Para Kamera

2457 Words

“Sayang! Sayang!” Suara Khalil menggema di pelataran rumah sakit, cukup keras untuk menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitar, termasuk beberapa wartawan yang memang sering berkeliaran di tempat publik, mencari momen yang bisa mereka abadikan. Raisa langsung tahu. Ia tahu benar maksud dari teriakan itu. Bukan karena Khalil memang memanggilnya dengan penuh cinta—tidak, bukan itu. Tapi karena ia tahu, ketika Khalil memanggilnya dengan nada seperti itu, dengan volume seperti itu, dengan senyum seolah manis di wajahnya… itu tandanya ada wartawan di sekitar mereka. Itu tandanya mereka sedang menjadi sorotan. Namun, Raisa tidak berhenti. Ia tetap berlari. Tumit sepatunya nyaris patah karena terburu-buru, gaun panjang yang ia kenakan untuk acara formal barusan bahkan belum sempat ia gan

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD