Kisah Bou Riris dan Kak Ningsih

1435 Words
Namboru atau biasa disebutkan Bou adalah panggilan untuk adek atau kakak perempuan dari ayah. Bou Riris panggilan nya, karna anak pertamanya bernama Riris yang ber umur sembilan tahun dan adiknya juga perempuan bernama Rara, bou Riris tidak bisa lagi melahirkan, rahim nya sudah diangkat karna kista ovarium. Dalam tradisi suku Batak anak laki-laki adalah penerus marga maka wajib harus punya anak laki-laki. Bou Riris tidak bisa lagi melahirkan jadi putus harapan untuk punya anak laki-laki. Mertua Bou Riris mendesak anak nya, yaitu suami nya bou Riris untuk bercerai. Adat Batak Toba menantang keras poligami. itu lah sebabnya mertua bou Riris harus menceraikan mereka, supaya suaminya bou Riris bisa menikah lagi, dan berharap punya anak laki-laki dari pernikahan nya nanti. Dalam tradisi adat Batak terlepas dari agama, perceraian itu adalah aib besar. Jika ingin bercerai harus membayar adat dan memenuhi permintaan dari yang diceraikannya. Ketika keluarga suaminya nya bou memintak cerai, bou memintak rumah serta modal untuk membuka rumah jahit, dan kedua anak perempuan nya ikut bou. Permintaan bou langsung dipenuhi oleh keluarga suaminya, dan memang keluarga suaminya nya tidak mengharapkan cucu-cucunya karena perempuan, setelah membayar adat sesuai dengan ketentuan ketua adat dan memenuhi permintaan dari bou akhirnya mereka sah bercerai secara adat dan kemudian mengurus perceraian tersebut di pengadilan negeri" Akhirnya bou sah menjadi janda, baik secara adat maupun secara Negera, bou menghidupi dirinya dan kedua anaknya dari menjahit, bou adalah alumni dari tempat sekolah ku, kini bou bisa membuka usaha menjahit nya di beri nama RUMAH JAHIT RIRIS. Semakin hari semakin ramai, kini bou memiliki lima karyawan dan kadang-kadang bou memintak anak-anak dari sekolah kami untuk kerja di rumah Jahit nya, termasuk saya, sepulang sekolah saya menjahit di rumah bou, sampai jam enam sore. Selain menambah ilmu dan keterampilan menjahit saya juga memperoleh gaji dan bonus tentunya disimpan bou, karna jika saya punya uang banyak, bapak dan mamak pasti akan mintak. Dan Jika saya minta uang ke mamak, alasannya selalu Binsar yang sudah mintak duluan, dari dulu bou lah yang selalu memberikan uang jajan dan keperluan lainnya. Saya lebih banyak tinggal di rumah bou ketimbang di rumah kami. Bou menyuruh ku pulang karna merasa tidak enak dengan mamak, saya bahkan merasa lebih nyaman tinggal di rumah bou, tidak ada banding membandingkan dan kasih bou tulus. * Dulu kak Nengsih sekolah di SMA yang ada di kampung kami, setelah lulus SMA kak Nengsih langsung di lamar oleh bang Gotom anak pak camat. Mahar yang di janjikan keluarga bang Gotom adalah uang senilai 60 juta dan dua anak kerbau. Mendengar hal itu bapak dan mamak langsung menyetujui nya tanpa memikirkan perasaan, keinginan dan cita-cita nya kak Nengsih. Bagi bapak dan mamak Boru itu hadir sebagai pelengkap di keluarga. "Maranak dohot marboru" Punya anak laki-laki dan punya anak perempuan, itu lah keinginan orang Batak pada umumnya, demikian juga dengan mamak dan bapak, anak laki-laki itu harus sekolah tinggi, sementara anak perempuan tidak perlu, karna nanti kelak di ambil oleh marga lain untuk meneruskan marga nya. "Bang Gotom hanya lah anak camat yang kebetulan punya orang tua kaya dari harta yang di tinggalkan Oppungnya (kakek dan nenek) bang Gotom. Bang Gotom punya dua adek perempuan dan saat ini kuliah di Jakarta tentunya di UNJ, universitas Negeri Jakarta. Bang Binsar yang konon katanya kuliah di Medan selalu mintak uang tiap bulan nya, jika uang mamak dan bapak tidak ada maka kak Nengsih lah yang menjadi tempat untuk memintak uang. Tetapi ada harga yang harus di bayar oleh kak Nengsih, muka lebam karna di pukul bang Gotom, caci makian dari mertua dan juga ipar-ipar nya, adek perempuan bang Gotom. Karna bukan cuman sekali bapak dan mamak meminta uang ke kak Ningsih, sudah sering, Binsar mau sesuatu ingat kak Nengsih, dan bapak mau pesta adat pun ingat kak Nengsih dan saat itu juga, kak Nengsih harus membayar ke keluarga suami nya, muka lebam dan caci makian. Ketika kak Ningsi memakai bedak itu artinya bapak dan mamak sudah mendapatkan uang dari kak Nengsih, dan kak Nengsih masih bernasib baik, bisa melahirkan anak laki-laki dan perempuan. Sehingga kak Ningsih tidak diceraikan oleh bang Gotom suaminya. Tapi sampai kapan kak Nengsih bisa menahan nya? Entah lah hanya waktu yang menjawab nya. Pernah suatu ketika saya mengantarkan kebaya yang baru selesai ku jahit untuk kak Nengsih, karna saat itu kak Nengsih ber ulang tahun, jadi kebaya yang ku jahitkan ini adalah hadiah ulang tahun untuk nya. Ketika saya sampai di rumah kak Ningsih dan menyapa nya, seketika itu juga bang Gotom memanggil istrinya itu masuk kamar. Setelah keluar dari kamar kak Nengsih sudah memakai bedak yang tebal, saya heran melihat nya tapi pura-pura ku abadikan, karna bang Gotom duduk di depan kami sambil menggendong Aram anak pertama mereka. Ku serahkan kebaya itu beserta rok nya, hasil jahitan ku, sembari ku ucapkan selamat ulang, dan seketika juga kak Nengsih masuk kamar dan keluar lagi sambil memperlihatkan kebaya yang di coba nya, warna merah dengan sedikit manik-manik yang ku padukan dengan rok songket Surabaya berwarna coklat muda garis polos. Dan ku sampaikan juga ini adalah hadiah ulang tahun buat kak Nengsih, saat itu juga bang Gotom langsung keluar dari ruangan itu sambil membawa Aram anaknya. Dan sepertinya kak Nengsih menangis karna kado kebaya yang saya berikan, terlihat bekas aliran air matanya terdapat bekas lebam dan merah. Saya pura-pura mengabaikan nya, dan hanya memeluk kak Nengsih, dan sesaat kemudian bang Gotom masuk lagi.Dan saya pamit pulang, baru saja keluar dari rumah itu, bang Gotom sudah membentak kak Ningsih, dikiranya saya datang untuk memintak uang.Kudengar tangisan kak Nengsih membuat hati ku sangat perih, d**a ku rasanya sesak mendengar tangisan kak Nengsih saya tidak tau harus berbuat apa, hanya bisa menangis dan menangis. Saat anaknya yang perempuan yang masih ber umur satu tahun, dan saat nya untuk di Babtis di gereja, kebaya pemberian itu di pakaian nya, ku lihat bedak nya semakin tebal. Saat acara upah-upah kepada anaknya keluarga kami datang ke rumah nya , sambil membawa ikan mas, dan terakhir ku lihat mamak dan bapak memberikan emas berupa sepasang anting kepada cucu perempuan nya itu. Setelah melihat anting itu, dalam hati bergumam. Oh....jadi anting itu yang membuat bedak kak Nengsih semakin tebal. Setelah selesai acara upah-upah saya langsung ke dapur untuk cuci piring, ku lihat kak Nengsih datang, dan dengan sengaja ku lap wajah nya menggunakan kain lap basah. Dan sangat jelas bekas lebam itu di wajah kak Nengsih. Dan kemudian kak Nengsih langsung mengambil bedak dari saku dan langsung memakai nya. Saya menangis melihat nya dan menangis lagi, tapi kak Nengsih hanya menatapku dengan tatapan kosong. dan saat itu mertua kak Nengsih datang ke dapur untuk memanggil kak Nengsih karna masih ada acara terakhir. Saya beralasan kalau mata ku kemasukan sabun saat nyuci piring ketika di tanya mertua nya itu. Suatu saat guru kami menikah yang kebetulan adalah saudara dari suami kakak ku, dan pihak pengantin perempuan adalah ponakan dari bapak atau disebut bere. Dan lagi-lagi bedak kak Nengsih sangat tebal, saat kak Nengsih di kamar mandi ku datangi dan ku ungkapkan apa yang menjadi resahan di hatiku ini, tetapi kak Nengsih hanya menyuruh ku diam dan tak perlu melapor ke bapak dan mamak. Kak Nengsih sampai memohon-mohon kepada ku untuk tidak memberitahukan bapak dan mamak. Hati ini sangat sakit, miris dan menyedihkan melihat kakak ku yang ku sayang di perlukan oleh keluarga suami nya dan keluarga suaminya. Perih rasanya hati ini, melihat kak Nengsih memohon sambil jongkok di hadapan ku. Saya sudah tidak sanggup lagi melihat nya, ku tinggalkan kak Nengsih di kamar mandi, dan saya langsung pulang. Hari-hari berikutnya nya, bang Rado mintak uang lagi, dan besok nya saya lihat kak Nengsih dengan bedak tebal nya, kak Nengsih hanya menatap ku dengan tatapan kosong. Perih, sakit saat menahan air mata ini, melihat kak Nengsih yang lewat bersama suaminya itu. Ke esokan hari nya pas malam Minggu, Binsar tidak pulang ke rumah, ternyata di tahan di kantor polisi karna mengeroyok teman nya, dan korban nya mintak ganti rugi. Sore hari nya Binsar sudah keluar dari kantor polisi, saat di warung ku lihat wajah kak Nengsih lagi, memakai bedak tebal, dan mata kirinya merah. Saat di tanya ibu-ibu lain yang kebetulan belanja juga, alasan nya ke masukan mainan anak anak nya. Saya sudah tidak bisa menangis lagi, hanya ku tatap saja, dengan rasa benci, kasihan dan rasa sayang ku membaur jadi satu. Sangat sulit untuk menjelaskan nya. Apalah yang ada dipikiran kakak ku ini, rela disakiti oleh suami dan keluarga suaminya. Kenapa kakak ku ini selalu diam dan pasrah, apa yang telah di perbuat oleh bapak dan Mamak kepada mu kak? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul dalam pikiran ku, tapi kak Nengsih menyuruh diam. Sampai kapan aku harus diam?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD