03

951 Words
Kai hanya bisa meratapi diri sendiri. Dia terlalu terkejut atas apa yang dia rasakan, dan alami. Bagaimana Kai akan melanjutkan laju hidupnya dengan normal? Jika laki-laki itu sudah meubah statusnya. Abi yang masih berada di atas tubuh Kai, terus memandang wajah Kai. Jemarinya tidak sungkan untuk menyapu kulit pipi Kai, meski wajah itu sudah tidak karuan akibat tangisan dan ulah Abi yang mengacak Kai. Milik Abi sendiri masih berada di dalam, di dalam milik Kai. Dikecupnya kening Kai, dan memagut bibir Kai seolah tiada hari esok. "Jangan menangis, manis. Saya nggak akan seperti tadi kalo kamu bisa menjadi penurut." Abi kembali mengitari wajah dan tubuh Kai yang tidak terlapis apa pun. "Dengar, manis. Aku menginginkanmu, bahkan ketika kamu menggunakan pakaian kerja yang tertutup malam itu... kamu membangkitkan hasratku. Jadi, mulai sekarang... jangan membantah. Be a good girl—oh, salah... be a good woman, for me." "Breng... sek...!" Kai mengumpat dengan lirih, di hadapan wajah Abi. Meski menangis, Kai masih saja mengumpat pada Abi. "Ssstttt... bukan begitu cara menjadi penurut. Itu salah, manis. Kamu harus mengikuti caraku supaya berhasil dalam pembelajaran ini. Oke." Abi mengamati bibir Kai kembali, karena membengkak, Abi kembali b*******h untuk mencicipi Kaina untuk sesi yang sudah tidak terhitung lagi. Setelah tiga puluh menit merasakan k*****s, Abi akhirnya membiarkan Kai yang sesenggukan. "Mama kamu baru selesai kerja, aku akan jemput dia. Tapi sebelum itu, kamu harus aku pastikan istirahat." Dengan mengenakan pakaiannya, Abi terus mengamati Kai. "Jangan membuat masalah lagi, manis. Aku nggak akan nyakitin kamu, kalo kamu mudah menerima-" "Pergi...," lirih Kai. Abi memandang wajah Kai lagi. Tapi masih enggan berjalan menjauh. "Pakai baju kamu dulu. Kamu bisa sakit kalo sengaja t*******g kayak gini." "Pergiiii...," kali ini terdengar sekali kesal yang Kaina buncahkan. Abi pergi bukan karena menuruti kemauan Kaina, tapi dia mengingat harus menjemput Sela. Abi kembali mencium kebing Kai sebelum benar-benar beranjak. Dan tangis Kai kembali pecah, dan suaranya lebih terdengar, karena merasa tidak ada orang di rumah memudahkannya mengeluarkan kesedihannya. * Kai mencoba menjadi wanita yang kuat. Tidak akan ia biarkan dirinya tenggelam dalam kesedihan gila akibat laki-laki gila yang berstatus sebagai kekasih ibunya. Kaina tetap berangkat kerja, meski harus menutupi diri, tapi Kai tidak ingin ada yang curiga. "Kai, tolong pesenin bucket bunga mawar putih, ya buat besok. Teman saya ada yang butuh," ucap Arimbi menghampiri Kai seperti biasanya. "Oke, Mbak." Singkat. Mungkin itu yang ada dipikiran Arimbi. Karena biasanya Kai tidak sesingkat itu, terlebih kedekatan yang keduanya jalin sudah seperti kakak dan adik. Kai yang merasa diperhatikan oleh Arimbi, akhirnya balas memandang Arimbi. "Ada lagi, Mbak?" tanya Kai memastikan. "Oh, nggak... nggak ada, kok. Kamu bisa lanjut." Kai memilih diam, dan meski pun seniornya—Manuel—selalu menjadi biang berisik, Kai tetap bersikap biasa, dan terkesan lebih diam. Mendekati waktu makan siang, Kai masih bergelung di depan komputer. Padahal jelas sekali jika tidak ada apa pun tampilan menarik di layar monitor. Pikiran Kai melayang, ketakutan mendadak menyerbu, dan sekaligus gencatan dalam dirinya agar mulai berani. Rezaka'ku: Malem ini, kamu nggak mau nanya aku bakalan ke mana? Kai akhirnya dibangunkan oleh bunyi notifikasi pesan pada ponselnya. Dan senyum Kai kembali ketika melihat nama si pengirim pesan. Me : Emangnya kamu mau ke mana? Kamu kan tukang super zibukkkk. Rasa sedih Kai mulai berangsur terbalut dengan kegiatan saling bertukar pesan. Jika saja ada Zaka yang datang, dan Kai mampu melihatnya secara langsung, maka Kai akan dengan mudahnya melupakan segala bebannya. Rezaka'ku : Ah, kamu selalu inget aku yang kayak gitu. Nggak asik kamu! Itu bukan candaan, Zaka memang tipe laki-laki yang kaku. Itu lah alasan mengapa Kaina memberi nama kontak Zaka dengan embel 'kaku'. Me : Oke. Maaf, ya? Aku emang salah. Emangnya kamu mau ke mana, sayang? Dan Kaina memang akhirnya selalu menjadi pihak yang mengalah. Tidak dalam kisah mana pun, Kai akan menjadi pihak yang lebih sering mengalah. Kenapa Kai memilih seperti itu pada Zaka? Karena hanya Zaka yang selalu menemaninya semasa SMP. Kai memutuskan menerima segala kekurangan dan kelebihan Zaka. Rezaka'ku : Aku akan jemput kamu malem ini. Pulang jam berapa, sayang? Aku akan ke rumah kamu. Kita makan malem, oke. Kai bahagia. Tentu saja, karena memang ini saat yang Kai tunggu—kedatangan kekasihnya, Zaka. Me : Jam 6 aku udah balik dari kantor hari ini. Jangan jemput ke rumah, langsung ke kantor aku aja, ya? Kaina tidak ingin mengambil risiko, jika nantinya Kai akan bertemu Abi di rumah. Kai berpikir panjang akan hal itu. Rezaka'ku : Oke. Kirimin aku alamat kantor kamu, sayang. Panggilan sayang Zaka berulang kali itu yang membuat Kaina tidak sabar bertemu dengan Zaka. * Dan yang pertama kali Kaina lakukan saat melihat wajah Zaka secara langsung adalah... memeluk leher lelaki itu dan mencium bibir Zaka dengan agresif, meski berada di parkiran kantornya. Kaina hanya ingin menghilangkan jejak ciuman Abi yang membuat Kaina merasa sangat murahan. "Hei, aku di sini... kenapa nyiumnya kayak aku bakalan pergi lagi aja?" Zaka mengelus pipi Kai dengan lembut. Zaka jelas sama merindukannya pada Kai, tetapi Zaka lebih suka Kai yang menunggu keagresifan Zaka sebagai laki-laki, bukan mendapat keagresifan, meski Zaka tetap menyukainya. "I miss you...." Kaina memeluk Zaka, membiarkan dirinya tenggelam dalam d**a Zaka agar lelaki itu tidak melihat betapa rapuhnya keadaan dirinya saat ini. Zaka membalas pelukan itu, mengelus punggung Kaina lembut. "Me too." "Kenapa nggak bilang kalo kamu pulang hari ini?" sungut Kai melonggarkan pelukan dan menatap Zaka seolah mengancam. "Kejutan, sayang...." "Apalagi yang kamu sembunyiin? Aku yakin nggak cuma ini kejutannya," tebak Kai yang selalu benar akan gelagat Zaka. "Aku akan ngurus perusahaan ayah yang di Jakarta. Dan..." "Dan?" Kai mencari-cari jawaban, dengan menodong Zaka dengan tatapan tajam nan manjanya. "Kita akan segera menikah." Apa yang harus aku lakuin kalo ternyata aku bukan calon istri yang baik buat kamu, Za?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD