Bab 3

2094 Words
Happy Reading *** Fatin hampir melompat kegirangan karena ia dapat uang dari Boss nya untuk membeli pakaian. Pulang kerja Fatin lalu ke Zara di Pacific Place dekat kantor. Fatin sudah serching pakaian apa yang akan ia beli. Pak Evan tidak suka ia mengenakan kaku lagi, jadi sebentar lagi akan ia memberikan dengan orang yang membutuhkan. Apakah ia akan membeli dress untuk kerja? Apa ia harus menelfon Jimmy atau Anya mencarinya pakaian kerja yang sedikit sexy dan glamor. Jimmy pasti sibuk dengan kekasih barunya. Fatin mencari kontak Anya lalu menekan tombol hijau pada layar. Ia meletakan ponsel di telinga kiri, suara sambungan terdengar. Sedetik kemudian terangkat. "Hai beb" "Iya beb" Fatin mendengar suara serak Anya dari balik speaker. "Lo di mana?" "Gue lagi di hotel beb" "Hotel mana?" "Deket kostan Lo" "Serius? Hotel Ritz carlton?" "Iya, Gue lagi patah hati beb, gue pengen sendiri" Isak Anya. "Belanja aja gimana? Gue kebetulan ada di Pasific Place. Gue mau belanja beli baju kerja gitu, gue bingung mau beli model kayak apa" "Tapi mata gue masih sembab" rengek Anya. "Pakek kaca mata" "Mau ikut, yaudah tunggu ya, gue nanti kesana pakek gojek" "Jangan lama-lama, gue tunggu di Hard Rock" Fatin menunggu Anya di lobby, sambil menyesap coffee yang ia beli di Hard Rock. Beberapa menit kemudian, Fatin menatap Anya. Wanita itu mengenakan kaca mata hitam. Seperti biasa Anya terlihat sangat menawan, Anya pandai memadupadankan pakaian. Dia terlihat sangat stylish. Fatin perlu Anya untuk mencarikannya baju agar terlihat wow di mata pak Evan. "Lo mau beli baju kerja kayak apa sih?" Tanya Anya, mereka naik ke eskalator. "Buat ke office beb, gue tuh mau yang beda gitu loh. Pak Evan tuh nggak suka gue pakek baju kayak gini" Anya menatap penampilan Fatin, memang benar pakaian Fatin terlalu kaku dan sangat formal, "Lo mau beda?" "Iya" "You are wearing a mini dress, it will look beautiful. Or wearing a miniskirt and then black stockings, and it looks very sexy. Gimana?" "Apa nggak terlalu sexy?" Tanya Fatin mereka masuk ke Zara. "Enggak lah, Lo seketaris harusnya emang sedikit lebih sexy, biar enak dipandang gitu" "I see" Anya mengedarkan pandangannya kesegala penjuru area outlet. Anya melangkah menuju bagian dress. Lalu mengambil dress itu dari gantungan. Anya memperlihatkan dress mini berwarna hitam dan memang sangat cocok untuk ke kantor. Fatin lalu berpikir, mungkin pakaian seperti ini yang di maksud pak Evan. "Ini bagus, pasti cocok untuk lo" "Oke" Fatin mengambil dari tangan Anya. Anya terus melangkah mengambil florist mini dress berwarna pastel. "Ini juga bagus dan sangat cocok buat Lo" "Enggak terlalu pendek?" "Enggak lah, masih sopan, pakek pop aja nanti" "Lo bilang ini sopan? Ini pendek banget. Ini jual diri apa jadi seketaris?" Anya lalu tertawa, ia mengambil dress hitam, "Black spaghetti strap dress, nanti Lo paduin aja sama blezer" Anya menyerahkan dress itu kepada Fatin. "Ini mah dress dugem" "Itu bagus, Lo mau kan Boss Lo yang super keren itu ngajak Lo makan siang bareng, nggak?" "Mau lah" "Makanya pakek ini" ucap Anya. Anya kembali mengambil dress, "Bodycon dress, its so sexy. Lo harus pakek ini, karena kalau sewaktu pak Evan khilaf, tinggal ngangkat baju Lo ke atas, ah mantap" "Itu sih lo sama Teguh" "Tapi enak tau, apalagi diisep, rasanya di surga" "OMG, Anya Lo mabok apa gimana?" "Ya nggak lah, gue cuma mau Teguh" rengek Anya. "Udah dong, jangan ingat Teguh lagi. Kalau dia cinta bakalan balik lagi sama Lo" "Liat aja nanti seberapa lama dia bertahan nggak ketemu lo. Mau gesek di mana tuh kalau nggak sama lo" ucap Fatin asal. "Ih Fatin Lo udah tau ya gitu-gituan, sama siapa?" "Sama Jimmy" "Emang Jimmy doyan sama lo?" "Enggak" Anya tertawa lalu mengambil dress lagi, "Mini dress denim dengan model puff sleeve, it's so cute. Lo harus pakek ini" "Haduh udah berapa banyak nih, kayaknya nambah mulu" "Mumpung diskon, beli aja" "Bohemian dress it's so sexy, Lo harus beli dua. White and floral" "Ini kan mau ke pantai" ucap Fatin karena dress ini memiliki belahan d**a berbentuk V. "Ke kantor juga bisa, Lo pasti cantik, selera fashion gue bagus. Lo mau cantik dan sexy nggak?" "Tapi takut duit gue nggak cukup" "Berapa duit Lo?" "5 juta, tambahin dikit bisa sih" "Cukup kok, yaudah itu lo cobain semua pasti bagus" ucap Anya menyudahinya. Mereka melangkah menuju fitting room. Fatin mencoba pakaian itu satu persatu. Dan siapa sangka semua pilihan Anya sangat pas ditubuhnya dan sangat bagus. Fatin sudah jatuh hati semua dress pilihan Anya. Fatin membayar dress itu ke kasir dengan membawa dua paperbag. Fatin dan Anya lalu menuju ke Sushi Tei di lantai atas. Mereka makan shushi sambil menikmati pemandangan. "Oiya, besok rambut Lo di blow aja. Jangan pakek hair net lagi" Anya memberi saran. "Oke" "Pakek lipstik Merah, kesan tegas dan sexy" "Bukannya nude lebih bagus" "Ya bagus, cuma kalau ke kantor lebih bagus merah deh Fat, lebih seger" Anya memasukan sushi ke dalam mulutnya. "Enggak berani gue, merah banget, keliatan menor" "Enggak menor, sexy tau. Lo kan mau tampil beda, jadi ikut saran gue" "Hemmm" "Bagus, beneran deh !" "Entar deh gue coba" Setelah itu mereka pulang. Benar kata Anya bahwa ia harus berpenampilan berani jika ingin mendapkan hati pak Evan. Mungkin besok ia akan mengenakan dress putih ini. *** Fatin memandang penampilannya di cermin, bohemian dress berwarna putih menjadi pilihannya. Rambut ia biarkan terurai untuk menutupi belahan d**a, karena di situlah kesan sexy terlihat. Pilihan Anya memang tidak salah, ia suka dress ini karena terlihat lebih elegan dan ia seperti orang Eropa yang ingin liburan ke pantai. Fatin pernah membaca sebuah artikel bahwa Bohemian berasal dari kata Bohemia, sebuah kerajaan di Republik Ceska yang berkembang sekitar abad ke-13. Sejarah, kerajaan inilah asal mula terbentuknya Cekoslovakia, yang kemudian pecah menjadi Ceska dan Slovakia. Masyarakat Bohemia dikenal sebagai Bohemian. Ciri dari kelompok masyarakat ini adalah sering bertualang hingga menjangkau Eropa di bagian barat. Tidaklah mengherankan saat kerajaan mereka hancur, masyarakatnya tetap mampu bertahan dengan hidup berpindah-pindah. Gaya bohemian bisa dibilang sebagai suatu ekspresi kebebasan. Maka dari itu pakaian bohemian ini identik dengan pakaian longgar berbahan tipis, berwarna-warni, dan sangat nyaman. Fatin melihat ke arah rak sepatu, dress ini cocok dipakai dengan sapatu lilit dan boots. Ia mengambil stiletto berwarna senada, lipstik berwarna nude menjadi pilihannya. Ia tidak ingin terlihat menor jika menggunakan lipstik merah, terlihat sekali ia akan menggoda pak Evan. Jujur ia merasa tidak PD pergi menggunakan pakaian seperti ini ke kantor karena sudah bertahun-tahun lamanya ia menggunakan pakaian itu setelan jas dan rok. Namun pak Evan lah yang menyuruhnya merubah penampilan. Jika menggunakan pakaian kaku itu lagi, bisa jadi ia ngantor dan lobby seorang diri dan pak Evan meminta kembali uang 5 juta yang dia transfer. Ah, sudahlah yang pasti ia sudah mencoba merubah penampilan apa yang di inginkan pak Evan. Fatin melirik jam melingkar ditangannya menunjukan pukul 07.45 menit. Ia harus segera ke kantor sekarang. Menggunakan dress mini ini, ia seperti ingin ke pantai namun entahlah ia merasa cantik berpakaian ini. Terlihat lebih segar menurutnya. Seperti biasa Fatin menyiapkan sarapan untuk pak Evan. Ia membereskan meja dan melihat OB sedang mengepel lantai. Fatin tersenyum, "Pagi Bu" "Pagi juga, Jaka" ucap Fatin. Jaka memandang Fatin, "Mau ke mana Bu, cantik bener?" Tanya Jaka karena ia melihat penampilan tidak biasa pada seketaris bossnya. "Mau kerja" Fatin tersenyum. "Penampilan ibu beda, saya pikir ibu mau ke bandara atau luar kota" ucap Jaka yang mengepel lantai hingga ke ruangannya. "Iya nih, karena udah bosen pakek baju itu mulu" Fatin terkekeh. "Nah gitu dong Bu, tampil beda" ucap Jaka. "Terima kasih" Fatin melihat Jaka keluar dari ruangan. Ia lalu menata roti di piring, yang ia beli di bakery depan. Fatin menarik nafas, ia kembali ke ruangannyà setelah semua selesai. Ia menunggu kehadiran pak Evan. Fatin menghidupkan komputer mempersiapkan diri untuk bekerja. Fatin mendengar derap langkah masuk, ia yakin itu adalah Boss nya. Fatin lalu berdiri memandang pria mengenakan kemeja hitam dan celana senada. Pria itu menghentikan langkah lalu menatapnya. Evan memandang Fatin berpenampilan tidak yang biasa. Fatin mengenakan dress putih dan rambutnya dibiarkan terurai. Kulit mulusnya terlihat sangat kontras dan ia dapat melihat tulang selangka yang menonjol pada tubuh itu. Rambut panjangnya ternyata seperti wanita masa kini, berwarna coklat terang. Wajah cantiknya terlihat jelas, ia suka penampilan Fatin yang sekarang, dibanding baju kakunya. Ia baru tahu ternyata kecantikan wanita itu sengaja ditutupi oleh baju kakunya selama ini. "Good, kamu terlihat cantik hari ini" ucap Evan memuji penampilan Fatin. Ia tidak sia-sia memberinya uang untuk membeli pakaian dan hasilnya sangat menawan. "Terima kasih pak" Evan tersenyum lalu melangkah masuk ke dalam ruangannya. Evan menarik nafas lalu duduk dikursi. Seberapa hebat ia patah hati saat ini, yang pasti ia akan tetap terus bekerja. Ia tidak akan membiarkan dirinya meratapi kesedihan terlalu dalam. Evan menyesap secangkir kopi yang dibuat oleh Fatin. "Fatin" Fatin lalu dengan sigap lalu melangkah ke dalam ruangan pak Evan. Jika pak Evan memanggilnya seperti ada alarm bawah sadar yang langsung dengan cepat menghampirinya. Begitulah selama dua tahun ia lakukan tanpa pernah membantah, selalu mengerjakan pekerjaan dengan baik dan benar. "Iya pak" Evan sekali lagi memandang Fatin, wanita itu ternyata sungguh menawan. "Kamu sudah sarapan?" Tanya Evan. "Belum pak" ucap Fatin sepontan. "Duduklah, kita sarapan bersama" Ini merupakan pertama kalinya pak Evan menyuruhnya duduk untuk sarapan bersama selama dua tahun berada di sini. Kemajuan yang luar biasa menurutnya. "Iya pak" Fatin lalu duduk dihadapan Evan. Evan menggeser piring sarapannya ditengah. "Makanlah" Fatin menarik nafas, ia mengambil roti berisi selai sari kaya. Sungguh ia merasa canggung jika berhadapan seperti ini. Fatin makan dalam diam. Sementar Evan menyungging senyum melihat Fatin. "Apa agenda saya hari ini?" Tanya Evan, ia bersandar di sisi kursinya. "Tidak ada pak, hanya tanda tangan ini saja" Fatin menunjuk berkas dihadapan pak Evan. "Cuma ini saja" "Iya pak" "Padahal saya ingin menyibukkan diri dengan bekerja seharian" Fatin tersenyum culas, "Bapak ke meja kerja saya aja, kerjaan saya banyak pak, bener deh serius. Balasin email, balas surat masuk, arsip berkas-berkas yang saya tumpuk di meja yang sudah satu Minggu atau bapak mau bantu anak marketing sosialisasi ke kantor-kantor menawarkan venue dan paket-paket harga promo untuk meeting di restoran" ucap Fatin dalam hati. Lalu ia meneruskan makannya. "Ini hari apa?" Tanya Evan lalu menandatangani berkas dihadapannya. "Jum'at pak" "Weekend ternyata" "Iya pak, bapak pernah mengatakan mengosongkan meeting dan pertemuan setiap Jum'at" "Ah, apa benar saya mengatakan itu?" "Iya pak, dulu udah lama sih pak, apa bapak sudah lupa?" ucap Fatin spontan. Bisa-bisanya pak Evan lupa peraturan yang ia buat sendiri. Masih banyak peraturan yang dibuat bos nya yang menurutnya tidak masuk akal. Evan mengedikkan bahu, "Mungkin" "Saya ingin meeting sebenarnya" Alis Fatin terangkat, mendadak meeting seperti ini apa ia bisa mengumpulkan para pejabat hotel, restoran, dan caffee. Karena ia tahu bahwa para pejabat di perusahaan ini memiliki jadwal yang padat, "Meeting apa pak?" "Meeting untuk preopening hotel baru" "Bukannya sudah pak Senin kemarin?" "Ya saya mau meeting lagi" "Wah, fixs bapak nggak punya kerjaan" dengus Fatin pelan, namun terdengar oleh Evan. "Kamu ngomong apa?" "Enggak pak" Evan menyungging senyum, ia mendengar ucapan Fatin secara jelas, "Kira-kira manager lain bisa meeting nggak hari ini?" Fatin mengehela nafas, "Kayaknya nggak pak, soalnya jam segini manager entertainment pasti baru tidur, Manager restoran juga pasti kalang kabut buat nyiapin berkas, Chef pasti lagi sibuk menu baru karena tugas dari bapak kemarin membuat menu baru, terus HRM juga saya lihat sedang ada pertemuan dengan dinas provinsi" "Jika mengadakan meeting, sebaiknya minimal H-1 agar saya juga menyiapkan apa-apa saja yang akan dibahas untuk bapak" Evan memandang Fatin, ucapan Fatin memang benar. Ia tidak mungkin mengadakan meeting mendadak karena yang bekerja disini mempunyai peranan penting dalam membangun perusahaanya. Apalagi ia menargetkan 2 M dalam satu bulan setiap outlet restoran, hotel dan Coffee shop. "Yaudah sekarang kamu WA semua manager, Senin kita meeting" "Baik pak" "Kamu sibuk hari ini?" "Enggak terlalu sih pak, palingan ngarsip sama balasin email masuk" Evan berdiri, ia menatap Fatin yang juga berdiri mengambil piring sarapannya, "Saya mau brunch di Loewy" "Baik pak, kalau ada yang nyari bapak, saya akan mengatakan bapak sedang brunch" Evan menghentikan langkahnya, ia melihat Fatin meletakan piring di wastafel, "Kamu ikut saya Fatin?" "Ikut kemana pak?" "Brunch, saya tidak mungkin brunch sendirian di sana" Fatin nyaris menganga mendengar pak Evan mengajaknya Brunch bersama di Loewy. Apa ia salah dangar?. OMG pak Evan mengajaknya Brunch? Serius? Ia nggak mimpi kan?. "Saya nemenin bapak brunch?" "Yes of course" Fatin ingin pingsan ketika pak Evan mengajaknya Brunch. Ingin melompat karena memiliki kemajuan yang pesat. Pak Evan selalu tidak terduga. Fatin melangkah ke meja mengambil dompet miliknya. Ia melihat pak Evan melangkah keluar dari ruangan dan ia mengikuti pak Evan dari belakang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD