Chapter 5

1037 Words
Zeline mencoba berpikir jernih di tengah kabut yang melanda. "Ibu sabar, kasihan teman Xynerva. Mereka juga sudah mencari walau belum ketemu. Kita harus berpikir dengan otak dingin agar mendapatkan jalan keluar." "Sabar katamu, Zeline? Dia cucuku satu-satunya! Aku sebagai neneknya tidak mau kehilangan dia!" bentak wanita tua tidak terima. Zeline tidak mampu menjawab pertanyaan wanita yang telah melahirkannya. Keadaan emosi Zeline dan Khansa tidak jauh beda, hanya saja Zeline berusaha lebih tenang. *** Xynerva mengerjapkan mata menyesuaikan cahaya menyilaukan yang masuk ke dalam mata. Dia mendudukkan diri sambil menyapukan pandangan ke sekeliling. Ruangan ini bercat biru tua dan didominasi dengan warna warna biru juga. Ini adalah sebuah kamar, tetapi kamar siapa? Bagaimana bisa aku berada di sini? batin Xynerva bingung. Bukankah dia berada di hutan, bersandar di pohon tua. Setelah itu, pandangannya memburam dan akhirnya pingsan. Untung saja dirinya tidak menjadi makanan hewan buas. "Syukurlah aku selamat," ujar Xynerva lega. Dia memeriksa luka di bahu kanannya, sudah tidak ada. Aneh sekali, kenapa bisa hilang? Apa yang terjadi itu hanyalah mimpi? Ah, entahlah Xynerva tak tahu, tapi tak mungkin jika hanya mimpi, karena dia masih rasa sakit itu. Hanya saja badannya sedikit sakit akibat peristiwa kemarin. Saat dia ingin bangkit dari posisi duduk. Dia merasa ada tangan yang melingkar di pinggangnya. Hey, tangan siapa ini? batin Xynerva mengerutkan dahi menoleh ke samping kiri dan menemukan pemilik lengan kekar yang memeluknya. Wajahnya tampan bak pangeran yang turun dari negeri kayangan. Pahatan wajah sempurna, rahang kokoh, bibir tipis dan merah tersebut membuat ingin yang melihat ingin mengigitnya. Siapa laki-laki asing ini? Seenak jidatnya saja memelukku? Kenal juga tidak! batin Xynerva. Secara perlahan Xynerva melepaskan tangan pria yang memeluknya dengan erat. Dalam hitungan detik Mallory sudah terjatuh di atas lantai bersamaan dengan suara bedebuk. "Syukurin itu seenaknya saja meluk aku!" Xynerva menyerucutkan bibirnya lucu. Alpha Mallory membuka kelopak matanya. Dia bangkit dari posisi terjatuh, dan tangannya mengusap punggungnya yang sedikit sakit. "Kau sudah bangun sayang?" tanya Mallory saat netra cokelat Xynerva melihatnya dengan tatapan ingin tahu. "Jangan panggil aku dengan panggilan sayang! Aku sama sekali tidak mengenalmu! Dan Kenapa meluk aku sembarangan saja, aku ini bukan boneka tahu!" Sembur Xynerva. Dia menggemaskan sekali ketika marah, mindlink Jayce. Mengabaikan kemarahan gadis itu yang menurutnya wajar. Mallory justru menarik sudut bibirnya membentuk senyuman yang meningkatkan derajat ketampanannya itu. Untuk pertama kalinya Mallory tersenyum dengan sempurna. "Perkenalkan namaku Mallory Osmond Quirin, kau bisa panggil aku Lory pokoknya yang kau suka," ujar Alpha Lory. "Maafkan soal aku memelukmu itu, aku akan bertanggung jawab menikahimu," sambung Mallory karena Xynerva hanya diam saja. Mendengar kata pernikahan membuat mata Xynerva membulat sekaligus terkejut. Dia menunjuk Mallory dengan jari telunjuk kanannya. "Apa menikah ? Itu tak mungkin! Yang benar saja! Aku ini masih sekolah jadi tidak mungkin menikah!" "Baiklah, aku mengerti. Ya sudah lebih baik kau mandi saja dulu supaya kadar emosimu itu menurun," sahut Mallory lalu berjalan ke luar ruangan. "Kenapa aku bisa bertemu dengan pria yang di pertemuan pertama mengajak menikah? Aneh sekali!" ujar Xynerva menggeleng. Beberapa saat kemudian seorang wanita muda mengetuk pintu, dan melangkah masuk sembari membawakan handuk, gaun merah muda semata kaki, beserta perhiasan yang lain. Pakaian hitam putih membalut tubuh wanita itu. Sementara itu sepatu hitam melapisi kedua kakinya. "Luna, perkenalkan namaku Vieny. Ini semua perlengkapan yang akan Luna pakai. Anda bisa membersihkan diri sekarang," ucap Vieny membungkuk hormat. "Kamar mandinya dimana?" tanya Xynerva sembari menatap pelayan bernama Vieny itu. "Di sana Luna," ujar Vieny seraya menunjuk menggunakan jari telunjuknya pada pintu berwarna cokelat muda. "Terima kasih, Vieny." Aneh, kenapa Vieny membungkuk hormat ketika bertemu denganku? batin Xynerva tidak mengerti. "Sama-sama, Luna." Xynerva membawa handuk, gaun, dan perhiasan ke dalam kamar mandi. Tidak butuh waktu yang lama untuk melaksanakan kegiatan pembersihan, kecuali sambil pakai membersihkan badan dan juga pakai alat-alat kecantikan seperti lulur. Vieny sedang membersihkan kamar saat Luna Xynerva telah selesai memakai pakaian. Xynerva memakai pakaian di kamar mandi. Kamar mandinya bersih dan juga wangi. Jangan lupa kamar mandinya tampak mewah. Jika pun makan di dalamnya juga tidak apa-apa. "Mari Luna saya akan antar ke ruang makan. Alpha sudah menunggu." Vieny mengatakannya dengan ramah dan juga tersenyum. Dia senang akhirnya pack Quirin memiliki seorang Luna juga setelah bertahun-tahun lamanya. Xynerva menurut, dia mengikuti langkah gadis itu. Omega bernama Vieny itu berjalan sedikit di belakang Xynerva. "Vieny, jalan di sampingku!" ucap Xynerva. Rasanya aneh sekali kalau ada yang jalan di belakang, jadi kesannya seperti berbaris gitu. Vieny menggeleng takut. "Saya tidak boleh berjalan di samping Luna. Itu adalah larangan Luna." Hm, sejak kapan ada larangan yang aneh itu? pikir Xynerva. Dia mengerutkan dahinya tampak sedang berpikir. "Baiklah, jika tidak bisa. Kenapa kau memanggilku dengan panggilan Luna padahal aku sudah memberitahukan namaku?" tanya Xynerva heran. Keningnya berkerut bingung. Untuk beberapa saat keheningan menguasai. Pelayan wanita itu belum juga menjawab, dia tampak ragu dan juga bingung ingin menjawab apa. Takutnya malah salah jawab. "Eh, Vieny kenapa kau malah melamun?" tanya Xynerva menyentuh bahu kiri Vieny pelan. Vieny tampak terkejut. "Tidak apa-apa hanya saja saya memikirkan suatu hal. Untuk pertanyaan itu saya juga bingung harus menjawab apa?" Aku tidak ingin memberitahu Luna tanpa seizin dari Alpha Lory, takutnya pria kejam itu akan menyakiti keluargaku jika sampai salah bicara, batin Vieny berpikir. Xynerva tidak mempersalahkan Vieny yang tidak menjawab rasa ingin tahunya itu. Dia berpikir mungkin saja gadis itu tidak tahu. Setelah itu suasana hening kembali menguasai sampai keduanya sampai di tempat yang dituju. "Maaf sudah sampai Luna," ucap Vieny membuka suara. Xynerva hanya mengangguk sebagai jawaban, sejak tadi dia sibuk melihat ke sekeliling yang ternyata begitu indah dan juga mewah. Tidak seperti di rumahnya yang sederhana. Walaupun rumahnya tidak sebesar rumah ini, tapi Xynerva tetap bersyukur masih memiliki tempat untuk berlindung. Vieny memberikan hormat sebelum pamit untuk membersihkan dapur. Tiba di ruang dapur yang luas yang bisa menampung seratus orang, jangan lupakan dinding dan barang-barang mewah yang mengisi ruangan. Keramik mahal melapisi lantai. Ada karpet merah yang berada di bawah meja dan sepuluh kursi ukuran besar. Saat Xynerva lewat sepuluh orang omega menundukkan kepala. Satu baris pelayan wanita berbaris rapi di sisi kiri berjarak dua puluh meter dari meja. Seragam putih berlengan pendek dan rok hitam lipat-lipat di bawah lutut membalut tubuh mereka yang berbeda-beda ukuran. Sementara itu rambut disanggul rapi dan sepatu hitam melapisi kaki.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD