Fakta Baru

1103 Words
Indira merasa sangat kesal sekaligus marah kepada Davian tetapi wanita itu sadar kalau dirinya tak mampu melakukannya apalagi statusnya yang kini hanya sebatas kekasih gelap dari Davian. Sekarang Indira merutuki diri yang terlalu bodoh dan dengan gampangnya tertipu bujuk rayu buaya darat seperti Davian. “Rasanya sakit, Dav!!!” Indira memukul dadanya sendiri berharap hal itu sedikit melegakan serta meredakan rasa sakit hatinya. Namun hal itu tidak membuahkan hasil apa-apa, yang ada malah Indira semakin sakit hingga buliran bening itu lolos dari mata indahnya. “Mbak Indira, kenapa menangis?” tanya Raya yang baru saja masuk area pantri dan melihat Indira tengah menangis sambil memegangi dadanya. Indira secepat mungkin menghapus sisa air matanya yang tumpah lalu tersenyum tipis ke arah Raya. “Enggak kok, Raya. Cuma kelilipan aja.” “Beneren, Mbak?” tanyanya untuk kembali meyakinkan karena apa yang dilihatnya jelas berbeda dengan ucapan Indira barusan. “Benar kok, nih sekarang aku sudah baik-baik aja,” jawab Indira dengan memasang senyuman yang lebih lebar. “Oh ya, kamu mau apa ke pantri?” tanya Indira yang sengaja mengalihkan perhatian Raya darinya. “Eh iya sampai lupa, itu Pak Davian tadi bilang kalau dia mau keluar sama Ibu Angela sebentar,” kata Raya menyampaikan pesan Davian Indira. Awalnya lelaki itu ingin mengatakannya langsung kepada Indira hanya saja keberadaannya tidak ada di meja kerjanya. Selain itu Davian terburu-buru pergi karena Angela mintanya segera pergi. “Oke, terima kasih ya Raya,” kata Indira sambil menepuk bahu wanita yang ada di hadapannya. Indira berniat ingin kembali ke mejanya saat ini dan meneruskan pekerjaannya yang sempat tertunda. Namun Raya kembali menahannya. “Tunggu, Mbak.” “Ya, ada apa, Raya?” Indira berbalik menghadap Raya dengan dahinya yang berkerut. “Tadi Pak Davian bilang, Mbak disuruh buat laporan keuangan bulan ini sama bulan kemarin lalu diberikan ke Pak Revan,” jelas Raya. “Oke, apa ada lagi pesan dari Pak Davian?” tanya Indira sebelum wanita itu pergi. “Iya sama satu lagi katanya sebelum Mbak Indira membuat laporan keuangan, Mbak Indira disuruh pesan restoran ala Italia untuk pertemuan dengan klien siang ini dengan Pak Julius,” jawab Raya lagi. “Loh, Pak Julius merubah pertemuannya? Kok aku enggak tahu ya?” Raya menggeleng karena bingung, wanita itu tidak tahu menahun tentang hal tersebut. Walau berada di divisi yang sama tapi tugas Raya berbeda dengan Indira. “Baiklah, kalau begitu aku permisi duluan ya,” pamit Indira setelah melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh. Sungguh wanita itu sedikit terkejut dengan perubahan jadwal yang diubah secara mendadak dan baru saja diketahui olehnya. Walau masih ada waktu dua jam sebelum makan siang tapi belum tentu ia bisa mendapatkan restoran Italia yang bisa menerima Reservasi dadakan. Sekitar satu setengah jam kemudian Indira menyelesaikan pekerjaan keduanya setelah selesai mendapatkan restoran ala Italia. Kini wanita itu sudah bersiap masuk ke dalam ruang kerja Revan untuk mengantar laporan bulanan yang diminta. Namun ketika ingin mengetuk pintu ruangan tersebut, Indira mendengar pembicaraan Revan dan Davian. “Memang sehabis ini rencana lo sama Indira apa? Bukannya misi lo sekarang udah beres ya?” tanya Revan kepada Davian yang duduk di hadapannya. Entah misi apa yang dimaksud oleh Revan hal itu tentu memicu sebuah tanya dipikiran Indira hingga ia membatalkan niatnya untuk mengetuk pintu terlebih namanya pun dibawa-bawa ke dalam obrolan mereka. “Misi gue memang udah selesai buat ngedeketin dia plus dapet bonus merawanin itu cewek, bokap juga udah mulai percaya sama kinerja gue tapi sekarang gue sendiri jadi bingung,” jawab Davian yang membuat kedua mata Indira membulat dengan sempurna. Kupingnya panas mendengar jawaban itu dari mulut Davian secara gamblang. Hatinya terasa hancur saat mengetahui kalau dirinya selama ini hanya dimanfaatkan oleh Davian. Indira memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu dengan menahan air matanya yang ingin tumpah. Hari ini bisa dibilang menjadi hari yang terburuk bagi Indira karena sejak pagi matanya sudah dibuat pedih melihat aksi menjijikkan dari Davian dengan Angela. Dan barusan dirinya mengetahui fakta yang sangat menyakitkan tentang Davian yang selama ini mendekatinya. “Reva, aku titip dokumen ini buat Pak Revan ya,” kata Indira sambil meletakkan sebuah map di atas meja kerja Reva yang tak lain adalah asisten dari Revan. Senyum terpaksa pun menghiasi wajah Indira agar bisa menutupi perasaan sedih bercampur kecewa. “Memang ada apa, Mbak Indira? Bukannya tadi Mbak mau kasih langsung ke Pak Revan?” tanya Reva. “Ah itu, aku dapat telepon dari tim kalau mereka butuh sesuatu dan hanya aku yang bisa menanganinya karena Pak Davian tidak ada di ruangan,” dusta Indira yang berpura-pura tidak mengetahui keberadaan Davian yang sebenarnya ada bersama Revan. “Tapi Pak Davian juga ada bersama Pak Revan, Mbak.” Jawab Reva memberitahu. “Benarkah?” Wanita itu dengan lihai pura-pura terkejut. Reva menganggukkan kepalanya seakan percaya dengan ekspresi wajah Indira. “Mau aku panggilkan sekalian Pak Davian, Mbak?” tawar Reva. “Eh enggak usah, Rev,” tolak Indira sambil menggelengkan kepala dan kedua tangannya melambai-lambai ke udara. “Pokoknya aku titip ini ya kasih ke Pak Revan, aku pamit sekarang ya soalnya takut kelamaan,” pamit Indira yang memutuskan untuk segera pergi meninggalkan tempat itu. Wanita itu benar-benar tidak ingin berpapasan langsung dengan Davian. Dengan langkah sedikit berlari, Indira sudah sampai di ruangan tim divisi produksi. Wanita itu langsung meminta Raya untuk mengikuti dirinya ke meja sekretaris di mana dia bekerja. “Raya, aku minta tolong ya nanti siang kamu temani Pak Davian bertemu Pak Julius, ini materinya udah aku Print dan aku email langsung ke sekretaris beliau,” kata Indira sambil menunjukkan map dan mengambil tablet yang ada di sebelahnya. “Loh memangnya Mbak Indira mau ke mana?” tanya Raya bingung. “Aku tiba-tiba merasa tidak enak badan dan kepala aku pusing jadi aku mau ijin pulang buat periksa ke dokter,” dusta Indira agar dia mempunyai alasan untuk segera pulang ke apartemennya. Kalau pun ada dokter yang mampu menyembuhkan sakit hatinya, Indira pasti juga akan pergi ke sana. “Ya ampun, Mbak. Pantesan muka kamu terlihat pucat, ya sudah Mbak segera periksa ya agar bisa segera membaik,” kata Raya setelah melihat wajah Indira yang benar-benar pucat akibat keterkejutannya tadi. “Iya jadi aku titip ini semua ya, nanti kalau kamu perlu apa-apa atau kamu masih bingung hubungi aku saja,” pesan Indira sambil mengambil tas dan ponsel miliknya. Raya menganggukkan kepala tanda mengerti. “Aku pergi sekarang ya, Raya,” pamit Indira dengan wajahnya yang terlihat semakin lesu jadi terlihat cocok seperti orang sakit. Iya sakit hati lebih tepatnya. “Iya Mbak, hati-hati dan semoga cepat sembuh ya,” balas Raya lalu Indira pun segera pergi meninggalkan kantor.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD