Kamar hotel tempat Nindy menginap malam itu bisa dibilang mewah. Interior modern minimalis dengan sentuhan warna krem dan emas membuat ruangan itu tampak elegan, apalagi dengan tirai panjang yang membingkai jendela besar menghadap kota. Lampu-lampu gantung redup menciptakan suasana hangat, dan aroma parfum mahal menguar samar dari tubuh Nindy yang berjalan mondar-mandir dalam balutan baju tidur satin tipis, memperlihatkan lebih banyak daripada menutupi. Semuanya dirancang untuk satu tujuan: menggoda.
Ia gelisah menunggu. Waktu sudah melewati jam yang dijanjikan, tapi Khalil belum juga muncul. Maka, mulailah ia meracau, mengoceh panjang lebar dengan nada congkak yang biasa ia pakai ketika merasa dirinya paling hebat di ruangan.
“Cuma aku yang bisa bantu dia jadi pejabat,” katanya, nada su
