Dihyan sesekali melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Cuaca panas di Ceredia membuat keningnya dipenuhi peluh. Rasanya panas sekali padahal ia sudah berteduh di bawah pohon rindang yang sedikit berbau tak enak diakibatkan orang- orang yang seringkali membuang air kecil sembarangan. Mereka lebih memilih buang air kecil secara ‘ gratis’ di lorong sepi, belakang pohon besar atau tempat- tempat tersembunyi lain. Dibanding mengeluarkan uang untuk buang air di toilet umum.
Selagi ada yang gratis, kenapa harus mengeluarkan uang? Mungkin begitu pikir mereka.
Tak lama, Dihyan melihat sebuah mobil sedan keluaran terbaru berhenti tak jauh di depannya. Hanya berjarak tiga meter. Saat jendela kacanya terbuka, tampak Zhafira yang mengayunkan tangannya agar ia segera masuk ke sana. Tak mau menunggu lebih lama lagi, Dihyan langsung masuk ke dalam mobil mewah milik sahabatnya itu. “ Panas banget di luar,” keluhnya.
“ Kan aku sudah bilang, tunggu saja di toko bukunya. Nanti aku ke sana.”
Dihyan menggelengkan kepalanya dengan tegas. “ Dan membuat karyawan di sana tahu aku sahabat dari model terkenal seperti kau? Bisa- bisa mereka akan menyusahkanku. Memintaku untuk mendapatkan tanda tanganmu, fotomu atau bahkan untuk menemuimu.” Ia memutar bola matanya dengan malas. Mengingat orang- orang yang karakternya sudah dapat ditebak jika tahu ia sahabat dari orang yang cukup dikenal di kalangan Convolywood.
Ya, walaupun Zhafira belum terjun langsung ke dunia akting Convolywood, tapi soal dunia permodelan... Zhafira sudah sangat dikenal. Hanya perlu beberapa langkah baginya untuk menjadi actress terkenal seperti Karaa Zevir, atau Dira Patra. Mengingat ayah Zhafira adalah sutradara terkenal, belum lagi kakaknya—Rayhan yang sudah lebih dulu terjun menjadi actor Convolywood.
Zhafira tersenyum geli mendengar penuturan sahabatnya. Memang ada enak dan nggak enaknya bersahabat dengan publik figur. Nggak enaknya, pasti ada saja orang yang memanfaatkan momen itu untuk bisa bertemu dengan Zhafira atau sekedar berfoto dengannya. Tapi sisi positifnya, Zhafira sering mengajak Dihyan dan Fredella datang ke acara- acara penting yang tentunya tidak bisa mereka datangi tanpa Zhafira. Entah itu sebuah pesta khusus publik figur dan orang- orang terdekatnya atau menonton sebuah acara penghargaan yang tentunya bisa membuat mereka berdua bertemu banyak actor dan actress. Hebat bukan?
Sekitar satu jam perjalanan yang cukup melelahkan karena semrawutnya lalu lintas di kota Ceredia, akhirnya mobil Zhafira memasuki pekarangan sebuah rumah berlantai dua yang bergaya Eropa. Bangunannya sangat cantik walau terlihat sudah dimakan usia. Beberapa dindingnya tampak mengelupas atau sudut- sudut bangunan yang kusam dan memiliki banyak sarang laba- laba.
“ Kau mencoba menjadikanku tumbal pada hantu rumah ini?” selidik Dihyan yang langsung dibalas dengan tabokan keras di punggungnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Zhafira? Gadis yang terlihat lembut dari luar tapi tenaganya bisa melebihi pria.
“ Jangan meremehkan penampilan luarnya, mengerti?” ucap Zhafira bernada ancaman. Lalu ia turun lebih dulu dari dalam mobilnya.
Dihyan mengedikkan bahunya dan segera mengikuti kemana sahabatnya itu pergi. Mereka berdua berjalan melewati jalan setapak yang tersusun oleh bebatuan yang rapih dengan rerumputan yang tumbuh di sela- sela batunya. Lalu mereka pun sampai ke pintu utama yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran- ukiran yang cantik. Sepertinya ukiran berbentuk bunga. Entah bunga jenis apa, Dihyan tidak pernah tahu selain bunga mawar dan kamboja.
Zhafira membuka pintu yang dua kali lipat lebih tinggi darinya itu seolah dia sudah biasa datang ke sini. Lalu setelah Dihyan melihat isi dalam rumah tersebut, ia dibuat takjub.
Bagaimana tidak?
Penampilan luar rumah ini sangat kuno dan terlihat tua, sementara penampilan dalamnya sangat modern. Hampir semua perabotan di dalam menggunakan warna putih gading. Juga dinding yang ditempeli banyak foto- foto lama dari artis Convolywood. Sepertinya itu foto saat mereka sedang latihan atau beberapa foto saat mereka baru pertama kali debut di layar kaca.
“ Sudah kubilang, kan? Jangan meremehkan penampilan luarnya.” Zhafira tersenyum penuh kemenangan melihat Dihyan yang tampak mengagumi tempat ini. Tempat yang menjadi rumah keduanya, tempat dimana ia banyak menghabiskan waktu untuk latihan menyanyi maupun berdansa.
“ Ini tempat latihanmu?” tebak Dihyan saat melihat pintu- pintu besar yang di depannya terdapat papan bertuliskan ‘ Vocal ‘ dan ‘ dance’. Sepertinya di dalam sana adalah dua ruangan berbeda.
“ Yap!” Zhafira menjentikkan jarinya.
“ Oh halo! Zhafira! Kau datang juga akhirnya,” ucap pria yang entah datang darimana. Pria yang sepertinya sudah berumur tiga puluh tahun itu langsung mengecup pipi Zhafira dan tersenyum ramah. Penampilannya terlihat lucu dengan celana modet cutbray dan kemeja kotak- kotak berwarna hijau dan merah. Tiba- tiba dia menoleh ke arah Dihyan yang tampak sedang memperhatikannya. “ Pasti ini yang namanya Dihyan ya?” Ia menghampiri Dihyan, memegang kedua pundak pria muda itu sembari memperhatikan Dihyan dari atas ke bawah.
“ Iya, Hares. Ini Dihyan yang sering aku bicarakan denganmu. Dia pandai berdansa. Aku yakin hanya perlu latihan sedikit untuk mengembangkan bakatnya menjadi sempurna.” Zhafira terlihat bersemangat memperkenalkan sahabatnya. Kepalanya pun ikut bergerak- gerak dengan semangat.
Pria yang bernama Hares itu mengangguk- angguk lalu mengusap dagunya yang dipenuhi bulu- bulu tipis yang rapih. “ Kita lihat saja nanti. Ayo! Aku tidak sabar melihat kehebatan sahabatmu ini.”
“ A—apa?” Dihyan terlihat kikuk ketika Zhafira menggandengnya menuju ruangan dengan papan tulisan DANCE di depannya.
“ Sudah ikut aja. Anggap saja kau sedang berdansa sendirian. Tidak usah menganggap keberadaan kami,” ucap Zhafira sembari tersenyum senang. Seolah mengajak Dihyan sampai ke sini adalah suatu keberhasilan terbesar dalam hidupnya. Karena ia memang ingin memiliki sahabat yang ikut terjun dalam dunia hiburan. Sayangnya Fredella menolak mentah- mentah dan dia juga tidak berbakat, dia terlalu introvert. Sementara Dihyan memiliki bakat yang sangat bagus dan cukup mudah bergaul. Jadi, jelas Dihyan cocok untuk ikut bersamanya.
Dihyan menghela nafas melihat ruangan yang dipenuhi oleh kaca- kaca besar. Mungkin seluruh dindin di ruangan ini sengaja dilapisi kaca yang membuatnya bisa melihat dirinya dari sudut manapun. Seperti ruangan dance pada umumnya. Mau pura- pura tidak melihat bagaimana pun juga, pantulan tubuh Zhafira dan Hares tetap terlihat di sekitarnya. Seolah mereka ada banyak.
“ Ah, aku setel musiknya dulu.” Hares menjentikkan jarinya dan berjalan menuju sudut ruangan yang tersedia sebuah pengeras suara yang besar dengan DVD di atasnya. Ia pun menyalakannya dan langsung terdengar musik dance dari grup band hiphop Jarnesha.
“ Dihyan! Ini musik favoritmu!” sahut Zhafira sembari mengacungkan kedua jempolnya.
Hares pun bertepuk tangan dengan meriah, semeriah lagu yang disetelnya... membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan ingin segera berdansa mengikuti irama lagu.
Sudah terlanjur basah, Dihyan pun mengesampingkan rasa sungkannya. Ia mulai menggerakkan tubuhnya dengan lihai mengikuti irama. Ia juga hapal beberapa gerakan dance dari dancer favoritnya. Tubuhnya kelihatan sangat menikmati musik yang memenuhi ruangan kaca itu. Ia tersenyum menikmati tariannya sembari sesekali melihat ke arah Hares dan Zhafira yang terlihat kagum.
“ Hebat! Ini baru sahabatku!” sorak Zhafira dengan heboh. Dia saja mengakui kemampuan menari yang Dihyan miliki, jauh di atas kemampuannya. Ia juga sering minta diajarkan oleh Dihyan tapi pria itu selalu menolak dengan dalih dirinya hanya bisa menguasai sedikit gerakan menari. Padahal dia jagonya!
Hares sampai ikut menari melihat kemampuan Dihyan. Ia seakan melihat bintang yang baru bersinar di depan matanya sendiri. Setelah melihat kemampuan pria muda itu, ia percaya perkataan Zhafira. Kelak Dihyan pasti akan bisa menjadi actor Convolywood papan atas. Dan ia bersedia menjadi orang yang menemaninya berproses hingga hari debutnya Dihyan tiba.
..................
“ Kau hebat!” ucap Hares entah sudah yang ke berapa kalinya. Ia mengajak Dihyan dan Zhafira untuk makan malam bersama di rumah pelatihannya ini. “ Aku tak percaya bisa melihat bakat terbaik dari pemuda sepertimu.”
“ Sudah kubilang. Aku tidak akan mengecewakanmu, Hares,” sahut Zhafira yang tak kalah senang.
Hares mengacungkan jempolnya lagi.
“ Tapi kenapa tempat ini sepi?” tanya Dihyan setelah menyesap teh lemonnya. Sangat terasa nyaman di tenggorokannya. Kata Zhafira, ia harus mulai menjaga suaranya untuk latihan menyanyi selanjutnya. Yang jelas bukan hari ini karena tubuh Dihyan sudah terlanjur lelah setelah berdansa tadi.
“ Karena ini tempat khusus latihan keluarga besar Azrana,” bisik Hares seolah itu adalah rahasia umum.
Zhafira tergelak. “ Jangan berlebihan. Kau juga menerima murid dari keluarga lain, kan?”
Hares ikut tertawa dengan suara yang cukup keras. “ Ya! Tapi lebih banyak dari keluargamu. Kurasa hampir seluruh keluargamu terobsesi dengan dunia hiburan.”
Zhafira mengangguk, membenarkan ucapan Hares. Hampir seluruh keluarganya terjun ke dalam dunia hiburan. Terutama para prianya. Entah menjadi sutradara, actor, penyanyi bahkan pembawa acara. Jadi tak heran jika keluarganya sudah sangat dikenal di kalangan Convolywood. Sayangnya, untuk sampai bisa debut... ia harus mengembangkan kemampuannya. Tak enak rasanya jika ia harus mempermalukan keluarga besarnya. Bisa- bisa nama Azrana menjadi redup jika salah satu anggota keluarganya memiliki kemampuan yang tidak cukup. “ Dihyan satu- satunya murid yang bukan dari keluarga publik figur. Jika kau bisa melatihnya hingga menjadi actor Convolywood terkenal, kurasa akan banyak keluarga yang mempercayaimu untuk melatih anak- anak mereka.”
Kedua bola mata Hares berbinar, membayangkan dirinya menjadi rebutan dari keluarga- keluarga kaya yang ingin anaknya debut di Convolywood. “ Tenang saja. Aku tetap setia pada keluargamu kok. Dan untuk Dihyan, kurasa dia bisa debut jika sedikit dibantu oleh keluargamu. Kau tahu nepotisme di negara kita ini sangat besar pengaruhnya kan?” Ia memicingkan matanya menatap Zhafira.
Mendengar kata nepotisme, Dihyan sedikit rendah diri. Apa iya dirinya yang hanya kalangan keluarga biasa dan bahkan yatim piatu ini bisa menjadi actor terkenal?
“ Tentu saja. Aku akan membuatnya bisa berjalan di karpet merah saat acara penghargaan.” Zhafira menepuk- nepuk pundaknya berusaha memberi semangat. “ Keluargaku pasti senang jika Dihyan bergabung dengan kami.”
“ Kalau begitu, kau harus lebih rajin berlatih!”
....................
“ Dihyan!” Zhafira mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil yang terbuka.
Dihyan yang baru saja turun dari mobil sahabatnya itu pun berbalik. “ Hmm?”
“ Jangan lupa latihan nge- gym!” Zhafira melempar sebuah kartu berwarna abu- abu yang mengkilat. Di sana tertulis sebuah tempat gym dan tulisan member. Itu artinya ini adalah kartu anggota di sebuah tempat gym yang berada di Ceredia.
Dihyan mengacungkan kartu di tangannya dengan tatapan heran ke arah Zhafira.
“ Selain memiliki kemampuan bagus, postur tubuhmu juga harus mendukung. Kau harus bisa membuat abs- abs menggemaskan seperti Devdan!” Zhafira mengedipkan sebelah matanya sebelum memasukkan kepalanya kembali ke dalam mobil dan pergi dari sana.
Seketika Dihyan menghela nafas melihat kartu di tangannya. Ia tahu menjadi terkenal tidak akan mudah. Banyak proses melelahkan yang harus dilalui. Padahal ia tak berniat untuk terjun dalam dunia hiburan dan bersaing dengan actor lain. Namun melihat kebaikan Zhafira selama ini, tak ada salahnya ia mencoba mengubah nasibnya. Toh selama ini semua biaya les bahkan untuk ke tempat gym pun semua dari Zhafira. Jika kelak dirinya sukses nanti, ia tidak akan melupakan kebaikan sahabatnya ini.
Namun ada pertanyaan di dalam benak Dihyan, yang cukup mengganggunya. Jika keluarga Azrana membantunya untuk menjadi actor Convolywood, apa ia juga termasuk dalam deretan actor yang lahir dari sebuah nepotisme?