apa berdua terus?" tanya ibunya seraya ikut bergabung dengan mereka berdua di meja itu setelah suasana terasa hening. "Bosen sih bu, tapi mau gimana lagi? Anisa terlalu suka sama Raka, jadinya dia ngga mau jauh-jauh dari Raka," jawab Raka sambil memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Mendengar jawaban Raka itu, Anisa langsung menggeplak kepalanya dari belakang, "ge'er lo nyet! Bilang aja ngga ada yang mau temenan sama lo selain gue!" protes Anisa. "dih sotoy, eh gue punya banyak temen yah, gue bahkan bisa tunjukin bukti-buktinya!" bantah Raka. "Sudah, sudah! Ngga capek apa berantem mulu setiap hari?" Lerai ibunya kembali. Mereka berdua menggeleng, "ngga," jawab keduanya secara bersamaan. "emang nya kalian ngga mau punya pacar, ya? Ngga mau punya kehidupan pribadi? Kalo kalian terus bersama, siapa coba yang mau sama kalian," tanya beliau tiba-tiba. "Ya kalo ngga ada yang mau ya Raka nikahnya sama Anisa, bu. masalah kelar. Iya ngga, Nis?" jawab Raka dengan santai. "Kasih gue duit 100 ribu biar gue nge-iyain," jawab Anisa "Ogah!" Raka langsung menolaknya. "Yaudah, berarti gue milih gausah nikah berarti daripada harus sama lo," sahutnya. "Idihh! Sok jual mahal banget ini cewek jadi-jadian satu!" "Heh! Denger yah, tetaplah angkuh dan jual mahal meskipun ngga laku! Jangan jual murah karna lagi ngga ngabisin barang apalagi jualan!" balas Anisa. "Widihhh...! Ketika lord Anisa bersabda!" Raka langsung bertepuk tangan, memuji kata-kata Anisa barusan. Anisa yang melihat reaksi Raka itupun langsung menunjukkan pose songong nya. Dan setelah beberapa saat larut dalam dunia mereka sendiri, Anisa pun menatap ke arah ibunya. "Emangnya kenapa, mah? Kok tiba-tiba nanya begituan? Mama ngga suka aku temenan sama ini anak dugong?" tanya Anisa. Beliau langsung menggeleng untuk menyanggah. "Bukan, mama senang kok, kamu temenan sama Raka. Tapi alangkah baiknya kalau kamu juga bergaul sama anak-anak perempuan dan bersikap sedikit lemah lembut, sayang. Pakai pakaian perempuan dan bersikap layaknya perempuan," terang ibunya. Anisa menghela nafasnya. Entah ini sudah yang ke berapa kalinya ibunya mengeluh tentang hal itu selama setahun terakhir ini. "Yaudah iya, besok Anisa coba temenan sama mereka dan abis pulang sekolah kita ke pasar buat beli baju-baju cewek," pasrah Anisa pada akhirnya. Dia ingin mengakhiri pembahasan ini dengan cara mencoba mengikuti kemauan ibunya. Karna, setiap hari ibunya selalu menggunakan berbagai macam topik dan berujung dengan mengalihkan pembicaraan kepada pembahasan itu. Jujur, Anisa mulai merasa muak di buatnya dan inilah batas akhir yang dia miliki. "kamu serius, sayang?!" tanya ibunya dengan mata yang berbinar senang. "Iya mah Anisa serius, Anisa bakal coba buat berubah. Tapi Anisa punya satu permintaan," jawabnya. "Apa?" "Kalau semisal gagal dan Anisa ngerasa ngga nyaman setelah udah nyoba semua hal yang mama pengen itu, Anisa jangan di bujuk lagi yah mah. Dan obrolan semacam ini cukup sampai di sini aja," pintanya. "Iya sayang! Mama janji, mama ngga akan bujuk kamu lagi setelah ini!" mamanya tersenyum simpul. Sedangkan Raka, dia terdiam dan membeku dengan mulut yang menganga karna merasa tidak percaya dengan apa yang dia dengar ini. Dia tidak percaya kalau Anisa pada akhirnya mau mengikuti saran dari ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD