26 - Kelegaan Ethan.

2001 Words
Pagi ini, Ethan bangun dalam keadaan yang bisa dikatakan tidak baik-baik saja. Ethan merasa kepalanya sakit, begitu juga dengan matanya yang terasa sakit juga perih, lalu hidungnya yang terasa mampet, dan yang terakhir adalah tenggorokannya. Ethan terlebih dahulu melirik ke arah jendela kamar yang masih tertutup sebelum akhirnya menatap ke arah jam yang terpasang kokoh di dinding kamar. "Ternyata sudah siang." Ethan pikir, ini masih pagi, tapi ternyata sudah siang, itu artinya ia sudah melewatan sarapannya. Ethan memijat keningnya, lalu menatap ke arah Fiona yang masih tertidur pulas. Ethan bergeser mendekati Fiona, secara perlahan menyibak rambut yang menutupi seluruh wajah cantiknya. "Jadi semalam dia juga menangis?" gumam Ethan setelah melihat betapa sembabnya kedua mata Fiona. "Maaf, Fiona." Untuk kesekian kalinya Ethan meminta maaf. Ethan menunduk, melabuhkan kecupan di kening Fiona, sebelum akhirnya melabuhkan bibirnya di bibir Fiona yang sedikit pucat. Fiona terusik, tapi tidak sampai terbangun. Ethan hanya terkekeh, lalu secara perlahan, menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, kemudian menuruni tempat tidur dengan gerakan sepelan mungkin. Ethan tahu jika sekarang sudah siang, tapi Ethan sama sekali tidak berniat untuk membangunkan Fiona. Waktu yang Ethan habiskan di kamar mandi hanya sekitar 20 menit. Sebenarnya Ethan ingin berendam, tapi karena sudah sangat lapar, Ethan mengurungkan niatnya untuk berendam. Semalam Ethan tidak makan malam, dan sekarang bangunnya siang, jadi perut Ethan tidak bisa berhenti berbunyi. Ethan pikir, setelah ia selesai mandi, Fiona sudah bangun, namun ternyata Fiona masih tertidur, kali ini dengan posisi yang berbeda dari sebelumnya. Sebelumnya Fiona tidur dengan posisi menyamping, tapi sekarang, Ethan tidur dengan posisi terlentang. Ethan tahu Fiona pasti lelah, karena itulah, Ethan memutuskan untuk tidak membangunkan Fiona. Ethan akan membiarkan Fiona istirahat, mungkin 1 atau 2 jam lagi, dan jika dalam kurun waktu 2 jam ke depan Fiona tidak kunjung bangun, maka Ethan akan membangunkan Fiona. Ethan keluar dari kamar, dan tempat yang selanjutnya akan Ethan datangi adalah ruang makan. Ting! Suara lift yang baru saja terbuka berhasil menarik perhatian Livy yang sejak tadi berbincang dengan pelayan. Livy baru saja menanyakan di mana kamar Ethan dan Fiona pada pelayan tersebut. Livy menoleh, bertepatan dengan Ethan yang baru saja keluar dari dalam lift. Livy menghampiri Ethan yang juga sudah melihat kehadiran Livy. "Ethan, mana Fiona?" Livy hanya melihat Ethan, jadi Livy ingin tahu, di mana Fiona sekarang ini. "Fiona ada di kamar, dia masih tidur." Ethan menjawab pertanyaan Livy sambil terus melangkah menuju ruang makan, diikuti oleh Livy yang berjalan tepat di belakangnya. "Tumben banget Fiona masih tidur." Begitu tahu jika Fiona masih tidur, Livy tentu saja terkejut, mengingat ini sudah siang. Jika Fiona masih tidur, itu artinya, Fiona tidak sarapan. "Iya, dia tampak lelah, jadi aku tidak tega untuk membangunkannya." Sempat terbesit dalam pikiran Ethan untuk membangunkan Fiona, tapi ketika melihat betapa pulasnya Fiona tertidur, Ethan merasa tidak tega. "Akhir-akhir ini Fiona memang memiliki banyak sekali kegiatan. Baik itu kegiatan di dalam, atau di luar kampus." Sejak 2 bulan yang lalu, jadwal Fiona sangat padat. "Apa kamu tahu, apa saja kegiatan Fiona, Livy?" "Tentu saja aku tahu, Ethan." Livy berlari mengejar Ethan, dan berhasil menghentikan langkah Ethan. Sekarang Livy sudah berdiri di hadapan Ethan. Livy merangkum wajah Ethan menggunakan kedua telapak tangannya, mengamati secara seksama wajah sang adik. "Wajah kamu sembab, dan suara kamu juga serak, itu artinya kamu baru saja menangis, Ethan." "Iya." Ethan menjawab singkat pertanyaan Livy sambil melepas kedua tangan Livy dari wajahnya. Ethan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, diikuti oleh Livy yang kini berjalan di sampingnya. Ethan memilih untuk jujur, membenarkan ucapan Livy tentang dirinya yang baru saja menangis. Ethan tidak mau berbohong, karena percuma saja berbohong, Livy pasti tidak akan percaya jika ia mengatakan ia tidak habis menangis. Sekarang Ethan dan Livy sudah berada di ruang makan. Kedatangan keduanya di sambut oleh para pelayan yang sedang menyiapkan makan siang. "Tolong buatkan saya kopi," ucap Ethan pada salah satu pelayan yang berdiri di hadapannya. "Baik, Tuan." Pelayan tersebut pergi dari hadapan Ethan untuk membuatkan pesanan Ethan. Livy duduk dengan posisi menghadap ke arah Ethan. "Ethan, apa yang sebenarnya sudah terjadi?" tanyanya tidak penasaran sekaligus tidak sabaran. "Banyak yang sudah terjadi, Livy." Ethan menjawab pertanyaan Livy sambil tersenyum tipis. "Memang banyak yang sudah terjadi selama kamu pergi, Ethan." Livy membalas dengan tak kalah pelan. "Tapi Ethan, apa Fiona baik-baik saja?" Livy jadi penasaran, apa yang sebenarnya sudah terjadi antara Ethan dan Fiona. Jika Ethan saja menangis, apa itu artinya semalam Fiona juga menangis? Lalu apa yang keduanya tangisi? "Fiona baik-baik saja, Livy." Ethan menjawab pertanyaan Livy dengan penuh keraguan. Secara fisik, Fiona memang terlihat baik-baik saja, tapi Ethan tahu, jika batin Fiona pasti sangat tersiksa. "Syukurlah kalau Fiona baik-baik saja." Perasaan Livy pun berubah menjadi lega. "Livy, jawab dengan jujur pertanyaan aku, apa Fiona dan Calvin berpacaran?" Ethan menatap lekat Livy, dan kali ini sangat berharap jika Livy menjawab jujur pertanyaannya. Livy menatap Ethan dengan kedua alis bertaut. "Memangnya kenapa?" Ethan baru saja akan menjawab pertanyaan Livy ketika ponsel miliknya tiba-tiba bergetar. Ethan meraih ponselnya, kemudian membaca laporan yang baru saja Q kirimkan. Tadi sebelum pergi mandi, Ethan mengirim pesan pada Q, meminta supaya Q mengirimkan ulang laporan tentang Calvin. "Ah, ternyata Calvin bukan pria lajang," gumam Ethan yang bisa Livy dengar dengan jelas. "Maksud kamu apa, Ethan?" Livy menatap Ethan dengan kedua mata melotot. "Lihat dan bacalah sendiri." Ethan menyerahkan ponselnya pada Livy, meminta supaya melihat dengan mata kepalanya sendiri. Deagan gerakan sangat cepat, Livy meraih ponsel Ethan, kemudian membaca semua laporan yang ada di ponsel Ethan. "Jadi Calvin sudah menikah dan memiliki 2 orang anak?" Teriak Livy menggelegar. Ethan mengangguk. "Iya, dan saat ini istri serta anaknya tinggal di New York. "Dasar pria b******k!" Umpat Livy sesaat setelah membaca semua laporan yang tertera di ponsel Ethan. "Dia bilang kalau dia masih lajang!" Livy kembali berteriak, benar-benar marah, tak menyangka jika Calvin akan membohonginya. "Sabar ya," ucap Ethan sambil mengusap punggung Livy. Ethan baru saja meledek Livy yang sudah ditipu habis-habisan oleh Calvin. 30 menit sudah berlalu sejak Ethan dan Livy memasuki ruang makan. Sejak tadi, keduanya membahas tentang Calvin, namun sayangnya, Ethan belum tahu, apa Calvin dan Fiona menjalin hubungan asmara atau tidak? Karena Livy tidak mau memberi tahu Ethan. "Selamat siang." Sapaan dari Fiona mengejutkan Livy dan Ethan. Keduanya menoleh ke samping kanan, dan sama-sama tersenyum begitu melihat kedatangan Fiona. "Selamat pagi, Baby." Ethan membalas sapaan Fiona. Ethan beranjak bangun dari duduknya, bergegas menghampiri Fiona. Sapaan balasan dari Ethan mengejutkan Fiona dan Livy. "Dia barusan bilang apa? Baby?" gumam Livy. Dengan lembut tapi cepat, Ethan mendorong Fiona ke dinding sampai akhirnya tubuh bagian depan mereka menempel, benar-benar menempel. Ethan merangkum wajah Fiona menggunakan tangan kanannya, sementara tangan kirinya kini merangkul pinggang Fiona yang ramping. Ethan mencium Fiona, tepat di hadapan Livy. Semuanya terjadi begitu cepat, jadi Fiona tidak sempat menghindari ciuman Ethan. Begitu bibir Ethan sudah melumat bibirnya, Fiona mencoba untuk menghindar, tapi tidak bisa, karena pergerakannya sangat terbatas. Fiona akan memukul Ethan, tapi dengan cepat, Ethan menahan kedua tangannya. "Apa-apaan ini?" gumam Livy dengan raut wajah yang semakin shock, benar-benar sangat shock. Livy mengucek kedua matanya, masih berharap jika apa yang saat ini ia lihat hanyalah sebuah ilusi. "Ih dasar pria b******k! Berani-beraninya berbuat m***m di sini!" Umpat Livy penuh amarah membara. Livy mendekati Ethan dan Fiona, lalu menjambak rambut Ethan menggunakan tangan kanannya. Jembakan yang Livy lakukan berhasil membuat ciuman Ethan pada Fiona terlepas. Fiona bersyukur, tapi tidak dengan Ethan. "f**k!" Ethan mengumpat, tapi umpatan tersebut hanya bisa Ethan ucapkan dalam hati. "Akh!" Ethan meringis, kemudian mencoba untuk melepaskan tangan kanan Livy dari rambutnya. Secara perlahan, Ethan berbalik menghadap Livy yang masih saja menjambak rambutnya, bahkan semakin lama, jembakannya semakin kuat. "Livy, lepasin! Sakit tahu!" Ethan menatap tajam Livy, namun sayangnya, tatapan tajam yang Ethan berikan sama sekali tidak membuat Livy takut. Livy malah membalas tatapan Ethan dengan tak kalah tajamnya. Ethan terus merintih, memohon supaya Livy melepaskan rambutnya. "Livy, tolong lepasin." Fiona akhirnya meminta Livy untuk melepaskan jambakannya. Fiona tidak tega begitu mendengar dan melihat Ethan yang kesakitan. "Dasar menyebalkan," gerutu Ethan yang tentu saja tertuju pada Livy. Fiona hanya menggeleng, lalu pergi dari hadapan Livy dan Ethan yang saat ini sedang beradu urat nadi. Ethan menyusul Fiona, begitu juga dengan Livy. Livy memilih untuk duduk di hadapan Fiona dengan kedua tangan bersedekap, sementara Ethan memilih untuk duduk di samping Fiona. Fiona terlihat tegang, berbeda dengan Ethan yang terlihat jauh lebih santai. Fiona berdeham, kemudian meminum segelas air putih yang ada di hadapannya. "Jadi ... apa yang sebenarnya terjadi? Kalian berdua pacaran? Sejak kapan?" Livy menatap tajam Ethan dan Fiona, memberondong keduanya dengan banyak sekali pertanyaan. "Iya." "Tidak." Ethan dan Livy menjawab kompak pertanyaan Livy, tapi dengan jawaban yang berbeda. Ethan menjawab iya, sementara Fiona menjawab tidak. Fiona menatap tajam Ethan, tapi Ethan malah menaik turunkan kedua alisnya sambil tersenyum tipis. "Sebenarnya kalian berdua itu pacaran atau enggak sih?" Livy mulai kesal. "Livy, aku dan Ethan tidak berpacaran." Fiona menekan setiap suku kata yang baru saja ia ucapkan. "Bohong." Livy mendesis, dan sama sekali tidak percaya pada jawaban Fiona. "Ya sudah, terserah kamu. Mau percaya atau enggak, itu bukan urusan aku." Fiona menyahut santai. "Sebaiknya kita bahas tentang Calvin dulu, setelah itu baru kita membahas tentang hubungan aku dengan Fiona." "Calvin? Ada apa dengan Calvin?" Fiona menatap bingung ke arah Ethan dan Livy. "Apa kamu dan Calvin berpacaran Fiona? Jika kamu dan Calvin memang berpacaran, sebaiknya kamu segera mengakhiri hubungan kalian berdua," ucap Ethan menggebu-gebu. "Loh, memangnya kenapa kalau aku dan Calvin memiliki hubungan? Apa itu salah? Apa itu tidak boleh?" Fiona balik bertanya tanpa menjawab terlebih dahulu pertanyaan Ethan. Ethan kesal, dan semakin kesal begitu mendengar semua pertanyaan yang baru saja Ethan katakan. "Oh, jadi kamu mau merusak kebahagian wanita lain?" Ethan menatap tajam Fiona. "Maksud kamu apa?" Fiona balik menatap tajam Ethan. "Apa kamu tahu kalau Calvin sudah menikah dan memiliki 2 orang anak?" Ethan menjawab pertanyaan Fiona dengan pertanyaan. "Ah, jadi dia sudah menikah dan memiliki 2 orang anak," gumam Fiona sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Jadi kamu baru tahu kalau Calvin sudah menikah dan memiliki anak?" Ethan pikir, Fiona sudah tahu jika Calvin sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. "Iya, aku baru tahu sekarang." Fiona menjawab singkat pertanyaan Ethan. "Lalu apa yang selanjutnya akan kamu lakukan?" Ethan bisa merasakan jantungnya yang kini berdetak lebih cepat dari sebelumnya. "Memangnya aku harus melakukan apa?" Fiona menatap Ethan dengan kerutan yang terlihat jelas di keningnya, bingung dengan apa maksud dari pertanyaan Ethan barusan. "Ya kamu harus segera mengakhiri hubungan asmara kamu dengan Calvin. Dia sudah memiliki istri, Fiona." Begitu mendengar jawaban Ethan, Fiona akhirnya tahu apa maksud dari pertanyaan Ethan sebelumnya. Ethan pasti berpikir jika dirinya dan Calvin sedang menjalin hubungan asmara. "Siapa yang bilang kalau aku dan Calvin menjalin hubungan yang lebih dari sekedar berteman?" Fiona sengaja menekan kata teman, karena dirinya dan Calvin memang hanya berteman, tidak lebih dan tidak akan pernah bisa lebih. Setelah bertemu lagi dengan Ethan, Fiona tahu jika ia memang membenci Ethan, tapi di saat yang sama, Fiona juga tahu jika ia masih sangat mencintai Ethan. Setelah mendengar perdebatan antara Ethan dan Fiona barusan, Livy akhirnya tahu jika Ethan dan Fiona memang tidak sedang menjalin hubungan asmara, mungkin belum. Tadi Ethan menjawab iya, sementara Fiona menjawab tidak. Itu artinya, Ethan ingin menjalin hubungan dengan Fiona, sedangkan Fiona tidak mau menjalin hubungan asmara dengan Ethan. "Jadi ... kamu dan Calvin hanya berteman?" Ethan terkejut, tapi tak lama kemudian, tersenyum lebar. Ethan senang begitu tahu jika Calvin dan Fiona hanya berteman. "Iya, kita berdua hanya berteman." Fiona menjawab penuh ketegasan. "Fiona, kamu tidak sedang bercanda kan?" Saking senangnya, Ethan sampai ingin berteriak, tapi tentu saja Ethan tidak mau melakukan itu semua. "Tentu saja tidak, Ethan. Untuk apa aku bercanda? Apa juga untungnya?" "Livy bilang, Calvin itu calon suami kamu, Fiona." Fiona tak kuasa menahan tawanya begitu mendengar jawaban Ethan. "Dan kamu percaya sama apa yang Livy katakan, Ethan?" Ethan menoleh ke arah Livy, menatap tajam Livy. Livy tersenyum lebar, lalu memberi Ethan ciuman jarak jauh. "Sebaiknya kita makan dulu, setelah itu kita lanjut mengobrol." Livy dan Ethan mengangguk, menyetujui ucapan Fiona.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD