08 - Kecurigaan Madeline.

1509 Words
"Max! Shila!" Langkah Max dan juga Shila terhenti begitu mendengar nama mereka di panggil oleh Fiona. Max dan Shila menoleh, tersenyum lebar pada wanita yang baru saja berteriak memanggil mereka. Fiona melambaikan tangan kanannya, lalu berlari mendekati Max juga Shila yang memilih untuk diam di tempat. Fiona terlebih dulu memeluk Shila, setelah itu barulah memeluk Max. "Max, maaf karena tadi pagi aku tidak bisa berangkat sama kamu." Fiona langsung meminta maaf atas kejadian tidak mengenakan yang tadi pagi terjadi. Setelah meminta maaf secara langsung pada Max, perasaan Fiona berubah menjadi lega. "Santai saja, Fiona." Max sama sekali tidak marah atas kejadian tadi pagi. Fiona mengucap terima kasih, benar-benar lega karena Max tidak marah padanya. "Fiona, kamu sudah makan siang?" Shila yang sejak tadi menyimak percakapan Max dan Fiona akhirnya bertanya. "Belum, bagaimana dengan kalian berdua? Apa kalian berdua sudah makan siang?" Fiona berharap Max dan Shila belum makan siang supaya mereka bisa makan siang bersama. Max dan Shila dengan kompak menggeleng. "Jadi kalian berdua juga belum makan siang?" Saking antusianya, Fiona bahkan sampai berteriak. Teriakan Fiona menarik perhatian dari orang-orang yang saat ini sedang berlalu lalang di sekitar mereka, tapi Max, Shila, dan Fiona sama sekali tidak memperdulikan mereka semua. "Belum, Fiona." Shilalah yang menjawab pertanyaan Fiona. "Ya sudah, sebaiknya sebelum kita pulang, kita makan siang dulu. Bagaimana? Apa kalian berdua mau?" tanya Fiona penuh harap. Max dan Shila saling tatap, sebelum akhirnya kedua mengangguk, setuju untuk makan siang terlebih dahulu sebelum pulang. Setelah berdiskusi yang hanya memakan waktu tak lebih dari 5 menit, akhirnya Max, Shila, dan Fiona memutuskan untuk makan di salah satu restoran mewah yang terletak tak jauh dari kampus. Max dan Shila menggunakan 1 mobil yang sama, sementara Fiona pergi menuju restoran tersebut bersama dengan kedua pengawalnya, Cindy juga Evelyn. Pagi tadi, Ethan sudah memberi titah tegas pada Evelyn juga Cindy supaya tidak membiarkan Fiona pergi sendiri sekalipun Fiona yang memintanya, karena itulah sekarang Fiona tidak bisa lagi sebebas sebelumnya. Cindy dan Evelyn ikut makan siang bersama Max, Shila, dan Fiona, hanya saja keduanya duduk di meja yang terletak cukup jauh dari meja yang Fiona serta kedua temannya duduki. 30 menit sudah berlalu sejak Fiona memutuskan untuk makan siang bersama Max dan Shila. Saat ini, ketiganya masih menikmati makan siang, yang di selingi dengan canda. Cindy terlebih dahulu menyelesaikan makan siangnya, sementara saat ini Evelyn masih sibuk berkutat dengan makan siangnya. Ponsel milik Cindy yang berada di saku celana tiba-tiba berdering. Cindy bergegas meraih ponselnya, raut wajahnya berubah bingung begitu melihat jika yang saat ini ia lihat di layar ponselnya adalah deretan angka. "Siapa?" "Gue enggak tahu, nomor baru." Cindy lantas menunjukkan layar ponselnya pada Evelyn. "Ah iya, nomor baru. Angkat aja, siapa tahu penting." Cindy mengangguk, lalu mengangkat panggilan tersebut. Cindy memutuskan diam, tidak akan berbicara sebelum orang yang meneleponnya berbicara terlebih dahulu. "Di mana posisi kalian saat ini?" Cindy hampir saja tersedak begitu mendengar suara tegas nan dingin milik sang atasan, siapa lagi kalau bukan Ethan. "Tu-tuan Ethan?" tanyanya memastikan. Evelyn yang sedang makan sontak tersedak begitu mendengar ucapan Cindy. "Iya, ini saya. Jadi di mana posisi kalian sekarang?" "Posisi kami saat ini ada di restoran yang terletak dekat kampus Nona Fiona, Tuan Ethan. Kami sedang makan siang." "Hanya kalian bertiga?" "Tidak, Tuan. Saat ini Nona Fiona bersama dengan temannya, Max dan juga Shila." *** Sampai saat ini, Ethan masih berada di ruang kerja Eden. "Bagaimana, Ethan? Apa semuanya sesuai?" "Sesuai, Eden." Sebenarnya Ethan menghubungi Cindy karena Ethan ingin memastikan apakah alat pelacak lokasi yang semalam ia pasang di mobil milik Fiona berjalan dengan lancar, atau tidak? Dan ternyata, semuanya sesuai. Posisi di mana Fiona sekarang ini sama persis seperti yang ada di layar ponselnya. Itu artinya mulai hari ini, Ethan bisa tahu di mana posisi Fiona tanpa harus bertanya terlebih dahulu pada kedua pengawal Fiona. "Syukurlah kalau sesuai." Eden senang karena semuanya berjalan lancar sesuai dengan rencana. "Ethan, apa lo masih berniat untuk memasang alat pelacak di tubuh Fiona?" "Bagaimana menurut lo?" Bukannya memberi Eden jawaban, Ethan malah balik bertanya, meminta pendapat Eden tentang rencananya yang ingin memasang alat pelacak di tubuh Fiona. "Kalau gue sih setuju." Ya, Eden sangat setuju dengan rencana tersebut. "Kenapa lo bisa setuju? Apa alasannya?" Ethan ingin tahu, apa alasan Eden menyetujui rencananya tersebut. "Ethan, kita enggak tahu apa yang nanti akan terjadi, jadi lebih baik jika kita juga memasang alat pelacak di tubuh Fiona, bukan hanya di mobil yang biasanya Fiona gunakan." Hal yang paling Eden takutkan adalah, Eden takut jika Fiona akan kabur setelah tahu jika sebenarnya Fiona adalah seorang psikopat, dan Ethanlah yang sudah membunuh Ayahnya. Eden 100% yakin, Fiona pasti akan kabur, dan jika Fiona berhasil melakukannya, maka Fiona akan menyusun strategi untuk membalas dendam pada Ethan yang sudah membunuh Ayahnya. Itu artinya, Fiona tidak akan segan-segan membunuh Ethan, juga semua orang yang terlibat dalam pembunuhan berencana Romanov, termasuk dirinya dan Livy. "Kalau begitu, panggilkan Dokter Crelisa, kita harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan dia sebelum membawa Fiona ke tempatnya." "Ok, akan gue lakukan sekarang juga." Eden meraih ponselnya, lalu menghubungi Dokter Crelisa yang tak lain tak bukan adalah keponakannya sendiri. Setelah menghubungi Dokter Crelisa, Ethan dan Eden lanjut berdiskusi tentang misi yang harus Ethan lakukan selanjutnya. Jika Ethan dan Eden sibuk berdiskusi, maka lain halnya dengan Livy dan Madeline yang saat ini sedang bersantai di ruang keluarga sambil menonton televisi. "Marco bilang, semalam kalian berdua pergi ke luar? Kalian berdua pergi ke mana?" Livy ingin tahu ke mana semalam Ethan dan Madeline pergi. Sebelumnya Livy sudah bertanya pada Marco, tapi ternyata Marco sama sekali tidak tahu menahu ke mana semalam Ethan dan Madeline pergi. Livy tidak punya pilihan lain selain bertanya pada Madeline, karena tadi Livy lupa bertanya pada Ethan. "Kita pergi ke bengkel, Livy." Awalnya atensi Livy tertuju pada layar televisi, tapi begitu mendengar jawaban Madeline, atensi Livy pun tertuju pada Madeline. "Ke bengkel? Untuk apa pergi ke bengkel malam-malam?" "Memasang alat pelacak di mobil milik Fiona." "Apa? Alat pelacak?" teriak Livy dengan kedua mata melotot. Teriakan Livy mengejutkan Madeline. Madeline sama sekali tidak berpikir jika Livy akan berteriak. "Maaf," ucap Livy, merasa bersalah ketika melihat betapa terkejutnya Madeline begitu mendengar teriakannya. "Untung aja gue enggak punya riwayat penyakit jantung, coba kalau punya, gue pasti udah enggak sadarkan diri," keluh Madeline sambil terus mengusap dadanya. Livy terkekeh, tapi tak itu tak bertahan lama, raut wajah Livy kembali berubah menjadi lebih serius. "Jadi semalam kalian berdua pergi ke bengkel untuk memasang alat pelacak di mobil milik Fiona?" "Iya, memasang alat pelacak di mobil milik Fiona. Ethan enggak bilang sama kamu tentang hal ini?" Madeline menatap bingung Livy. Livy menjawab pertanyaan Madeline dengan gelengan kepala. "Aku pikir Ethan udah bilang sama kamu tentang hal ini." "Ethan enggak bilang apapun soal masalah itu," keluh Livy dengan raut wajah masam. Madeline berbalik menghadap Livy, menatap intens Livy. "Livy." "Iya, kenapa?" "Semalam Ethan bilang kalau Fiona adalah teman kamu, tapi entah kenapa, aku merasa jika Fiona bukan teman kamu." Madeline mengatakan kalimat tersebut dengan raut wajah serius. "Aku tidak mau menjawab pertanyaan kamu, Madeline, kamu bisa mencaritahunya sendiri." Livy merasa percuma saja jika ia berbohong pada Madeline, mengatakan jika Fiona memang temannya. Sekarang Madeline sudah curiga, itu artinya Madeline memang tidak akan mempercayai ucapan Ethan sebelumnya, begitu pula ucapannya. "Baiklah, nanti aku akan mencaritahu sendiri tentang siapa Fiona sebenarnya." Sebenarnya tanpa Livy suruh pun dirinya memang berniat untuk mencari tahu tentang Fiona, semuanya tanpa terkecuali. "Dan jika kamu sudah mengetahuinya, maka jangan memberitahu siapapun semua informasi tentang Fiona," ucap lirih Livy. "Tentu saja tidak akan." Ucapan Livy barusan membuat Madeline menjadi semakin penasaran sekaligus tertarik pada sosok Fiona, Siapa sebenarnya Fiona? Kenapa Ethan begitu sangat protektif pada Fiona? Apa Fiona adalah orang yang sangat penting? Sampai-sampai Ethan begitu posesif pada Fiona? "Kapan Fiona akan pulang?" "Sebentar lagi dia akan pulang." Ucapan Livy terbukti benar, selang beberapa menit kemudian, Fiona datang. Fiona pikir, Madeline sudah pergi bersama dengan Ethan, tapi ternyata Madeline masih ada. Fiona tahu jika Ethan sudah pergi dari kedua pengawal yang berjaga di depan lift basement. Tadi sebelum memasuki lift, Fiona terlebih dahulu bertanya pada keduanya, dan kedua pengawal tersebut mengatakan jika Ethan sudah pergi sejak tadi pagi. "Fiona, apa kamu sudah makan?" "Sudah." Fiona menjawab singkat pertanyaan Madeline. Raut wajah Madeline berubah kecewa. Itu karena Madeline berharap jika Fiona belum makan siang, jadi mereka bisa makan siang bersama. "Ya sudah, sebaiknya sekarang kamu istirahat." Livy tahu, Fiona pasti lelah, terlihat jelas dari raut wajahnya. Fiona mengangguk, lalu pergi meninggalkan Livy juga Madeline. "Setelah aku perhatikan lagi secara seksama, aku semakin yakin jika aku pernah bertemu dengan Fiona sebelumnya. Wajah Fiona benar-benar sangat familiar." Livy diam, tidak menanggapi ucapan Madeline. Livy sama sekali tidak terkejut begitu mendengar ucapan Madeline. Wajar jika Madeline merasa jika sebelumnya pernah bertemu dengan Fiona, itu karena beberapa bulan sebelum operasi pembunan Romanov di laksanakan, Madeline sempat bertemu secara langsung dengan Romanov. Saat itu Ethan menugaskan Madeline untuk melakukan penyamaran. Saat itulah Madeline bertemu dengan Romanov. Jika dilihat secara sekilas, wajah Romanov dan Fiona memang tidak mirip, tapi jika di perhatikan secara seksama, wajah keduanya sangat mirip, terutama di bagian matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD