18 - Pergi berlayar.

2115 Words
Setelah tidur selama berjam-jam lamanya, Fiona akhirnya terbangun. Perlahan tapi pasti, kelopak mata Fiona yang sebelumnya terpejam mulai terbuka. Fiona menghela nafas panjang, lalu kembali memejamkan matanya, tapi itu tak berlangsung lama, karena selang beberapa detik kemudian, kelopak mata Fiona kembali terbuka. Fiona merasa ada beban berat yang menimpa perutnya, karena itulah Fiona menunduk, saat itulah Fiona melihat tangan kanan Ethan berada tepat di atas pinggangnya, memeluk posesif tubuhnya. Fiona bukan hanya merasa ada beban berat di pinggangnya, tapi Fiona juga bisa merasakan deru nafas hangat Ethan yang sekarang menerpa tengkuknya. Fiona yakin jika pria yang memeluknya dari belakang adalah Ethan. Fiona mengenali aroma parfume yang saat ini memasuki indera penciumannya, dan itu adalah aroma parfume Ethan. Secara perlahan, Fiona berbalik menghadap Ethan tanpa melepas pelukan Ethan dari pinggangnya. Fiona merasa jaraknya dengan Ethan terlalu dekat, karena itulah Fiona bergerak mundur. Sekarang Fiona bisa melihat jelas wajah tampan rupawan Ethan. Fiona menatap lekat wajah Ethan, mengamatinya secara seksama. "Jadi ini semua benar-benar nyata?" ucap Fiona dalam hati. Fiona masih berharap jika apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Ethan hanyalah sebuah mimpi, bukan kenyataan. Fiona merasa jika semuanya terjadi terlalu cepat. Seharusnya ia dan Ethan tidak melakukan apa yang sudah mereka lakukan sebelumnya. "Ini semua terlalu cepat." Lagi-lagi Fiona membatin, merutuki apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Ethan. "Semuanya sudah terjadi, Fiona. Jadi sekarang sudah terlambat untuk menyesal!" "Apa yang sedang kamu pikirkan Fiona?" Teguran dari Ethan mengejutkan Fiona. Fiona pikir, Ethan masih tertidur, tapi ternyata Ethan sudah bangun. "Aku pikir kamu masih tidur." Tangan kiri Fiona terangkat, membelai wajah Ethan. Entah Fiona sadar atau tidak, tapi sekarang, jemari lentiknya mulai menyentuh bibir Ethan, membelai bibir bawah Ethan dengan gerakan sensual. "Sebenarnya aku tidak tidur, Fiona," ucap Ethan sambil membuka kelopak matanya. "Jadi ... sejak kapan kamu bangun, Ethan?" Fiona tidak menatap mata Ethan, karena fokus Fiona saat ini sepenuhnya tertuju pada bibir Ethan. Bayangan tentang kejadian tadi pagi kini berputar-putar dalam benak Fiona. Fiona masih mengingat dengan jelas ketika Ethan bermain-main di bawah sana. Ketika membayangkan kejadian tersebut, Fiona melamun. Ethan sadar jika wanita di hadapannya melamun, karena itulah, dengan cepat, Ethan memajukan wajahnya, mengecup bibir Fiona. Mendapat kecupan tiba-tiba dari Ethan membuat Fiona terkejut, tapi tak lama kemudian, Fiona tersenyum lebar. Fiona ingin sekali balas mengecup bibir Ethan, tapi Fiona malu untuk melakukannya. "Kamu belum jawab pertanyaan aku, Ethan." "Aku bangun sejak 1 jam yang lalu." Sekarang giliran Ethan yang membelai wajah Fiona. Fiona sangat cantik, tapi menurut Ethan, Fiona jauh lebih cantik ketika mendesah menyebut namanya. "s**t!" Umpat Ethan dalam hati ketika bayangan Fiona yang mendesah sambil menyebut namanya tiba-tiba muncul dalam benaknya. "Lalu apa saja yang sudah kamu lakukan, Ethan?" "Memeluk kamu." Sejak tadi, Ethan tidak melakukan apapun selain berbaring di tempat tidur sambil memeluk Fiona. Sebenarnya Ethan bukan hanya memeluk Fiona, tapi tadi juga sempat bermain-main dengan kedua p******a Fiona. Ethan bersyukur karena Fiona tidak sadar, dan tidak mengingat apa yang tadi ia lakukan. "Benarkah?" Ethan kenapa, Fiona meragukan jawaban Ethan. Ethan berdeham. "Tentu saja, memang apa lagi yang harus aku lakukan?" "Aku pikir kamu akan pergi bekerja." "Aku libur, Fiona." Setelah apa yang terjadi antara dirinya dan Fiona, Ethan tidak akan meninggalkan Fiona. "Sampai kapan liburnya?" "Sampai beberapa hari ke depan." Fiona hanya mengangguk, lalu keduanya pun terdiam. "Ethan," panggil lirih Fiona setelah cukup lama diam. "Apa?" "Bagaimana jika Livy tahu tentang kejadian tadi malam?" "Maksudnya?" "Bagaimana jika Livy tahu tentang apa yang sudah terjadi di antara kita berdua, Ethan?" "Ya biarkan saja, memangny kenapa?" "Tidak apa-apa," balas Fiona cepat. "Lalu bagaimana dengan Madeline?" "Apa hubungannya dengan Madeline?" Ethan menatap bingung Fiona. "Kamu bodoh atau pura-pura bodoh, Ethan!" Pertanyaan Ethan membuat Fiona kesal. "Fiona, aku benar-benat tidak mengerti, jadi tolong jelaskan, apa hubungannya dengan Madeline?" "Madeline kekasih kamu, Ethan! Jadi dia pasti akan marah jika tahu apa yang sudah terjadi di antara kita berdua," ucap kesal Fiona. Ethan tersenyum tipis, akhirnya tahu apa yang saat ini Fiona khawatirkan. "Dengarkan baik-baik, Fiona. Aku dan Madeline bukan sepasang kekasih aku, kita berdua hanya sahabat." "Oh, benarkah?" Fiona tidak akan percaya begitu saja dengan ucapan Ethan. "Kamu tidak percaya?" "Iya, aku tidak percaya." "Baiklah, mari kita buktikan." Ethan meraih ponselnya yang ada di nakas, lalu menghubungi Madeline. Fiona menatap tajam Ethan. "Kamu menghubungi siapa?" "Madeline." "Untuk apa?" Ethan tidak menjawab pertanyaan Fiona. Ethan menempelkan telunjuknya di bibir Fiona, meminta agar Fiona diam. "Halo, Madeline." "Ada apa, Ethan?" "Apa kita berdua berpacaran?" "Hah, berpacaran?" "Jawab saja Madeline, apa kita berdua berpacaran?" "Tentu saja tidak!" Dengan tegas, Madeline menjawab pertanyaan Ethan, dan tentu saja memberi bantahan. "Ethan, kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?" "Fiona berpikir jika kita berdua berpacaran, Madeline." Yang selanjutnya Ethan dan Fiona dengar adalah suara tawa Madeline. "Jadi dia benar-benar berpikir kalau kita berdua berpacaran?" Madeline tidak menyangka jika Fiona akan mempercayai ucapannya waktu itu. "Iya, dia berpikir kalau kita berdua berpacaran." Tawa Madeline semakin menjadi. "Mana Jack?" "Dia ada di dalam kamar mandi, Ethan." "Katakan padanya kalau aku ingin menemuinya, Madeline." "Tentu saja. Aku akan memberi tahu Jack kalau kamu ingin menemuinya." Ethan mengucap terima kasih, dan itulah akhir dari pembicaraan antara Ethan dan Madeline. "Bagaimana? Apa sekarang kamu percaya kalau aku dan Madeline tidak berpacaran?" Fiona menggangguk. "Siapa Jack?" "Kekasih Madeline." Ethan kembali meletakkan ponselnya di nakas, dan setelah itu atensinya kembali tertuju pada Fiona. "Apa kamu lapar?" Fiona mengangguk. Alasan sebenarnya Fiona bangun karena Fiona lapar. "Baiklah, ayo kita makan siang." "Kamu mau makan apa?" Sebenarnya Fiona merasa tidak nyaman saat harus berbicara santai dengan Ethan. Terlebih Fiona tahu kalau usia Ethan berada jauh di atasnya, tapi Fiona juga tidak mau memanggil Ethan dengan sebutan Om saat mereka hanya sedang berdua, Fiona malu, dan rasanya pasti akan sangat aneh. "Aku mau makan kamu lagi, boleh?" Ketika mengatakan kalimat tersebut, tatapan Ethan tertuju pada d**a Fiona. Fiona melotot, lalu secara refleks memukul Ethan. "Kamu lihat apa hah?" teriaknya. Ethan hanya terkekeh, dan sama sekali tidak menghindar ketika Fiona terus memukul sekaligus juga mencubitnya. Fiona berhenti memukul dan mencubit Ethan ketika mendengar tawa Ethan berubah menjadi ringisan kesakitan. "Fiona, apa kamu mau jalan-jalan?" Ethan tahu, pasti rasanya akan sangat bosan jika seharian ini terus berada di apartemen. Jadi Ethan akan mengajak Fiona jalan-jalan, itu juga kalau Fiona mau. "Tentu saja mau, tapi jalan-jalan ke mana?" "Kamu mau pergi jalan-jalan ke mana?" Ethan akan menuruti kemauan Fiona, sekalipun Fiona mengajaknya pergi jalan-jalan ke luar kota atau bahkan luar negeri. Ethan punya waktu libur 1 minggu, sebelum nanti dirinya kembali bekerja. "Bagaimana kalau kita pergi ke pantai?" Fiona mengatakan kalimat tersebut dengan ragu. Fiona takut jika Ethan tidak akan mengiyakan permintaannya. "Boleh, tapi bagaimana kalau kita pergi berlayar?" "Berlayar?" Ulang Fiona antusias. "Iya, berlayar menggunakan kapal pesiar, apa kamu mau?" "Tentu saja mau." Fiona menyahut dengan sangat antusias. Berlayar menggunakan yacth adalah salah satu kesukaan Fiona. Fiona terlihat bahagia ketika ia mengajaknya untuk berlayar, dan itu membuat Ethan sangat senang. "Apa kamu suka berlayar, Fiona?" "Tentu saja aku sangat menyukainya." Fiona menjawab pertanyaan Ethan dengan binar bahagia yang terlihat jelas di kedua manik matanya. "Dulu saat orang tua aku masih ada, kita sering berlayar. Aktivitas itu juga masih terus berlanjut meskipun setelah kematian Ibu, tapi setelah kematian Ayah, aku belum pernah lagi berlayar," lanjutnya sambil tersenyum getir. "Maaf karena sudah merenggut kebahagian kamu, Fiona." Kalimat tersebut hanya bisa Ethan ucapkan dalam hati. Semakin lama, Ethan semakin merasa bersalah karena sudah membunuh Romanov, dan itu terasa sangat menyiksa Ethan. Tapi saat rasa penyesalan itu datang, Ethan selalu meyakinkan dirinya sendiri kalau jika ia tidak membunuh Romanov, mungkin ia tidak akan pernah bertemu dengan Fiona. Wanita yang sejak pertama kali ia lihat sudah berhasil mencuri perhatiannya. "Kenapa?" Fiona merangkum wajah Ethan, menatap lekat mata Ethan yang ternyata jika Fiona perhatikan secara seksama sangatlah indah. "Tidak apa-apa," balas Ethan sambil tersenyum. "Jadi, kapan kita akan pergi berlayar?" Fiona harap secepatnya, karena ia sudah sangat bosan di apartemen. "Setelah kita makan siang." Ethan tidak mau Fiona sakit, jadi sebelum pergi berlayar, Ethan mau mereka sarapan terlebh dahulu. "Baiklah, ayo kita makan siang," ucap Fiona penuh semangat. "Eh kamu mau ke mana?" Ethan menahan Fiona yang baru saja akan menuruni tempat tidur. "Makan siang." "Kamu diam di sini." "Kita mau makan siang di kamar?" "Iya, kita makan siang di kamar." "Kenapa harus di kamar?" "Aku tahu kalau kamu masih merasakan sakit, Fiona." "Iya sih, rasanya masih sakit," jawab lirih Fiona. "Karena itu, kamu tunggu di sini aja. Aku mau ambil makanannya.": "Ok." Ethan keluar dari kamar, dan saat Ethan memasuki dapur, sang koki yang bernama Andrew sedang memasak makanan yang 1 jam sebelumnya sudah Ethan pesan. 1 jam sebelumnya, Ethan memang meminta Andrew untuk memasak menu makan makan siang untuknya juga Fiona. Awalnya, jika Fiona belum juga bangun ketika makanan tersebut sudah siap, maka Ethan akan membangunkannya, tapi ternyata Fiona sudah bangun sebelum Ethan bangunkan. Kedatangan Ethan disadari oleh Andrew. "Andrew, apa masih lama?" "Sebentar lagi, Tuan Ethan." Ethan hanya mengangguk, lalu duduk di kursi yang terletak tak jauh dari tempat Andrew memasak. Sambil menunggu Andrew menyelesaikan masakannya, Ethan menghubungi Q. "Q." "Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" "Saya dan Fiona akan pergi berlayar, jadi tolong persiapkan kapal pesiarnya." "Baik, Tuan, akan segera saya persiapkan secepatnya." "Saya hanya ingin pergi berdua dengan Fiona, jadi kamu tidak usah memanggil para kru." "Anda hanya akan pergi berdua dengan Nona Fiona, Tuan?" "Iya, Q, jadi tidak usah memakai kapal pesir yang besar, yang sedang saja." "Baik, Tuan." "Terima kasih, Q" "Sama-sama, Tuan Ethan." Ethan baru saja akan kembali memberi tahu Q jika ada hal yang harus Q lakukan, tapi ternyata panggilannya dengan Q sudah berakhir. Ethan akhirnya mengirim pesan pada Q, memberi tahu Q semua permintaannya. "Tuan Ethan, makanannya sudah siap." "Ok." Ethan menghampiri Andrew, lali membawa semua makanan tersebut ke kamar Fiona. 1 jam kemudian, Ethan dan Fiona selesai makan siang. Setelah makan siang, keduanya pun bersiap-siap untuk pergi berlayar. "Fiona, aku tunggu di luar ya." Ethan belum memberi tahu Marco jika hari ini dirinya akan pergi berlayar, karena itulah Ethan akan keluar terlebih dahulu untuk menemui Marco. "Ok." Ethan keluar dari kamar, meninggalkan Fiona yang saat ini sedang merapikan rambutnya. Ethan menghampiri Marco yang saat ini sedang duduk di sofa, dengan laptop di hadapannya. "Marco." "Iya, Tuan Ethan." "Saya dan Fiona akan pergi berlayar." "Baik, Tuan. Saya akan meminta Alex dan Evans untuk menemani Anda pergi berlayar." "Tidak usah!" Untuk pertama kalinya Ethan menolak pergi di temani oleh para pengawal. "Saya hanya ingin berdua dengan Fiona tanpa pengawalan." "Apa Anda yakin, Tuan?" Marco bertanya ragu. "Tentu saja, Marco. Apa kamu meragukan kemampuan saya?" "Bukan maksud saya meragukan kemampuan Anda, Tuan. Saya hanya takut terjadi sesuatu yang buruk pada Anda dan Nona Fiona." Ethan terkekeh. "Kamu tenang saja, Marco, saya tahu kalau kamu tidak bermaksud meragukan kemampuan saya, saya tahu kalau kamu mengkhawatirkan keselamatan saya dan Fiona." "Iya, saya mengkhawatirkan keselamatan Anda dan Nona Fiona, Tuan." "Kalau begitu, kamu tempatkan saja para pengawal di dermaga, jadi jika terjadi sesuatu yang buruk pada saya dan Fiona, mereka bisa cepat datang." "Baik, Tuan. Saya akan menempatkan beberapa pengawal di dermaga." Tak lama kemudian, Fiona keluar dari kamar, menghampiri Ethan dan Marco yang sedang berbincang. Kedatangan Fiona di sadari oleh kedua pria tersebut. "Sudah siap?" "Sudah." "Ya sudah, ayo kita berangkat." "Kita tidak pamit dulu pada Livy?" "Livy tidak ada, dia sedang keluar bersama dengan Bastian." Ethan menautkan tangan kanannya dengan tangan Fiona, lalu melangkah menuju lift. Saat ini mereka berdua sudah berada di dalam lift yang bergerak turun. "Ethan." "Iya, kenapa? Apa ada yang tertinggal?" "Tidak ada yang tertinggal, Ethan." "Lalu?" "Apa kita hanya akan pergi berdua?" "Iya, kita hanya akan pergi berdua, kenapa? Apa kamu keberatan jika kita hanya pergi berdua?" "Sama sekali tidak. Justru aku senang karena kita hanya akan pergi berdua saja." Ethan terkekeh, lalu memeluk posesif pinggang Fiona menggunakan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya kini berada di belakang leher Fiona. Fiona tahu apa yang Ethan inginkan, karena itulah Fiona segera mengalungkan kedua tangannya pada leher Ethan. Ethan memiringakan wajahnya, begitu juga dengan Fiona. Dengan cepat, Ethan memanggut bibir ranum Fiona. Bagi Fiona, Ethan adalah pria pertama yang menciumnya, juga berciuman dengannya. Tapi bagi Ethan, Fiona bukan wanita pertama yang diciumnya. Jadi Ethan sudah sangat mahir saat berciuman, berbeda dengan Fiona yang masih kaku, dan masih harus banyak belajar. Ciuman Ethan dan Fiona terlepas ketika keduanya sadar jika mereka akan segera sampai di basement. "Ethan, apa saja yang nanti akan kita lakukan di atas kapal pesiar?" "Bagaimana kalau kita bercinta di tengah lautan, Sayang?" Itulah yang ada dalam benak Ethan saat tahu dirinya dan Fiona akan pergi berlayar. Saat ini ada banyak sekali fantasi liar yang memenuhi pikiran Ethan. Ethan harap, semua fantasi liarnya akan terwujud, dan berharap jika pikiran Fiona saat ini sama dengan dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD