04 - Kegelisahan Ethan.

1540 Words
Hampir 10 jam telah berlalu sejak Fiona pergi meninggalkan apartemen, dan sekarang sudah pukul 9 malam, tapi Fiona belum juga pulang. Sejak beberapa jam yang lalu, Ethan sudah menunggu kepulangan Fiona. "s**t! Kenapa Fiona belum juga pulang?" Untuk kesekian kalinya Ethan mengumpat sekaligus menggerutu. Ethan kesal karena sampai saat ini, Fiona belum juga pulang. Ethan menunduk, kembali menatap jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ethan menghela nafas panjang, lalu menyandarkan punggungnya di sofa dengan mata terpejam. "Dia tidak mungkin kabur, kan?" gumam Ethan frustasi. Ethan tidak bisa mengetahui di mana posisi Fiona saat ini mengingat Fiona pergi tanpa kedua pengawalnya. Ethan juga tidak bisa melacak posisi Fiona, karena Ethan memang tidak memasang alat pelacak di ponsel atau mobil yang saat ini Fiona gunakan. Awalnya Ethan tidak mau memasang alat pelacak di ponsel atau mobil Fiona, tapi setelah apa yang terjadi hari ini, Ethan berniat untuk memasang alat pelacak di ponsel atau barang Fiona yang lainnya. Bila perlu, Ethan akan memasang alat pelacak tersebut di tubuh Fiona, agar hasilnya jauh lebih akurat, tentu saja tanpa sepengetahuan Fiona. Tak lama kemudian, kelopak mata Ethan yang sebelumnya terpejam kembali terbuka. Ethan lantas memutar jengah bola matanya, lalu menutup kedua telinganya menggunakan kedua telapak tangannya. "s**t! Tidak bisakah mereka pelan sedikit? Berisik sekali!" Ethan kembali mengumpat sekaligus menggerutu begitu mendengar suara desahan penuh kenikmatan dari sepasang sejoli yang saat ini sedang memadu kasih. Wajar saja jika Ethan bisa mendengar suara desahan tersebut, itu karena kamar yang di tempati sepasang sejoli itu terletak tak jauh dari posisi Ethan duduk. Sekarang Ethan hanya bisa berdoa, semoga saja Fiona cepat pulang agar ia bisa segera istirahat. Ethan tidak bisa pergi istirahat jika Fiona belum pulang. Ethan tidak akan bisa tenang sebelum melihat Fiona dengan mata kepalanya sendiri. "Cepatlah pulang, Fiona," pinta Ethan memelas. Wajah Ethan yang sejak tadi tertunduk terangkat. Dengan cepat, Ethan menoleh begitu mendengar suara lift terbuka. Akhirnya orang yang sejak beberapa jam lalu Ethan tunggu kepulangannya muncul juga. "Akhirnya dia pulang juga," gumam Ethan dengan perasaan lega. Sejak tadi, pikiran Ethan sangat kacau. Ethan takut terjadi sesuatu yang buruk pada Fiona, terlebih tadi Fiona pergi tanpa kedua pengawalnya. Jadi ketika melihat Fiona dalam keadaan baik-baik saja, Ethan luar biasa lega. Ethan segera menghampiri Fiona yang terlihat sekali terkejut begitu melihatnya. Fiona jelas terkejut ketika melihat Ethan, itu karena awalnya Fiona berpikir jika Ethan sudah pergi meninggalkan apartemen. Tapi ternyata, Ethan masih ada. "Kenapa baru pulang?" Tanpa sadar, Ethan bertanya dengan nada cukup tinggi, dan itu sangat mengejutkan Fiona. Secara naluriah, Fiona melangkah mundur, menjaga jarak dari Ethan ketika sadar jika jarak diantara mereka terlalu dekat. "Ma-maaf," lirih Fiona sambil menunduk, menghindari tatapan tajam yang Ethan berikan. "Hanya maaf?" Ethan bertanya sinis, bahkan kini kedua tangannya bersedekap. Pertanyaan Ethan membuat Fiona kesal. Fiona memberanikan diri mengangkat wajahnya, lalu balik menatap Ethan dengan raut wajah judes. "Lalu kamu mau aku mengatakan apa selain kata maaf?" tanyanya ketus. "Tentu menjelaskan alasan kenapa kamu bisa pulang terlambat?" "Terlambat? Memangnya sejak kapan ada peraturan yang mengharuskan aku pulang sebelum pukul 10 malam?" "Ada, dan aturan tersebut berlaku mulai hari ini!" Ethan menyahut tegas. "Mulai hari ini, kamu tidak boleh lagi pergi sendiri, dan sebelum pukul 10 malam, kamu harus sudah ada di apartemen, mengerti?" Fiona baru saja membalas ucapan Ethan, tapi niat tersebut segera Fiona urungkan. Kedua mata indah Fiona membulat begitu telinganya mendengar suara jeritan seorang wanita. Fiona bukan wanita polos, jadi Fiona tahu kalau wanita tersebut menjerit bukan karena kesakitan, tapi karena kenikmatan. Tanpa sadar, Fiona meneguk kasar ludahnya, dan seketika membayangkan apa yang sedang terjadi pada wanita tersebut sampai akhirnya wanita itu terus menjerit penuh kenikmatan. "s**t!" umpat Fiona dalam hati. Ekspresi wajah Fiona saat ini terlihat sangat menggemaskan bagi Ethan. Ethan mencondongkan tubuhnya, menatap lekat kedua mata Fiona. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Fiona? Kamu membayangkannya, hm?" tanyanya dengan seulas senyum tipis yang menghiasi wajah tampannya. Fiona seketika merasa gugup, bahkan kini kedua bola matanya bergerak tak tentu arah. Bukan hanya itu, kedua tangan Fiona yang sejak tadi saling bertaut juga mulai mengeluarkan keringat. Kegelisahan serta kegugupan Fiona disadari oleh Ethan. "Mereka benar-benar berisik," gerutu Ethan yang juga masih bisa di dengar oleh Fiona. Ethan meraih tangan kanan Fiona, menautkan jemarinya dengan jemari lentik Fiona. Apa yang Ethan lakukan membuat Fiona terkejut, dan semakin terkejut begitu Ethan menariknya melangkah menuju lift. Fiona pikir, setelah berada di dalam lift, Ethan akan melepaskan tautan jemari mereka, tapi ternyata tidak. Fiona mencoba untuk melepaskan tangannya dari genggaman tangan Ethan, namun sayangnya, Ethan tidak mau melepaskannya. "Lepas," pinta Fiona memeles. Ethan tiba-tiba berbalik menghadap Fiona tanpa melepaskan tangan Fiona dari genggamannya. Fiona sudah membaca pergerakan Ethan, jadi ketika tahu Ethan akan berbalik menghadap ke arahnya, Fiona menunduk. Ethan terus menatap intens Fiona, dan Fiona sadar akan hal itu meskipun posisi Fiona saat ini sedang menunduk. Fiona memberanikan diri mengangkat wajahnya, menatap balik Ethan. Jantung Fiona yang sejak tadi sudah berdetak dengan sangat cepat semakin berdetak cepat ketika melihat wajah Ethan. "Ada apa? Ke-kenapa menatapku seperti itu?" Tatapan intens Ethan berhasil membuat rasa gugup Fiona semakin bertambah. Ethan tidak menjawab pertanyaan Fiona. Ethan malah melangkah mendekati Fiona, lalu tanpa sadar, Fiona terus melangkah mundur sampai akhirnya punggungnya membentur dinding lift. Tangan kiri Fiona menahan tubuh Ethan agar tidak semakin menempel dengan tubuhnya. Ethan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Fiona, menghirup dalam-dalam aroma tubuh Fiona. Aroma tubuh Fiona adalah aroma vanila, aroma yang sangat Ethan sukai. "Wangi," bisik Ethan sensual. Bisikkan sensual Ethan berhasil membuat bulu kuduk Fiona berdiri, lalu di saat yang bersamaan, Fiona merasakan sensasi yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. Dengan tangan bergetar, Fiona mencoba untuk menjauhkah wajah Ethan dari ceruk lehernya ketika sadar jika tidak seharusnya mereka seperti sekarang ini. Sayangnya, usaha Fiona kali ini kembali gagal. Bukannya semakin menjauh, wajah Ethan malah semakin tenggelam di ceruk leher Fiona. Bahkan kini, Ethan bukan hanya menghirup aroma tubuh Fiona, tapi sudah berani untuk mengecup leher jenjang Fiona yang terexpose mengingat Fiona menyanggul asal rambut panjangnya. Fiona meremas kuat bahu Ethan, lalu tanpa sadar memejamkan matanya dan memiringkan wajahnya, memberi Ethan akses agar bisa semakin leluasa mengexplore leher jenjangnya. "Rilexs, Fiona," bisik Ethan sensual. Ini adalah kali pertama ada pria yang berani menyentuhnya seperti tadi, jadi wajar saja jika Fiona sangat gugup, dan tegang. Fiona bukan hanya merasa gugup dan tegang, tapi Fiona juga merasa kedua kakinya lemas tak bertenaga. Ethan tahu jika Fiona merasa lemas, karena itulah Ethan langsung menggendong Fiona ala brydal style. Fiona terkejut dengan apa yang Ethan lakukan, tapi Fiona memilih diam, tidak menolak. Fiona mengalungkan kedua tangannya pada leher Ethan, lalu menyembunyikan wajah yang sudah merona di ceruk leher Ethan. Ethan tersenyum, dan tanpa sadar mengecup ubun-ubun kepala Fiona. Saat itu juga, jantung Fiona berdetak lebih cepat dari biasanya. Dalam hati Fiona terus berdoa, semoga saja tidak ada yang melihatnya dan Ethan. Fiona takut kalau orang tersebut akan melaporkannya pada Livy, dan dirinya mendapatkan amukan kemarahan dari Livy. Perasaan Fiona berubah lega ketika dirinya dan Ethan sudah memasuki kamar. Ethan seolah takut menyakiti Fiona, oleh karena itulah Ethan membaringkan Fiona di tempat tidur dengan sangat hati-hati. "Istirahatlah, kamu pasti lelah," ucap Ethan sesaat setelah mengecup kening Fiona, hal yang sebelumnya tidak pernah Fiona duga akan Ethan lakukan padanya. Fiona hanya mengangguk, tak mampu untuk membalas ucapan Ethan. Fiona tak tahu, apa yang harus ia katakan pada Ethan. Fiona pikir, Ethan akan langsung pergi meninggalkannya setelah memintanya untuk beristirahat, tapi ternyata Ethan malah diam dan terus menatapnya dengan intens. Fiona mengikuti arah pandang Ethan, lalu tanpa sadar menggigit gemas bibir bawahnya. Apa yang Fiona lakukan membuat Ethan sadar jika sejak tadi ia terus menatap ke arah bibir ranum Fiona. Ethan tidak mau lepas kendali, jadi Ethan memutuskan untuk segera pergi meninggalkan kamar Fiona. Begitu sudah berada di luar kamar Fiona, Ethan mengumpat. "Dasar bodoh!" Umpatan tersebut Ethan berikan pada dirinya sendiri yang hampir saja hilang kendali, dan menyentuh Fiona. Ethan terus mengumpat, bahkan sampai memukul tembok di hadapannya. Ethan ingin sekali berteriak, tapi Ethan takut jika Fiona akan mendengar teriakannya. "Fiona benar-benar berbahaya," lirih Ethan dengan nafas memburu serta kedua tangan yang mengepal. Ethan sadar jika sejak awal dirinya melihat Fiona, ia sudah tertarik putri dari psikopat yang sudah membunuh kedua orang tuanya. Itulah salah satu alasan kenapa Ethan sangat jarang sekali mengunjungi apartemen Livy yang juga menjadi tempat tinggal bagi Fiona. Entah meraih ponselnya, menghubungi seseorang yang bisa membantunya melupakan Fiona walau hanya sejenak. "Halo, Madeline." "Ethan!" Ethan memutar jengah bola matanya ketika mendengar teriakan histeris Madeline. "Berhentilah berteriak, Madeline!" "Maaf," kekeh Madeline. "Jadi, ada apa?" Ethan sangat jarang menghubunginya, dan akan menghubunginya jika ada hal penting saja. Madeline jadi penasaran, apa yang kali ini Ethan butuhkah darinya. "Sekarang datanglah ke apartemen terbaru Livy, alamatnya akan ku kirimkan melalui pesan." "Ah, adik kecilmu butuh belaian, hm?" tanya Madeline dengan nada menggoda. "Berhentilah bertanya Madeline." Ethan berkata ketus. "Baiklah, baiklah. Aku akan datang sekarang juga, tahan ya Baby." Ethan tidak menanggapi ucapan Madeline, dan memilih untuk menekan tanda merah di layar ponselnya. 1 jam sudah berlalu sejak Ethan pergi meninggalkan kamar Fiona. Sejak saat itu juga Fiona mencoba untuk tidur, tapi Fiona sama sekali tidak bisa tertidur. Kejadian beberapa menit yang lalu antara dirinya dan Ethan sangat mengusik Fiona, membuat Fiona sulit tidur. Awalnya Fiona memang sulit tidur, tapi pada akhirnya, Fiona bisa tertidur pulas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD