Bab 2

1486 Words
Ia langsung berlari ke luar ruangan untuk menemui seseorang. Di luar sana nampak ayah dan ibu Alvaro yang tengah berbincang dengan anggota keluarga Alvaro yang lainnya. Tak hanya itu, beberapa meter di sampingnya juga nampak 5 teman dekat Alvaro. "Om, Tante dan yang lain, Alvaro sudah sadar," ucap Delia dengan raut wajah yang teramat bahagia. Tanpa basa-basi lagi, semuanya pun berlari masuk menuju ruangan Alvaro. Di sana sebuah hal yang menakjubkan terlihat di setiap mata yang memandang. Mata Alvaro terbuka sempurna dan terlihat bingung dengan keadaannya sendiri. "Alvaro, syukurlah kamu udah sadar," ucap ibu Alvaro dengan sangat gembira. "Aku kenapa, Bu?" tanya Alvaro dengan suara yang lemah. "Sudah, jangan dipikirkan dulu! Sebaiknya kamu istirahat saja," ucap ibu Alvaro. Alvaro tak berbicara lagi. Bola matanya bergerak ke sana ke mari. Maklum saja, sudah seminggu lebih indra pengelihatannya itu tak menatap dunia. Sekarang akhirnya ia bisa melihat dunianya lagi, meskipun masih belum sempurna. "Suster itu kenapa?" Alvaro menunjuk ke sebuah arah di belakang mereka. Mereka langsung menoleh ke arah yang ditunjuk Alvaro, tapi hasilnya nihil, tak ada apapun atau siapapun di sana. Hanya kebingunganlah yang mereka peroleh. Lalu, apa yang sebenarnya dilihat oleh Alvaro? "Mana? Gak ada apa-apa kok," ucap ayah Alvaro. "Ada, Yah. Itu tu dia lagi duduk di lantai," ucap Alvaro sekali lagi sambil menunjuk ke arah tadi. Alvaro terbelalak, dan dengan segera langsung memejamkan matanya beberapa detik, setelah itu ia pun membukanya kembali. Wajahnya tiba-tiba mengkerut. Tetesan keringat keluar dari pelipisnya. Kali ini Alvaro seperti orang yang sedang ketakutan. Entah apa yang terjadi padanya. "Al, kamu kenapa? Masih sakit, kah?" tanya ayahnya dengan cemas. "Gak kok, Yah. Aku gak apa-apa," jawab Alvaro dengan nada suara yang masih lemah. "Syukurlah. Sebaiknya kamu istirahat dulu!" ucap ayahnya lagi. Alvaro menuruti saja apa yang diperintahkan oleh ayahnya, tapi dengan syarat ia minta ada yang menemani selama ia beristirahat. *** Ocha, Delia, Nanda, Reyhan, Ihsan dan Imam berkeliling di sekitar rumah sakit, tujuannya adalah untuk mencari tempat makan. Mungkin sudah menjadi kegiatan sehari-hari mereka selama Alvaro sakit. Seharian, mereka akan tetap berada di rumah sakit demi menemani sahabat tercinta yang sedang sakit. "Eh, kalian tadi ngerasa ada yang aneh nggak sama Alvaro?" tanya Ocha membuka pembicaraan. "Aneh bagaimana, Cha?" tanya Delia. "Tadi kan Alvaro bilang ngelihat suster yang lagi duduk di belakang kita semua, tapi saat kita lihat tadi kan gak ada apa-apa," ucap Ocha. "Iya sih, aku juga ngerasa ada yang aneh," kata Reyhan. "Nah, iya kan. Apa mungkin suster yang dimaksud Alvaro tadi adalah hantu, alias suster ngesot," ucap Ocha. "Ah, jangan ngada-ngada deh, Cha," sahut Nanda. "Iya, mungkin Alvaro cuma salah lihat aja," tambah Imam. "Jangan-jangan...," ucap Ihsan. "Jangan-jangan apa, San?" tanya Delia penasaran. "Jangan-jangan tukang bakso langganan kita udah pulang, nih," jawab Ihsan. Semuanya pun memandang Ihsan dengan tatapan tidak enak. "San," panggil Reyhan. "Apa Rey?" tanya Ihsan. "Aku punya penawaran nih buat kamu," jawab Reyhan. "Penawaran apa?" tanya Ihsan. "Kamu milih berantem sama aku atau baku hantam sama aku?" tawar Reyhan. "Berantem atau baku hantam, ya. Hmmm... penawaran yang sulit untuk dipilih," ucap Ihsan. "Hah, woi urus nih teman kalian!" teriak Reyhan, ia benar-benar sangat kesal. *** Singkat cerita, mereka pun sampai di tempat tukang bakso langganan mereka. Tempat yang sederhana tapi menyimpan banyak cerita. Tempat yang hanya dikelilingi oleh jalanan dan juga pohon-pohon besar sebagai peneduhnya. Di gerobak bakso itu tertulis "BAKSO JUMBO PAK JONO YANG MASIH JOMBLO." Sungguh sebuah nama yang cukup aneh. Pak Jono atau yang sering dipanggil Pak Jon adalah pemilik usaha bakso jumbo itu. Ia adalah orang yang cukup baik dan cepat akrab dengan orang lain. Hal itu terbukti dengan akrabnya ia dengan Delia dan teman-temannya yang baru saling kenal sekitar satu Minggu. "Aku yakin ada yang tidak beres dengan diri Alvaro," ucap Ocha setelah menyeruput kuah baksonya. "Ochaku, Rosaku, sayangku, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Alvaro itu cuma kelelahan saja," ucap Ihsan. "Kok tiba-tiba aku merasa jijik, ya?" ucap Ocha. "Hahaha, jangan gitu lah, Cha. Meskipun Ihsan memang menjijikkan, tapi jangan disebut menjijikkan dong! Harusnya kamu lebih bisa menghargainya. Setidaknya jangan bilang kalau dia menjijikkan, meski aslinya sih gitu," ucap Reyhan. "Itu hinaan atau pujian?" tanya Ihsan dengan polosnya. "Itu pernyataan," jawab Reyhan cepat. Mereka pun kembali menghabiskan semangkok bakso yang terhidang di depan mereka masing-masing. Sengatan panas dari sang mentari tidak dapat mengenai tubuh mereka karena terhalang oleh rimbunnya dedaunan dari pohon-pohon besar di sekitar. "Eh, tapi bisa saja kan, akibat kecelakaan itu Alvaro jadi bisa melihat mereka yang tak kasat mata," ucap Ocha. Ia benar-benar ngotot bahwa apa yang dilihat Alvaro tadi adalah sebuah kenyataan. "Cha, sudahlah, Alvaro itu cuma kelelahan," sangkal Nanda. "Tapi Ocha ada benernya lho, Nda," ucap Reyhan membela Ocha. "Rey, dengar ya! Alvaro itu cuma kelelahan," ucap Nanda tegas. Dea Nanda Pramugita, ia adalah seorang perempuan cantik yang sifatnya tak menentu. Terkadang ia bisa bersifat galak dan sangat menyeramkan, kadang ia juga bisa bersifat lemah lembut dan humoris dan ia juga bisa bersifat dingin sedingin es. Satu hal lagi yang harus diketahui tentang dirinya. Ia adalah orang yang tidak pernah percaya dengan adanya hantu. "Eh, ada apa ini?" tanya Pak Jon. "Ini Pak. Teman kami tu ada yang habis kecelakaan. Ia koma selama seminggu lebih, dan baru tersadar tadi. Saat ia sadar, ia kayak melihat sesuatu yang nggak bisa kami lihat. Itulah yang membuat kami berdebat, Pak," jelas Reyhan. "Sesuatu yang nggak bisa kalian lihat?" tanya Pak Jon lagi. "Iya Pak," jawab Reyhan. "Hmmm... apa mungkin dibalik tragedi itu mata ketiganya bisa terbuka?" tanya Pak Jon, tapi entah pertanyaannya itu ia tujukan kepada siapa. Pandangannya hanya menghadap ke arah bawah. "Mata ketiga? Maksudnya apa, Pak?" tanya Reyhan penasaran. Pak Jon agak tersentak. Ia pun menghadapkan wajahnya ke arah Reyhan untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan Reyhan barusan. "E-enggak apa-apa kok, Dik. Enggak penting juga," jawabnya agak gugup "Ooo... ya udah Pak, kami mau balik ke rumah sakit dulu," pamit Reyhan. Lalu ia pun memberikan selembar uang kepada Pak Jon, setelah itu diikuti oleh semuanya. *** 3 hari kemudian.... Alvaro berjalan pelan menembus gelapnya malam. Ia terus menyusuri jalanan tanpa ada yang tahu tujuannya, kecuali dia sendiri dan sang pencipta. Sepi dan sunyi, sebuah suasana yang cocok untuk menggambarkan keadaan di sekitarnya. Ia terus mengikuti ke manapun langkah kakinya tanpa memperdulikan keadaan sekitar. Hingga di depan sana, nampak seorang lelaki yang ia kenal sedang dihadang oleh 2 lelaki yang menyeramkan. Lelaki yang ia kenal itu adalah Lio, teman kuliahnya. Namun siapakah 2 lelaki yang menyeramkan yang kini sedang menghadang Lio? Tiba-tiba salah seorang dari 2 lelaki menyeramkan itu mengeluarkan senjata tajam dan mulai mengancam Lio. "Serahin semua yang lo punya!" gertaknya. "Gak akan," jawab Lio dengan mantapnya. Alvaro sadar bahwa 2 orang menyeramkan itu adalah komplotan begal. Ia ingin menolong temannya itu, tapi entah kenapa kakinya terasa sangat berat untuk ia gunakan melangkah. Ia seperti membeku di tempat, tak mampu berbuat apa-apa. JLEB! JLEB! Benda tajam itu menembus masuk ke perut Lio. Darah mengalir deras seiring dengan teriakan kesakitan darinya. Sebuah pemandangan yang membuat Alvaro menangis. Ia merasa menjadi orang yang paling tidak berguna di dunia. Bagaimana tidak, ia melihat temannya sedang dalam bahaya, tapi ia tak mampu untuk menolongnya. Seolah-olah, kakinya sedang ditarik oleh sesuatu yang tidak dapat digambarkan. "Liooooo...!" teriaknya. Alvaro membuka matanya seraya berteriak memanggil nama temannya itu. Rupanya kejadian tadi hanyalah mimpi, tapi kenapa rasanya seperti nyata? Ia terduduk lemas dengan jantung yang berdetak dengan kencang. "Syukurlah, hanya mimpi," gumamnya. *** Hari ini, Alvaro sudah mulai berangkat kuliah lagi, setelah 1 Minggu lebih ia harus terpaksa izin karena keadaan yang menimpanya. Sebenarnya aneh juga dengan apa yang ia alami. Kalau dilihat dari parahnya kecelakaan itu, kesembuhan Alvaro terasa terlalu cepat. Mungkin itulah suatu keajaiban yang diberikan oleh sang pencipta. "Eh, ada apaan tu, rame-rame?" tanya Nanda pada Alvaro dan yang lain. Mereka semua hanya bisa mengangkat bahu, tanda tak tahu. Melihat hal itu, jiwa penasaran seorang Dea Nanda Pramugita pun meronta-ronta. Ia langsung berlari ke arah kerumunan para mahasiswa yang entah sedang membicarakan apa. "Eh, ada apa ini?" tanyanya. "Itu lho, si Lio, anak biologi. Pagi tadi dia ditemukan tewas dengan luka tusuk di bagian perutnya," jawab salah satu dari mereka. Mereka terkejut, tapi yang paling terkejut adalah Alvaro. Mimpinya semalam itu kini telah menjadi kenyataan. Ia menjatuhkan lututnya ke tanah dan menggertakkan giginya seraya memasang wajah menahan tangis. Samar-samar, di kejauhan ia melihat sesosok makhluk dengan perut bersimbah darah. Sosok itu mirip dengan temannya yang baru saja meninggal itu. "Ya Tuhan. Apa arti semua ini? Apa yang sebenarnya terjadi pada diriku?" batinnya. Alvaro kemudian menekan mata kanannya menggunakan telapak tangannya. Entah kenapa, tiba-tiba mata kanannya terasa sangat berat. Dari mata kirinya, ia masih bisa melihat sosok makhluk itu, tapi semakin lama keberadaannya semakin menghilang. Inikah kemampuan aneh yang didapat Alvaro setelah ia mengalami kecelakaan hebat itu? Tentang mimpinya yang menjadi kenyataan. Tentang dirinya yang bisa melihat makhluk tak kasat mata lewat mata telanjangnya langsung. Sungguh hal ini benar-benar membuat dia sangat ketakutan. "Al, kamu kenapa?" tanya Delia dengan cemas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD