13 - Penculikan Fiona.

2002 Words
Saat ini, Livy sedang membantu Fiona bersiap-siap. Malam ini, Fiona akan pergi menghadiri acara ulang tahun pernikahan orang tua Max. Fiona tidak akan pergi sendiri, tapi bersama supir yang akan mengantar sekaligus menunggu Fiona sampai selesai. "Sudah selesai," ucap Livy sesaat setelah membantu Fiona merias rambutnya. "Terima kasih banyak, Livy." "Sama-sama, Fiona. Bagaimana? Apa kamu suka?" "Suka sekali," jawab Fiona sambil tersenyum lebar. Setelah memastikan jika penampilannya benar-benar rapi, Fiona dan Livy keluar dari kamar. Keduanya menghampiri Ethan yang saat ini sedang duduk santai di sofa sambil menonton televisi. Ethan terlalu fokus menonton, jadi tidak menyadari kehadiran Livy dan Fiona. "Ethan, Fiona mau pergi sekarang." Ethan menoleh, dan pandangannya terpaku pada Fiona yang malam ini terlihat sekali sangat cantik. Fiona memakai dress warna merah, warna yang terlihat sekali cocok jika di kenakan oleh Fiona. "Sial! Kenapa dia begitu sangat cantik sekaligus mempesona?" Kalimat tersebut hanya bisa Ethan ucapkan dalam hati. Tatapan lekat yang Ethan berikan membuat Fiona salah tingkah. Fiona menunduk, menghindari tatapan intens Ethan. "Ethan." Livy menegur Ethan yang malah diam. Sayangnya, teguran dari Livy tidak berhasil menyadarkan Ethan. Ethan masih terus menatap Fiona, benar-benar terpesona pada penampilan Fiona malam ini. "Halo, Ethan." Livy kembali menegur Ethan, kali ini sambil melambaikan tangan kanannya di depan wajah sang adik. Kali ini, teguran Livy berhasil menyadarkan Ethan. Ethan memalingkan wajahnya sambil berdeham, lalu menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Pergilah, Q sudah menunggu kamu di bawah." "Sebelum itu, menurut kamu bagaimana penampilan Fiona malam ini?" Livy ingin tahu apa pendapat Ethan tentang penampilan Fiona. Lebih tepatnya, Livy ingin tahu, apa Ethan akan jujur, atau justru berbohong? "Biasa saja," balas Ethan secara singkat. "Dasar pembohong, padahal tadi kamu benar-benar sangat terpesona saat melihat penampilan Fiona malam ini," keluh Livy dalam hati. Livy pikir Ethan akan berkata jujur, tapi ternyata Ethan malah berbohong. Livy kesal, tapi tak bisa berbuat banyak. Entah Ethan dan Livy sadar atau tidak, tapi jawaban yang baru saja Ethan berikan membuat Fiona sedih. Awalnya Fiona terlihat sangat bahagia, tapi setelah mendengar ucapan Ethan, Fiona berubah menjadi sedih. Fiona segera tersenyum ketika tahu jika Livy akan menatapnya. Fiona tidak mau Livy tahu jika ia sedih ketika mendengar jawaban dari Ethan. "Ayo, nanti kamu terlambat." Livy mengantar kepergian Fiona sampai bawah. Setelah menempuh perjalanan yang hanya memakan waktu tak lebih dari 10 menit, akhirnya Fiona sampai di tempat acara. Sekarang Fiona sudah bergabung dengan kedua sahabatnya, Max dan Shila. Max juga sudah memperkenalkan Fiona pada kedua orang tuanya, dan orang tua Max menyambut dengan baik kedatangan Fiona. "Hai, Max." Panggilan bernada teguran tersebut mengintrupsi obrolan antara Max, Fiona, dan juga Shila. Ketiganya lantas menoleh ke kanan, saat itulah mereka melihat seorang pria yang tadi memanggil Max. "Dominic," gumam Max dengan mimik wajah terkejut. Tentu saja Max terkejut ketika melihat kehadiran Dominic, itu karena tak ada satupun anggota keluarganya yang memberi tahu dirinya jika Dominic juga akan menghadiri pesta malam ini. "Apa kabar, Max?" Dominic mengulurkan tangan kanannya. Dengan perasaan enggan, Max membalas uluran tangan Dominic. "Seperti yang lo lihat, gue baik-baik aja." "Baguslah. Jadi, siapa kedua wanita cantik ini?" Atensi Dominic tertuju pada Fiona dan Shila. "Ini Fiona," ucap Max sambil menunjuk Fiona. "Dan itu Shila," lanjutnya sambil menunjuk Shila. Dominic mengulurkan tangan kanannya, menyapa Shila dan Fiona secara bergantian. Setelah berkenalan dengan Shila dan Fiona, Dominic pergi, berbaur dengan para tamu undangan yang lain. Kepergian Dominic membuat Max lega. Awalnya Max berpikir jika Dominic tidak akan pergi meninggalkannya. "Max, dia siapa?" tanya Shila sesaat setelah melihat Dominic menjauh. "Dia keponakan Mommy," balas Max malas. Shila memutuskan untuk tidak lagi membahas tentang Dominic begitu melihat respon yang Max berikan tidaklah baik. "Kalian berdua tidak berdansa?" Fiona menatap Max dan Shila secara bergantian. "Enggak, karena gue enggak mau meninggalkan kamu sendirian." Shilalah yang terlebih dahulu menjawab pertanyaan Fiona. "Sebaiknya kalian berdua pergi berdansa, dan selama kalian berdansa, aku akan tetap duduk di sini, enggak akan pergi ke mana pun." Fiona tahu jika Max ingin berdansa dengan Shila, karena itulah Fiona tidak mau jika dirinya menjadi penghalang keinginan Max. Tadi Max terlihat kecewa ketika mendengar jawaban Shila yang menolak untuk pergi berdansa. "Janji?" "Janji, Shila. "Ya sudah, ayo kita berdansa." Bukan hanya Fiona yang sadar jika Max ingin berdansa dengan Shila, tapi Shila juga sadar jika Max ingin berdansa dengan dirinya. Raut wajah Max berubah menjadi ceria. Max bahagia karena akhirnya keinginannya untuk bisa berdansa dengan Shila akhirnya tercapai juga. Max dan Shila pergi menuruni lantai dansa, meninggalkan Fiona sendiri. Fiona memutuskan untuk menikmati semua hidangan yang tersaji di meja. "Fiona!" Fiona menoleh, lalu berbalik menghadap Dominic yang sekarang melangkah mendekatinya. "Ada apa, Dominic?" Fiona bertanya dengan raut wajah datar. Entah kenapa, sejak pertama kali melihat Dominic, nalurinya mengatakan jika pria di hadapannya ini bukanlah pria baik-baik. Jadi Fiona tidak mau berdekatan dengan Dominic. "Mana Max dan Shila?" Dominic menatap sekelilingnya, dan saat itulah ia sadar jika Max dan Shila tidak ada di sekitarnya. "Bagus, mereka berdua tidak ada," ucap Dominic dalam hati. "Max dan Shila sedang berdansa." Fiona menunjuk Max dan Shila yang saat ini sudah berada di lantai dansa. Dominic mengikuti arah pandang Fiona, saat itulah Dominic melihat Max dan Shila yang sedang berdansa bersama dengan para tamu undangan yang lain. Atensi Dominic kembali tertuju pada Fiona yang saat ini sedang menikmati wine. "Bagaimana kalau kita juga ikut berdansa dengan mereka berdua?" Tanpa pikir panjang, Fiona menggeleng, menolak ajakan Dominic. "Tidak, terima kasih." Penolakan Fiona membuat Dominic kesal, tapi Dominic bisa menyembunyikannya. Fiona lalu pamit untuk pergi ke toilet. Fiona sengaja menjauhi Dominic, dan berharap jika Dominic sudah pergi begitu dirinya kembali dari toilet. Tanpa Fiona sadari, Dominic mengikutinya dari belakang. Dominic tidak mau Fiona tahu, jadi Dominic melangkah secara perlahan-lahan. Sebelum Fiona sampai di toilet, Dominic menempelkan sapu tangan yang sudah ia beri obat bius tepat di hidung Fiona. Fiona terkejut, dan sempat menoleh ke belakang untuk melihat siapa orang yang baru saja membiusnya. "Dominic, apa yang kamu lakukan?" tanya lirih Fiona sesaat sebelum kesadarannya menghilang, dan semuanya berubah menjadi gelap gulita. Hal pertama kali yang Fiona lihat adalah, Dominic yang tersenyum lebar padanya. Fiona akhirnya pingsan dalam pelukan Dominic. "Malam ini kita akan bercinta, Baby," bisik Dominic tepat di telinga kanan Fiona. Dominic menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Fiona, menghirup dalam-dalam aroma tubuh Fiona yang begitu memabukan, aroma yang berhasil membuat gairahnya membara. "Ayo kita cari hotel terdekat, Baby." Dominic lalu menggendong Fiona, dan tersenyum lebar saat tahu jika tidak ada orang yang melihat aksinya membius Fiona. Tidak ada satupun orang di sekitarnya dan itu membuat Dominic benar-benar bahagia. Dominic membawa Fiona keluar dari tempat acara, dan perginya Fiona dari tempat tersebut di sadari oleh Steven, salah satu bawahan Ethan. Ethan baru saja keluar dari kamar mandi ketika ponselnya berdering. Ethan bergegas meraih ponselnya, lalu mengangkat panggilan dari Steven. "Ada apa, Steven?" "Fiona baru saja keluar dari tempat acara." "Lalu?" "Tapi arah yang dia tuju bukan arah pulang ke apartemen kalian." "Ke mana dia pergi?" tanya Ethan penasaran. Ethan seketika takut jika Fiona akan kabur darinya. "Damt!" Steven mengumpat, dan umpatan Steven membuat Ethan terkejut. "Ada apa?" "Fiona pergi ke hotel, Ethan," ucap Steven sambil tertawa. "s**t!" Kali ini giliran Ethan yang mengumpat, dan umpatan Ethan balik mengejutkan Steven. "Kenapa? Apa ada yang salah, Ethan? Ethan sebaiknya biarkan saja Fiona menikmati masa mudanya." Steven berpikir jika Fiona pergi ke hotel tersebut atas kemauannya sendiri. Fiona ingin seperti wanita-wanita lain pada umumnya. "Steven, bagaimana kalau sebenarnya Fiona di culik?" Pertanyaan Ethan membuat tawa Steven terhenti. "Apa itu mungkin?" "Apa itu tidak mungkin?" Bukannya menjawab pertanyaan Steven, Ethan malah balik bertanya. "Iya, itu mungkin." Steven mulai panik, dan berpikir jika Fiona diculik. "Kirim orang ke hotel tersebut, sekarang juga!" Titah tegas Ethan. Ethan tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada Fiona, karena jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Fiona, maka ia akan menyalahkan dirinya sendiri. "Ok, aku akan mengirimkan orang ke sana sekarang juga," balas Steven cepat. Secara sepihak, Ethan mengakhiri panggilannya dengan Steven. Ethan meraih jaketnya, lalu bergegas keluar dari kamar. "Livy!" Ethan berteriak memanggil Livy yang entah ada di mana. Teriakan Ethan mengejutkan Livy yang saat ini ada di ruang makan. Begitu mendengar teriakan Ethan, Livy bergegas menghampiri Ethan. "Ada apa, Ethan? Kenapa teriak-teriak?" Livy menatap bingung Ethan yang terlihat sekali sedang panik. "Akan aku jelaskan semuanya di mobil, sekarang ayo kita pergi dulu." Ethan tidak akan memberitahu Livy sekarang, karena Livy pasti hanya akan panik, dan paniknya Livy bisa membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. Livy tidak lagi bertanya. Raut wajah Ethan terlihat sekali sangat serius, membuat Livy yakin jika pasti sudah terjadi sesuatu yang buruk, tapi apa? "Apa sudah terjadi sesuatu yang buruk pada Fiona?" Livy membatin, seketika takut jika tebakannya benar. Sudah terjadi sesuatu yang buruk pada Fiona. Ethan dan Livy bergegas memasuki lift, di ikuti oleh Marco, Reid, dan Nico. Saat berada di dalam lift, Ethan menghubungi penjaga yang berjaga di bawah, meminta mereka untuk menyiapkan mobil untuknya. Setelah itu, Ethan menghubungi Q melalui pesan, dan ternyata Q tidak tahu jika Fiona sudah pergi meninggalkan tempat berlangsungnya acara. Ethan langsung meminta Q untuk pergi menuju hotel yang didatangi oleh Fiona. Ethan memutuskan untuk mengendarai sendiri mobilnya, sementara Marco, Reid, dan Nico berada di mobil yang berbeda dengan sang atasan. "Pakai sabuk pengamannya Livy." "Sudah, Ethan." Ethan lalu memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. "Ethan, sebenarnya ada apa? Apa sudah terjadi sesuatu yang buruk pada Fiona?" Livy akhirnya mengajukan pertanyaan yang sejak tadi sudah ingin ia tanyakan. "Fiona sudah pergi meninggalkan gedung tempat berlangsungnya acara ulang tahun pernikahan orang tua Max." "Lalu?" Penjelasan Ethan membuat Livy semakin bingung. "Fiona pergi ke hotel." "Apa? Hotel?" Teriak Livy shock. Saking shocknya, kedua mata Livy bahkan sampai melotot. "Iya, Fiona pergi ke hotel." "Untuk apa Fiona pergi ke hotel?" "Itulah yang akan kita cari tahu, untuk apa Fiona pergi ke hotel? Masalahnya adalah, Fiona tidak pergi bersama Q, dan kita tidak tahu, Fiona pergi bersama siapa ke hotel. Apa Fiona pergi sendiri? Atau pergi bersama orang lain?" Livy akan kembali bertanya, tapi mengurungkan niatnya tersebut ketika tahu Steven menghubungi Ethan. Ethan mengangkat panggilan dari Steven yang terhubung langsung ke mobil miliknya. "Bagaimana? Apa lo berhasil melihat dengan siapa Fiona pergi?" tanya Ethan tidak sabaran. "Gue berhasil masuk ke sistem kamera CCTV di hotel tersebut, dan ternyata Fiona bersama Dominic, Ethan," ucap lirih Steven. "Jangan bilang kalau dia adalah Dominic yang kita kenal, Steven," desis tajam Ethan. "Sayangnya, itu memang benar, Ethan. Dia adalah Dominic yang kita kenal." "s**t!" Umpat Ethan sambil memukul setir mobil. Dominic, siapa yang tidak mengenal pria tersebut. Salah satu pria paling b******k yang Ethan kenal. Dominic adalah anak dari adik Ibu Max, dan Dominic terkenal karena aksi brengseknya yang suka sekali bermain dengan wanita. "Sejak kapan pria b******k itu keluar dari penjara, hah?" Ethan pikir Dominic masih berada di penjara, karena memang seharusnya sampai beberapa tahun ke depan, Dominic masih berada di balik jeruji besi. Dominic pasti bisa bebas karena kekuasaan yang kedua orang tuanya miliki. "Dominic keluar dari penjara sejak 1 minggu yang lalu, Ethan." "Dan sekarang dia mau membuat ulah lagi?" Teriak Ethan benar-benar emosi. Alasan Dominic masuk penjara adalah karena Dominic memperkosa sekaligus membunuh seorang model, lalu sekarang, Dominic malah akan melakukan itu semua pada Fiona? "Sepertinya begitu, Ethan," balas lirih Steven. "Kali ini dia memilih wanita yang salah," desis Ethan. Ethan tidak akan segan-segan untuk membunuh Dominic jika sampai Dominic berani melukai Fiona walaupun itu hanya seujung kuku. "Apa Fiona sama sekali tidak melawan saat Dominic membawanya pergi?" "Bagaimana bisa Fiona melawan, Fiona dalam keadaan tidak sadarkan diri, Ethan." "Double s**t!" Lagi-lagi Ethan mengumpat. Livy yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan antara Ethan dan Steven semakin panik, bahkan sekarang sudah menangis. Bukan hanya Ethan dan Steven yang mengenal Dominic, tapi Livy juga mengenal Dominic. Livy tahu semua kejahatan yang sudah Dominic lakukan pada setiap wanita. "Tenanglah Livy, Fiona pasti akan baik-baik saja." Ucapan tersebut Ethan ucapkan bukan hanya untuk menenangkan Livy, tapi juga untuk menenangkan sekaligus meyakinkan dirinya sendiri jika Fiona pasti akan baik-baik saja. Ethan semakin mempercepat laju mobilnya, sama sekali tidak peduli pada umpatan dari pengendara lain yang tentu saja tertuju padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD