17 - Hari yang indah.

2005 Words
Orang yang pertama kali terbangun adalah Ethan. Tadi malam dan pagi ini, berbeda dari hari-hari sebelumnya. Biasanya Ethan akan tidur dan terbangun sendiri, tapi semalam, Ethan tidur bersama Fiona, dan pagi ini ketika matanya terbuka, Ethan mendapati Fiona tertidur pulas dalam pelukannya. "Selamat pagi, Baby." Ethan menunduk, mengecup kening Fiona. Secara perlahan, Ethan melepas pelukan Fiona dari pinggangnya, lalu menggantikan tubuhnya menggunakan bantal guling. Ethan menuruni tempat tidur, pergi menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya supaya terlihat jauh lebih segar. Saat Ethan keluar dari dalam kamar mandi, Fiona masih tertidur. Ethan segera mengambil pakaiannya juga pakaian Fiona yang berserakan di lantai, lalu memasukkan semuanya ke dalam keranjang cucian. Ethan menoleh begitu mendengar suara lenguhan Fiona. "Sial! Kenapa suaranya sangat seksi?" umpat Ethan. Ethan menaiki tempat tidur, berbaring di hadapan Fiona yang ternyata masih tertidur pulas. Awalnya Ethan pikir Fiona sudah bangun, tapi ternyata belum. "Fiona," bisik Ethan sambil membelai wajah Fiona menggunakan jemari tangan kanannya. Fiona membalas panggilan Ethan dengan gumaman, setelah itu berbalik memunggungi Ethan. Ethan terkekeh, dan memilih untuk tidak membangunkan Fiona. Ethan tahu Fiona masih lelah, dan karena Ethan tidak mau Fiona sakit, maka Ethan akan membiarkan Fiona istirahat untuk 1 atau 2 jam lagi. Ethan keluar dari kamar. Tempat yang Ethan tuju selanjutnya adalah ruang makan. "Bi, mana Livy?" Ethan tidak melihat Livy, padahal biasanya Livy sudah berada di ruang makan, sibuk membuat sarapan. "Nona Livy belum bangun, Tuan Ethan." "Tumben banget dia belum bangun," gumam Ethan sambil memasang raut wajah bingung. Biasanya Livy sudah bangun, jadi saat tahu kalau Livy belum bangun, Ethan bingung sekaligus khawatir. "Bi, tolong siapkan sarapan untuk saya dan Fiona. Saya mau sarapan di kamar." "Baik, Tuan." Pelayan tersebut langsung menyiapkan permintaan Ethan, sedangkan Ethan berlalu pergi menuju kamar Livy. Ethan mengetuk pintu kamar Livy, setelah itu barulah berteriak memanggil Livy. "Iya, ada apa, Ethan?" Tanpa sadar, Ethan menghela nafas lega begitu mendengar suara Livy. "Livy, apa kamu baik-baik aja?" "Iya, Ethan, aku baik-baik aja, kenapa?" "Tidak ada apa-apa." Tanpa menunggu balasan dari Livy, Ethan berlalu pergi dari kamar sang kakak. Ethan kembali ke ruang makan untuk mengambil makanannya juga Fiona. "Tuan, ini makananya sudah siap." "Ok, terima kasih banyak, Bi." "Apa perlu Bibi antar ke kamar?" Ethan menggeleng, menolak bantuan dari sang pelayan. "Tidak usah, Bi. Makanannya biar saya bawa sendiri." Ethan tidak mau pelayan tersebut melihat dan tahu apa yang sudah terjadi antara dirinya jug Fiona, jadi Ethan tidak akan membiarkan orang lain selain dirinya memasuki kamar Fiona. Ethan meletakkan semua makanan serta minuman yang ia bawa di meja, menatanya sedimikian rupa supaya terlihat menggoda dan indah dipandang. Saat Ethan sedang menata makanan di meja, Fiona terbangun. Ethan tidak sadar, karena posisi Ethan membelakangi Fiona. Fiona shock ketika sadar jika saat ini dirinya telanjang bulat, hanya selimutlah yang menutupi tubuhnya. "f**k! Apa yang sebenarnya terjadi?" Fiona mengumpat dalam hati. Jika saja tidak ada Ethan, pasti umpatan tersebut tidak akan Fiona ucapkan dalam hati. Fiona kembali memejamkan matanya, mencoba mengingat apa yang sebenarnya sudah terjadi padanya. Kelopak mata Fiona yang sebelumnya terpejam kembali terbuka setelah Fiona berhasil mengingat apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Ethan tadi malam. "Jadi kejadian tadi malam bukan mimpi?" gumam Fiona dengan raut wajah shock. Gumaman Fiona didengar oleh Ethan. Ethan menoleh, tersenyum manis pada Fiona yang saat ini memasang raut wajah konyol, menurut Ethan. Ethan melangkah mendekati Fiona, berdiri di hadapan Fiona dengan kedua tangan berkacak pinggang. "Jadi kamu berpikir kalau kejadian tadi malam itu mimpi?" Dengan gerakan kaku, Fiona mengangguk. Ethan berdecak, lalu menaiki tempat tidur. Fiona akan menghindar, tapi Ethan berhasil menggagalkan rencana Fiona dengan cara memeluk Fiona, membatasi pergerakannya. Dengan gerakan cepat, Ethan menyibak selimut yang Fiona kenakan, memperlihatkan tubuh bagian depan Fiona yang sekarang tak tertutupi apapun. Ethan menenggelamkan wajahnya di antara belahan d**a Fiona. Fiona terkejut dengan apa yang Ethan lakukan, tapi tidak sempat menghindar karena Ethan masih membatasi pergerakannya. "Aahh ...." Tanpa sadar Fiona mendesah, dan ketika sadar jika dirinya baru saja mendesah, Fiona membekap mulutnya. Ethan terkekeh, sangat bahagia begitu mendengar Fiona mendesah. "Ethan, berhenti!" Fiona meminta supaya Ethan berhenti menyentuh kedua payudaranya. Bukan Ethan namanya jika tunduk pada permintaan Fiona. Fiona mendengus, kesal karena Ethan tidak menuruti permintaannya. Fiona menjambak rambut Ethan menggunakan kedua tangannya, lalu menjauhkan wajah Ethan dari belahan dadanya. "Aku lapar, Ethan," gumam Fiona sambil memanyunkan bibirnya. Tak lama kemudian, perut Fiona berbunyi. Ethan terkekeh, lain halnya dengan Fiona yang saat ini malu, sampai rasanya ingin sekali menghilang dari hadapan Ethan. "Ok, tapi sebelum kita makan, sebaiknya kita mandi dulu." Ethan menuruni tempat tidur, lalu membantu Fiona untuk memakai selimut. Ethan meminta Fiona untuk tidak mengenakan selimut, tapi Fiona menolak tegas permintaan Ethan. Fiona tahu, Ethan pasti sudah melihat seluruh tubuhnya, dari atas sampai bawah, tapi tetap saja, Fiona malu. Dengan langkah tertatih, Fiona mendekati cermin yang terpasang di dinding tak jauh dari tempat tidurnya. "Sial!" Tanpa sadar Fiona mengumpat. Ini kali pertama Ethan mendengar Fiona mengumpat, jadi Ethan terkejut. "Fiona, apa kamu baru saja mengumpat?" tanyanya sambil menatap tajam Fiona. Fiona berbalik menghadap Ethan, menatap Ethan dengan sama tajamnya. "Lihat apa yang sudah kamu lakukan, Ethan!" Teriak Fiona sambil menunjuk kissmark yang saat ini menghiasi leher juga dadanya. Jumlahnya bukan 1, tapi banyak, dan itulah yang membuat Fiona kesal. Raut wajah Ethan melembut begitu tahu apa penyebab Fiona mengumpat dan marah. "Kenapa? Kamu mau lagi?" tanyanya sambil menaik turunkan kedua alisnya untuk menggoda Fiona. "Tidak! Terima kasih!" Fiona menyahut ketus. Fiona membelakangi Ethan, kembali menatap d**a juga lehernya yang penuh kissmark buatan Ethan. "Bagaimana cara menutupi kissmark yang ada di bagian leher?" Fiona tidak mau Livy melihat kissmark di lehernya, karena jika sampai hal itu terjadi, Livy pasti akan tahu apa yang sudah terjadi antara dirinya juga Ethan, dan Fiona tidak mau hal itu terjadi. Rasanya Fiona ingin sekali memakai Ethan, tapi Fiona tidak berani melakukannya. "Dasar bawel," gumam Ethan yang saat ini sudah berdiri di belakang Fiona. "Sekarang sebaiknya kita mandi." Tanpa aba-aba, Ethan menggendong Fiona. Fiona terkejut, secara spontan berteriak, meminta supaya Ethan menurunkannya. "Berhentilah berteriak, Fiona, atau Livy akan mendengar teriakan kamu." Fiona pun diam, tidak lagi berteriak, meminta Ethan untuk menurunkannya. Fiona mengalungkan kedua tangannya pada leher Ethan, pasrah dengan apa yang terjadi padanya. Padahal Livy ataupun orang lain yang berada di luar kamar tidak akan mendengar suara dari dalam kamar Fiona, karena Ethan sudah memasang alat peredam suara. Ethan dan Fiona akhirnya sampai di kamar mandi. Ethan menurunkan Fiona di dalam bathtub yang sudah terisi oleh air juga busa. Sebelum memasuki bathtub, tentu saja Fiona melepas selimut yang tadi ia gunakan untuk menutupi tubuhnya. Fiona berpikir jika Ethan akan keluar dari kamar mandi, dan meninggalkannya sendiri, tapi ternyata Fiona salah. Ethan mendekati pintu kamar mandi bukan untuk keluar, tapi mengunci pintu kamar mandi. "Jadi kamu belum mandi?" Fiona pikir, Ethan sudah mandi. "Belum." Ethan memang sengaja menunggu Fiona bangun, supaya dirinya dan Fiona bisa mandi bersama. Ethan meminta Fiona untuk bergeser, memberinya ruang untuk berada tepat di belakang Fiona. Fiona bergeser, lalu Ethan pun memasuki bathtub, duduk tepat di belakang Fiona. Fiona terkesiap ketika bibir Ethan mendarat tepat di bahunya, lalu di saat yang bersamaan merasakan jari-jemari Ethan membelai punggungnya. Fiona tidak bisa menghindari Ethan, karena salah satu tangan Ethan kini memeluknya. Tanpa sadar, Fiona memiringkan wajahnya ke kanan, memberi Ethan akses supaya bisa dengan mudah mengexplore leher jenjangnya. Awalnya Ethan hanya mengecupi leher Fiona, tapi semakin lama, kecupan Ethan berubah menjadi hisapan. "Ethan, jangan menambah kissmark!" Peringat tegas Fiona. Fiona tidak mau kissmark di lehernya semakin bertambah banyak, namun sayangnya, larangan Fiona sama sekali tidak Ethan hiraukan. Ethan mengabaikan larangan Fiona, dan malah menambah kissmark di leher Fiona. Ethan menjauhkan wajahnya dari leher Fiona, berdecak bangga ketika melihat karya yang baru saja ia buat di leher Fiona. Jika Ethan sibuk mengagumi kissmark yang baru saja di buatnya, lain halnya dengan Fiona yang saat ini sibuk mengatur pernapasannya. "Mau lagi?" "Jangan, ini sudah sangat banyak." Fiona sambil meraba lehernya yang sudah dipenuhi oleh kissmark. "Ok, aku tidak akan menambahnya." Ethan tidak mau Fiona marah, jadi Ethan akan menuruti kemauan Fiona. "Apa kamu mau memegangnya?" bisik Ethan sambil memeluk erat tubuh telanjang Fiona. Fioan tahu apa yang Ethan maksud, karena itulah Fiona menggeleng. "Yakin tidak mau memegangnya?" Fiona mengangguk, meyakinkan Ethan jika ia memang tidak mau memegang pusaka milik Ethan yang saat ini berada tepat dibawah pinggulnya. "Baiklah." Ethan tidak akan memaksa jika memang Fiona tidak mau. "Berbaliklah, Fiona." Ethan meminta supaya Fiona berbalik menghadap ke arahnya. Fiona menggeleng, menolak menuruti permintaan Ethan. Fiona tidak mau Ethan melihat wajahnya yang saat ini merah merona. "Berbalik, Fiona!" Titah tegas Ethan. Fiona mendengus, dengan perasaan enggan, berbalik menghadap Ethan. Ethan meraih kedua tangan Fiona, mengalungkan kedua tangan wanita tersebut di lehernya. "Apa kamu masih berpikir kalau ini semua mimpi, Fiona?" tanya tegas Ethan. Fiona hanya terkekeh, lalu menyandarkan kepalanya di bahu kanan Ethan dengan posisi wajah yang menghadap ke arah leher Ethan. Deru nafas Fiona yang hangat menerpa leher Ethan, membuat Ethan semakin b*******h. Ethan sudah tidak bisa menahannya lagi. Ethan ingin segera mengulang kejadian tadi malam. "Apa kamu siap?" "Siap untuk apa?" tanya Fiona bingung. Ethan tidak menjawab pertanyaan Fiona, tapi mulai memberi tahu Fiona apa yang ia maksud. "Ethan," lirih Fiona terkejut. "Diamlah, Fiona! Jangan banyak bergerak!" Peringat Ethan dengan nafas yang mulai memburu, sama seperti Fiona. Fiona menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Ethan. Tanpa sadar, meringis kesakitan ketika milik Ethan mencoba untuk menerobos memasuki tubuhnya. "Sakit ya?" Fiona menjawab pertanyaan Ethan dengan anggukan kepala. "Jangan tegang, Fiona. Rilexs." Ethan lalu meminta Fiona untuk menarik dalam nafasnya, kemudian menghembuskannya secara perlahan. Fiona menuruti semua saran yang Ethan berikan. Sekarang Fiona sudah jauh lebih santai, tidak lagi setegang sebelumnya. Setelah tahu jika Fiona tidak lagi tegang, Ethan mencoba kembali untuk menyatukan tubuhnya dengan Fiona. Ethan dan Fiona sama-sama mendesah begitu tubuh mereka berhasil menyatu. Tidak ada yang bergerak, keduanya sama-sama diam, menikmati keintiman yang terjadi. Awalnya kedua tangan Ethan berada di pinggang ramping Fiona, tapi semakin lama, semakin turun menuju pinggul Fiona. Ethan meremas kuat pinggul Fiona, dan saat itulah untuk kesekian kalinya Fiona mendesah. Fiona mengangkat wajahnya dari bahu Ethan, lalu memposisikan wajahnya tepat di depan wajah Ethan. Fiona menatap lekat mata Ethan, begitu juga Ethan yang menatap lekat Fiona. "Bergeraklah, Baby," bisik Ethan tepat di depan bibir ranum Fiona. Fiona tidak sempat membalas ucapan Ethan karena Ethan sudah terlebih dulu meraup bibirnya, menghisap bibir atas dan bawahnya dengan rakus. Rangkulan kedua tangan Fiona pada leher Ethan semakin kuat, perlahan tapi pasti, jari-jemari lentik Fiona mulai menyentuh rambut hitam Ethan, meremasnya dengan kuat ketika ciuman Ethan terasa jauh lebih liar dari sebelumnya. 1 jam adalah waktu yang Ethan dan Fiona habiskan di dalam kamar mandi. Saat ini, keduanya sedang menikmati sarapan, mengisi kembali tenaga mereka yang terkuras habis akibat dari permainan liar Ethan. Ethan terlebih dahulu menghabiskan sarapannya, sementara Fiona menikmati sarapannya dengan santai, tidak seperti Ethan yang terburu-buru. "Kamu mau ke mana?" Fiona akan marah jika Ethan pergi meninggalkannya setelah apa yang terjadi. "Aku mau mengganti sprai dan selimut." "Kenapa harus di ganti?" Fiona menatap bingung Ethan. "Sprai dan selimut kamu memiliki aroma yang tidak biasa Fiona," jawab Ethan sambil mengedipkan mata kanannya. Fiona seketika tahu aroma apa yang Ethan maksud. "Biar aku bantu." "Tidak usah, kamu makan aja. Aku bisa melakukannya sendiri." Ethan menolak bantuan dari Fiona, karena Ethan tidak mau membuat Fiona kelelahan. "Ya sudah kalau tidak mau aku bantu." Fiona kembali duduk, sementara Ethan mulai merapikan tempat tidur Fiona. Waktu yang Ethan butuhkan untuk merapikan tempat tidur Fiona hanya sekitar 10 menit. Setelah melakukan itu semua, Ethan menemani Fiona. 30 menit setelah sarapan sekaligus minum obat, Fiona memutuskan untuk tidur, mengistirahatkan tubuhnya yang terasa sakit. Setelah memastikan jika Fiona tertidur, barulah Ethan keluar dari kamar. Ethan menghampiri Marco yang baru saja selesai sarapan. "Marco, Livy ke mana?" "Nona Livy pergi ke luar bersama Tuan Bastian." "Apa kamu tahu ke mana mereka berdua pergi?" "Saya tidak tahu, Tuan. Nona Livy dan Tuan Bastian tidak memberi tahu saya ke mana mereka akan pergi." Ethan dan Marco kembali berbincang, kali ini membahas tentang Dominic yang saat ini kondisinya sudah jauh lebih membaik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD