02. Confused Kirana

1567 Words
Project kolaborasi Karina Lee dan Kim Jun sudah diumumkan kepada khalayak. Tentu saja, album solo yang ditunggu-tunggu oleh penggemar itu disambut baik. Terlebih, di salah satu single utamanya, Jun berkolaborasi dengan penyanyi solo wanita dengan suara yang dikenal dengan alunan selembut kapas. Siapa yang tidak antusias dengan hal itu? Namun, hal itu tidak berlaku pada Kirana yang harusnya sangat menyambut baik project yang dinantikannya selama ini. Ia masih belum sepenuhnya menerima berbagai berita tentang sang kakak. Ah, ini memang terlalu berlebihan. Kirana tahu, ia melewati batasannya. Tetapi, ini kakaknya. Ya Tuhan. Bagaimana ia bisa membayangkan? Padahal, di luar sana masih banyak penyanyi lain yang berpotensi menjadi rekan kolaborasi Jun dan hal itu tidak akan membuatnya iri setengah mati. Sebenarnya, kekesalannya bukan tanpa alasan. Kirana sudah muak dengan pesan-pesan masuk yang membebani ponselnya. Isinya hanya tentang memuja Karina, menitipkan salam kepada Karina dan yang lebih mengesalkan, ada yang terang-terangan memuji Jun dan Karina adalah pasangan yang serasi. Mereka juga mengatakan kalau semoga keduanya bisa menjalin kasih di luar kolaborasi ini. "Hah! Kenapa mereka harus mengirimkan semua ini padaku?" Kirana langsung bergegas setelah kelas terakhirnya. Gadis itu berjalan cepat dan berharap tidak ada orang yang mencegatnya lagi seperti hari-hari kemarin hanya demi menitipkan salam kepada sang kakak. "Aku lelah!" ucapnya setelah membanting pintu mobil. Sang ayah yang saat itu menjemputnya hanya bisa menggeleng. Memang, tidak mudah berada di antara orang-orang yang mengenal mereka. "Lagi?" tanya sang ayah. "Iya, Appa. Coba saja dulu buna beri izin Rara kuliah ke luar negeri. Pasti, tidak akan ada yang begini." keluh Kirana. Ia menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata. Konsentrasi belajarnya semakin menurun akhir-akhir ini. Orang-orang selalu saja mengganggu di saat-saat yang tidak tepat. "Rara mau mengganti nomor, Appa." Hal itu langsung diangguki oleh sang ayah. Memang, seharusnya hal seperti ini tidak terjadi. Kirana pasti sangat tertekan dengan semua ini. Orang-orang seharusnya paham dengan batasan ini. Tetapi, kembali lagi, semua ini tidak bisa dikendalikan. "Seharusnya, dulu Rara tidak satu sekolah dengan Karina. Mungkin, orang tidak akan tahu siapa Rara. Itu jauh lebih baik." Kirana dengan segala keluhannya yang hanya mendapat tatapan teduh dari sang ayah. Lee Kwan memang tidak banyak bicara menanggapi keluhan anak-anaknya. Pria paruh baya itu hanya mencoba mengembalikan perasaan baik anak-anaknya dengan membelikan makanan kesukaannya. Atau mungkin hanya sekedar ajakan menonton film yang pernah dilewatkannya karena kesibukan. "Pizza?" tanyanya. Kirana yang sebelumnya memejamkan mata itu pun langsung duduk dengan tegap. "Yes, Appa. Extra cheese, ya." "Oke." *** "Buna... Rara capek!" rengek Kirana ketika baru saja masuk ke dalam rumah. Chintya langsung memberikan pelukan kepada putrinya. Ia tahu apa yang dilalui Kirana. "Rara mandi dulu, ya." "Mau makan pizza dulu, Buna. Nanti dingin." Chintya hendak melarang, tapi sang suami memberikan tatapan kalau semua itu boleh dilakukan Kirana. Perasaannya sedang tidak baik. Bentuk larangan sekecil apapun pasti akan membuatnya semakin tidak enak. "Okay. Bagaimana hari ini?" "Seperti biasa, Bun. Buruk." Kirana menjawab tanpa mengalihkan fokusnya pada pizza di hadapannya. "Tenang, Buna. Kesabaran Rara besar." "Ya, Buna percaya." Kirana tersenyum tipis. Gadis itu beranjak menuju kamarnya setelah menghabiskan setelah loyang pizza sendiri. Ia merebahkan tubuhnya dengan lemas. Ah, hari-harinya menjadi lebih berat. Namun, setelah ia mengganti nomor ponselnya, benda pipih itu sedikit tenang. Ia juga mematikan fitur perpesanan di semua sosial medianya. Jadi, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengirimkan pesan padanya. Semua sosial media dipenuhi berita tentang project Kim Jun. Namun, entah kenapa rasanya ia tidak bisa sehisteris sebelumnya. Mungkin, karena di semua berita membawa nama sang kakak. "Ck! Kenapa tidak orang lain saja?" pekiknya. Walau begitu, ia tetap melihat deretan lagu yang akan ada dalam album solo Kim Jun. Ia yakin, semua lagu-lagunya pasti akan enak didengar. "Ah, memang sulit sekali menghindari Jun oppa. Semua ini terlalu menggoda." Mengabaikan semua kekesalan yang dialaminya, Kirana kembali menjelajahi sosial media dan mencari beberapa preview Kim Jun akhir-akhir ini. "Ah, Jun oppa memang selalu menawan." pujinya sambil menyimpan foto-foto idolanya itu. Entah sudah berapa banyak jumlah foto Kim Jun di galeri ponselnya. Karena, delapan puluh persen isinya memang Kim Jun dan anggota grup lainnya. *** "Rara, malam ini kita makan di luar, ya." Kirana yang lebih senang berada di dalam kamar dengan segala hal tentang Kim Jun sebenarnya agak malas. Tetapi, ia juga tidak mungkin memasak sendiri di rumah. "Ya sudah." Tak ada jalan lain selain mengiyakan perkataan sang ibu. "Hey, Lil sist. How are you today?" tanya Karina yang baru saja selesai mencuci apel. "Seperti biasa saja." "Hey, kau masih marah padaku karena menjadi rekan Kim Jun?" Kirana menggeleng. "Bukan itu. Aku lelah mendapat teror dari penggemarku. Sungguh tidak tahu waktu. Mereka terus menggangguku." "Maaf untuk itu. Tapi, mengenai Kim Jun, tenang saja. Aku tidak pernah menyukainya. Dia tetap Jun oppamu." "Ya memang. Eh, tapi Jun oppa milih semua orang. Ah, tapi kenapa non fans selalu saja lebih beruntung?" keluhnya. "Buna saat mengandung kami dulu kenapa berbeda? Rara juga ingin seperti Karina yang punya bakat di bidang ini. Keren." "Tidak sekeren itu, Ra. Kau tahu? Aku tidak memiliki privasi. Ya, mungkin ada sedikit tapi orang pasti mencariku setiap saat dan itu sangat melelahkan." "Tapi, banyak orang yang menyukaimu. Kalau sepertiku, siapa yang peduli?" "Hey. Tidak boleh begitu. Kau tidak harus mendapat pengakuan dari orang lain. Yang penting, kau sudah menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri. Rara tidak tahu, kan? Kalau di luar sana banyak orang yang melontarkan kata-k********r dan menyakitkan?" Kirana terdiam mendengar ucapan sang kakak. Memang, apapun tidak ada yang mudah dan pasti memiliki resikonya masing-masing. Karina kembali bercerita tentang beberapa kejadian yang tidak mengenakan saat kolaborasinya dengan Kim Jun diumumkan. Mungkin, yang lebih terlihat memang banyak pujian yang datang padanya. Banyak orang yang mendukungnya. Tetapi, di luar itu, Karina tentu mendapat tidak sedikit cercaan. Orang-orang yang menyukai Kim Jun terlalu berlebihan dan menganggap lelaki itu miliknya tentu tidak segan melontarkan kalimat-kalimat jahat kepadanya. "Ish! Selalu saja begitu! Memang orang-orang seperti itu hanya menjadi beban fandom! Memalukan!" Kirana berujar geram sambil mengepalkan tangannya sampai buku tangannya memutih. Ia tahu, yang ia rasakan saat ini memang begitu menyiksa. Tetapi, yang Karina rasakan pasti lebih dari ini terlebih, kakaknya itu harus tetap bekerja dan menghadapi semua itu. Pasti, ia harus pandai mengatur perasaan dan mentalnya. Kirana memang kerap kesal dengan orang-orang yang mengaku sebagai fans tapi tidak mengerti batasannya. Dan kali ini, kekesalannya bertambah karena mereka melakukan ujaran kebencian kepada kakaknya. "Sepertinya, kali ini aku harus membasmi mereka!" "Hey, tidak usah. Kau kan harus belajar dengan giat. Bukankah tidak ada gunanya? Mereka malah merasa semakin hebat kalau mendapatkan lawan." Karina mencegah sang adik. "Tapi, mereka keterlaluan! Mereka menghinamu! Bahkan, ada yang sampai membawa-bawa keluarga! Dasar tidak punya otak!" Kirana mencengkram ponsel milik Karina kuat. Kepalanya mendidih setelah membaca semua itu. Setelah itu, entah apa yang diperbuat Kirana pada ponsel sang kakak. "Nah!" Kirana menyerahkan kembali benda pipih tersebut kepada pemiliknya. "Lho, kenapa hanya ada aplikasi pesan?" tanya Karina. "Sengaja. Aku tidak ingin kau melihat apapun yang orang lain katakan. Fokus saja pada comeback Jun oppa." "Hey? Kau? Kirana adikku, benar?" Karina menempelkan tangannya di dahi sang adik. Memastikan kalau Kirana baik-baik saja. "Ya ini memang adikmu. Lalu, siapa lagi?" "Kau? Tidak cemburu lagi?" "Kata siapa? Aku masih iri, ya! Tapi aku masih memiliki akal yang berfungsi dengan baik. Sebagai fans Jun oppa, aku harus mendukung kesayanganku sepenuhnya." Karina yang mendengar pernyataan sang adik hanya tertawa sambil mengusak puncak kepalanya. "Karina! Rambutku! Jangan seenaknya!" pekik Kirana sambil menyingkirkan lengan Karina dengan sedikit kasar. "Kau ini. Memang, sesulit itu, ya mengakui kalau kau khawatir dan mendukungku?" "Apa? Jangan mengada-ada, ya!" "Ya, terserahmu saja. Ah iya, kau mau album ekslusif Kim Jun? Bertanda tangan kami." "No! Aku sudah mengikuti pre-order, ya. Aku tidak mau terkesan memanfaatkanmu. Lagipula, nanti aku ikut event fansign." "Hey, anggota keluarga bebas, ya. Bukan memanfaatkan." "Tapi, aku hanya ingin menjadi salah satu fans Jun oppa. Bukan adikmu." "Hey! Kirana-ya!" pekik Karina. "Karina, kakakku. Kau tahu, tidak? Kalau aku terlihat dekat denganmu, fans lain pasti berpikir aku menggunakanmu untuk bisa dekat dengan Jun oppa. Aku tidak mau mendapat hate comment, ya!" "Ah, aku mengerti. Tapi, di konser nanti, kau tetap harus datang sebagai keluargaku." "Padahal, aku sudah hampir membeli tiket." "Kenapa membeli? Kau ini!" "Kan sudah kubilang, Karina! Sudah, bagaimana nanti saja. Ingat kataku tadi! Jangan coba-coba membuka sosial media dan membaca berita-berita buruk tentangmu!" Kirana mengucapkannya sedikit ketus. "Aku sudah mendengarnya. Terima kasih karena sudah peduli padaku." "Siapa yang peduli? Aku hanya tidak ingin album solo pertama Jun oppa berantakan. Lakukan yang terbaik!" "Ahahaha. Kau ini." Karina tidak bisa menahan tawanya. Kirana tampak begitu menggemaskan. "Mau kusalamkan pada Jun oppamu tidak?" teriak Karina di luar kamar Kirana. "Jangan berani-berani, ya! Sudah kubilang biar saja aku seperti fans Jun oppa yang lain!" sahut Kirana cepat. Gadis itu kembali keluar dari kamarnya. "Baiklah. Padahal, aku bisa saja memberikan nomornya padamu." "Ha? Kau? Punya nomor Jun oppa?" "Memangnya ada yang salah?" tanya Karina. "T-tidak, sih." "Ya sudah. Kalau kau mau, aku bisa izin untuk memberikannya padamu." "No! Nanti, Jun oppa berpikir kalau aku sasaeng." "Kau ini aneh sekali. Katanya, suka sekali. Tetapi, diberi peluang seperti ini malah tidak mau." "Karina, Jun oppa kan kekasih khayalanku saja. Jadi biar saja posisinya seperti itu." "Tapi, kau kemarin iri padaku." "Ah, itu..." "Ya sudah. Aku tidak mengerti apa yang ada di pikiranmu." "Jangan mengerti. Ya, aku hanya ingin seperti ini. Tapi, kalau Jun oppa mau padaku, aku tidak menolak." Tawa dan bantingan pintu kamar membuat Karina yang berdiri di sana sedikit terperanjat. "Dasar fangirl aneh!" Karina hanya bisa menggeleng.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD